Kali ini si Akang ada kerjaan di
Batam dan dia mengajak bininya ikut.
Hihihi... πππ
Ngapain ikut suami kerja? Ya kalau diajak suami nggak boleh nolak kan ya.. Dengan kehadiran istri, dia merasa lebih
nyaman. Dan aku juga tidak akan ikut ke lokasi Shipyard tempat dia bekerja. Aku
hanya menemani dia di hotel dan saat sudah selesai kerjaannya. (Ini sebenarnya
percakapan self talkku. . πππ)
Aku berangkat ke Batam dari
Palembang. Karena dari Kamis 15 Agustus aku ada di Palembang untuk menengok
Mami dan mertuaku. Tepat di hari kemerdekaan, 17 Agustus 2019, tiba di bandara Hang Nadim Batam pukul 13.00.
Dengan taksi aku langsung menuju hotel Harmoni di kawasan Sungai Jodoh, Nagoya.
Ternyata hotelnya terletak di pusat kota Batam. Di mana di sekeliling hotel
terdapat beberapa tempat makan yang terjangkau dengan jalan kaki.
Akang berangkat dari Bogor dan tiba
di hotel sore hari. Hari ini kami habiskan
dengan santai-santai di hotel.
Hari Minggu 18 Agustus 2019, usai akang
mengunjungi Shipyard, kami makan siang menikmati sop ikan khas Batam yang sudah
dari dulu ngehits.
Akang memilih menu sop ikan, aku
memilih sop ikan dicampur sea food. Sop
ikan dan sea food ini enak, segar. Cocok sekali dengan selera kami yang suka
makan makanan berkuah, panas dan gurih. Potongan daging ikan, dimasak dengan
kuah dicampur bumbu, potongan tomat
hijau dan sayur. Semakin mantap rasanya setelah aku campurkan irisan cabe rawit
hijau. Hmmm...yummmy.
Lalu ada siput gong gong. Siput ini
direbus, kemudian disajikan di piring lengkap dengan sambal untuk cocolannya.
Rasanya kenyal-kenyal, lumayan enak. Meskipun menurutku siput ini lebih enak
kalau dibuat jadi keripik.
Yang juga enak adalah menu ayam
goreng bawang. Tampaknya menu ini juga khas Batam, karena ayam goreng bawang
ini disajikan juga di menu sarapan di hotel. Ayamnya dipotong-potong kecil,
digoreng dengan bumbu spicy, lalu disajikan dengan bawang putih yang digoreng
lengkap dengan kulitnya. Aku tak cuma mencicipi ayam yang dagingnya lembut
spicy, tapi bawang putih goreng itu ternyata enak juga. π
Sore itu aku dan Akang menghabiskan
waktu ngegym di hotel.
“Nanti malam kan kita mau makan
duren, Neng. Jadi sekarang kita bakar lemak dan kalori dulu. Supaya gak
kegendutan.” Begitu saran si Akang.
Malamnya kami kelayapan keluar
hotel. Ngapain lagi kalau bukan mencari durian. Si akang penggemar berat buah
berduri itu. Kabarnya, durian import
dari Malaysia sampai juga ke Batam. Maka kami terdampar di kawasan Tanjung
Batu. Di sana ada kios Durian Datuk yang menyediakan durian-durian import dari
Malaysia.
Sebenarnya kami datang ke tempat ini
bukan di waktu yang tepat. Saat itu jam 7.30 malam, sedangkan kiriman durian
biasanya datang jam 9 malam. Sehingga saat itu kami hanya kebagian “sisa” saja.
Tapi Alhamdulillah.. masih ada durian
jenis Teik Kah, Udang Merah daaan.... Musang King.
Durian udang merah dagingnya
berwarna sedikit orange. Rasanya manis. Teik Kah lebih enak, manis dan ada
pahitnya. Bagiku, paling juara rasanya adalah Musang King. Manisnya ngejreng,
daging buah berwarna kuning glowing cantik, pahitnya ada sedikit saja, daging
buah tebaal, bijinya tipis kempet. Tapi bagi si Akang, dia lebih suka makan Teik
Kah yang rasa pahitnya agak lebih kuat dari Musang King. Sayang sekali, durian
jenis Duri Hitam, yang paling digemari Akang, tidak tersedia.
Hari ini ditutup dengan bobok
cantik kekenyangan makan durian.
Si Akang, belahan jiwa yang baik
hati terlihat gantengnya meningkat
berlipat-lipat di mataku. Bagaimana
tidak, dia mengajak aku jalan-jalan ke Pulau Bintan. Yeayyy....
Kerjaan gimana kerjaan? Hehehe...
pas banget ini rezeki istri shalehah. Ada
beberapa hambatan di lapangan sehingga kerjaannya belum bisa dimulai, baru bisa dimulai esok harinya.
Maka, kami memesan mobil sewaan
untuk jalan-jalan satu hari di Pulau Bintan.
Akang pesan di nomor ini : Tanjung Uban Rental ( Pak Adi ) 082284812724.
Sewa mobil + sopir+ bensin+ parkir
seharian Rp. 550.000,- Jenis mobil yang kami sewa Proton Exora. Kami baru tahu
kalau harganya bisa ditawar sebenarnya. Tapi ya nggak tega juga nawarnya.
Hehe..ππ
Pagi-pagi kami bangun dengan
semangat 45. Sepertinya masih terpengaruh suasana 17 Agustusan. Usai sarapan,
sekitar jam 7 pagi akang memesan taksi online untuk menuju ke Pelabuhan Telaga
Punggur. Atas petunjuk seorang teman, kami disarankan naik speedboat menuju
Pelabuhan Tanjung Uban Pulau Bintan. Dia tidak menyarankan naik kapal Roro/
ferry karena membutuhkan waktu menyeberang yang lebih lama yaitu 1 jam. Dengan
speedboat hanya butuh 15 menit saja menyeberang dari Telaga Punggur ke Tanjung
Uban.
Setelah membayar taksi online sejumlah
Rp. 95.000 untuk perjalanan sekitar 35 menit dari hotel, kami turun di
Pelabuhan Telaga Punggur.
Suasana sepi, tapi counter-counter
tiket sudah buka. Kami memilih counter tiket untuk menuju ke Tanjung Uban.
Harga tiketnya Rp. 53.000 per orang. Setelah dapat tiket, dengan langkah cepat
kami berjalan menuju dermaga.
Speedboat sudah menanti di dermaga.
Tak menunggu lama, kapal kecil itu segera membawa kami menuju Tanjung Uban. Perjalanan
singkat dengan pemandangan laut dan
langit biru, angin kencang menerjang jilbabku lewat jendela kapal , mengingatkan aku saat bulan
Juli lalu ketika menyeberangi laut menuju Venezia Italy yang juga dilakukan dengan
speedboat. Ah..senangnya. Kini kami jalan-jalan lagi.
Pelabuhan Tanjung Uban juga tidak
terlihat ramai. Setelah kapal bersandar, kami cepat-cepat berjalan menuju
parkiran mobil. Akang menelpon driver, dan segera disambut. Nama drivernya Pak
Adi. Lelaki usia 30an tahun itu terseyum
ramah menyambut kami.
“Kita langsung ke objek wisata
Gurun Telaga Biru ya Pak.” Usul Pak Adi. Kami berdua manut saja.
Dari pelabuhan Tanjung Uban, kami
menempuh jarak sekitar 17 km. Selama berkendara, melewati hamparan semak dan tanah kering di sisi
jalan,Pak Adi bercerita tentang pualu Bintan dan bagaimana dia bertemu istrinya
yang orang Palembang, hingga menikah dan menetap di pulau ini. Menurut Pak Adi
sebagian besar tanah di pulau ini milik Salim group. Termasuk juga wilayah objek
wisata yang sedang kami tuju.
GURUN TELAGA BIRU DESA BUSUNG
Gurun pasir Telaga Biru desa
Busung terletak di Kecamatan Tanjung
Uban, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau. Dari Pelabuhan Tanjung Uban
butuh waktu sekitar 20 menit perjalanan. Sedangkan dari bandara Raja Haji
Fisabilillah Tanjung Pinang maupun Pelabuhan Tanjung Pinang membutuhkan waktu
tempuh sekitar 45 menit dengan mobil.
Tempat ini sebelumnya adalah area
penambangan pasir bauksit yang kini sudah mengeras seperti karang. Penambangan
sudah lama dihentikan sejak Orde Baru masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Puluhan tahun terbengkalai,
cekungan bekas galian kemudian terisi air, membentuk telaga dengan air yang
hijau kebiruan, bening dan tenang.
Terdapat pula gundukan-gundukan
pasir mengeras berwarna cream dengan butiran berkilau seluas 6000 hektar,
tampak seperti gurun di Timur Tengah. Tempat ini menjadi sangat cantik ketika
diabadikan dalam foto.
Masuk ke area ini tidak ada biaya
retribusi, hanya perlu membayar uang parkir Rp. 2000,- untuk motor dan Rp.
5.000 untuk mobil.
Matahari bersinar terang, namun
arah datang cahaya matahari seolah mendukung kami menghasilkan foto-foto
cantik.
Terdapat telaga biru di bagian
depan area, namun Pak Adi membawa kami ke telaga biru yang lebih jauh, melewati
gurun pasir.
Serombongan turis asing berbahasa
China berbondong-bondong turun dari bus, kemudian menyerbu gurun dan telaga
biru. Aku tersenyum-senyum melihat seorang gadis melepas pakaian luarnya,
rupanya dia sudah siap bergaya dengan baju senam, lalu berpose dengan pose yoga
di atas titian telaga biru. Temannya sibuk memotret sang gadis dari berbagai
posisi. Hahaha... keren. Niat banget.
Pak Adi memotret kami di tiap spot cantik, baik di gurun
maupun di telaga biru. Hasilnya bisa dilihat di sini.
“Neng, ini tempatnya memang cantik
ya. Tak perlu photographer profesional, driver mobil sewaan saja dengan sedikit
arahan sudah bisa menghasilkan foto dengan komposisi cantik begini.” Ujar Akang
puas melihat hasil jepretan Pak Adi.
Panas terik matahari membuat kami
haus. Setelah berfoto dan menikmati suasana, kami duduk di tenda-tenda warung
menyeruput air kelapa muda yang menyegarkan. Warung-warung itu juga menjual
durian. Tapi kami tidak membeli karena Pak Adi bilang lebih baik beli di tempat
yang khusus menjual buah durian.
“Jangan khawatir, Pak. Nanti kita
mampir makan durian di perjalanan kita
ini. Banyak juga tempat makan durian di pinggir jalan. “ Ujar pak Adi.
LAGOI BAY
Pak Adi kemudian membawa kami ke
Lagoi Bay. Berada pada kawasan seluas 1.300 hektar, Lagoi Bay adalah ‘jantung
Pulau Bintan’.
Di area ini terdapat banyak tempat
makan dan hotel-hotel mahal. Ada juga kebun binatang dan Treasure Bay
Lagoi, yaitu kolam renang terbesar di Asia Tenggara.
Luasnya mencapai 6,3 hektar, dan memiliki panjang 800 meter. Luas permukaannya bahkan setara dengan 50 kolam
renang untuk ukuran olimpiade. Daya tamping airnya sampai 115 juta kubik,
dengan kedalaman terjauh adalah 2,5 meter.
Sayangnya untuk kali ini kami memutuskan tidak mengunjungi Treasure Bay,
karena waktu yang sempit dan tidak bawa pakaian renang. Mungkin nanti kalau ada
kesempatan lagi, ingin rasanya menginap dan menikmati suasana Treasure Bay.
Kami hanya mengunjungi Lagoi Bay
saja. Di sini terdapat Lantern Park, taman lampion yang buka pada malam hari.
Tapi sayangnya taman ini sedang tutup, karena renovasi.
Di Lagoi Bay, pantainya landai .
Akang menatap hamparan laut dan pantai tanpa selera.
“Akang lebih suka pegunungan Neng.”
Ucapnya.
“Nanti kita ke pantai yang bagus,
Pak. Namanya Pantai Trikora. Jauh lebih bangus dari tempat ini.” Ucap Pak Adi.
MAKAN DURIAN LOKAL BINTAN
Dari Lagoi Bay, Pak Adi membawa
kami makan durian. Duriannya jenis lokal.
Salah seorang teman yang tinggal di
Batam meminta aku mencoba durian daun kalau berkunjung ke Bintan. Katanya enak.
Durian daun ukurannya kecil, durinya langsing dan rapat. Buahnya pun
kecil-kecil. Rasanya bagaimana? Hehehe... kurang enak menurutku dan akang.
Ini
masalah selera. Aku yang sudah mencicip durian import seperti Musang King jadi
punya standard yang tinggi untuk ukuran kelezatan durian. Dan Durian daun ini menurutku ada di bawah standard enak.
Kami
mencicipi durian lokal juga. Lumayanlah.. manis dan cukup enak meski tidak
seenak durian import.
PONDOK TELUK BAKAU BAY VIEW
Siang makin menjelang. Pak Adi
membawa kami ke resto Seafood di kawasan pantai Trikora. Nama tempatnya “Pondok
Makan Teluk Bakau Bay View”.
Berharap bisa menyantap ikan bakar,
Akang jadi kecewa karena ikan tidak tersedia.
Akhirnya kami memesan cumi lada hitam, Ayam goreng bawang, siput gong
gong, dan tumis kangkung. Kenyaang..
PANTAI TRIKORA 3
Setelah shalat zuhur dan ashar
dijamak, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Trikora 3. Naah... ini baru pantainya cuantiiik.
Pantai Trikora terletak di Desa
Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Pulau Bintan. Nama Trikora berasal
dari nama “three corral”, yang diberikan oleh wisatawan asing yang kala itu
berkunjung ke pantai ini. Demikian menurut cerita masyarakat sekitar.
Versi lainnya mengaitkan bahwa Trikora berhubungan
dengan Tri Komando Rakyat. Dimana pada saat pemerintahan Presiden
Soekarno, tengah hangat beredar isu tentang “Ganyang Malaysia”, dan pantai ini
merupakan basis pertahanan wilayah terluar Indonesia pada masa itu.
Terdapat pantai Trikora 1, Trikora
2, Trikora 3 dan 4. Pak Adi membawa kami ke pantai Trikora 3, yang menurutnya
paling indah.
Dan memang benar apa yang dikatakan
Pak Adi. Pantai Trikora terbentang sepanjang 25 kilometer. Di Trikora 3,
bentang pantainya bervariasi, dari pantai yang landai hingga bagian yang
dihiasi batu-batu granit besar, baik di pinggir pantai maupun agak ke tengah lautan. Dari pantai ini pun terlihat tanjung,
yaitu bagian pantai yang mejorok ke lautan. Sehingga bentnag pantai Trikora 3
terlihat cantik sekali.
Airnya biru tenang, bening. Angin
bertiup semilir. Di tepi pantai berderet gazebo kayu untuk duduk-duduk bersantai
menikmati suasana.
Aku dan Akang tak melewatkan
kesempatan ini. Kami menikmati suasana lalu berfoto-foto mengabadikan
kecantikan pantai ini. Kecantikan pantai Trikora mirip dengan pantai-pantai
berbatu seperti pantai Parai di Pulau Bangka dan pantai-pantai di Pulau
Belitung.
DURIAN SI KUNING
Sebenarnya aku ingin lebih lama berada
di tempat ini, tapi Akang masih ingin makan durian. Ya Allah... si Akang bukan main gemarnya makan
durian. ππ
Kami mampir lagi ke kedai durian pinggir jalan.
Alhamdulillah kami beruntung bisa mencicipi durian Si Kuning. Durian tembaga
yang tampilannya cukup menggiurkan. Buahnya kuning glowing mirip tampilan Musangking. Rasanya enak juga, meski masih
kalah dengan Musang King.
OTAK OTAK DEKAT JEMBATAN
Mbak Melati, salah satu sahabatku,
merekomendasikan makan otak-otak pulau Bintan yang katanya dijual dekat
jembatan. Kampi pun mencari lokasi makanan ini. Alhamdulillah ketemu.. Yeayy...
Otak-otak Bintan terbuat dari ikan,
dan ada juga dari cumi. Adonan ikan atau
cumi dicampur bumbu warna merah, lalu dibungkus dengan daun kelapa, lalu
dibakar.
Rasanya enaaak... dan harganya murah. Otak-otak ikan dijual @Rp.
1.000,- dan otak-otak cumi @Rp. 2000,- . Agak jauh dari jembatan bahkan kami
menemukan otak-otak yang lebih enak dan lebih tebal ukurannya. Otak-otak ini
terbuat dari ikan dicampur cumi dan harganya Rp 1000,-. Jangan lupa mencicipi
makanan ini kalau ke pulau Bintan dan Batam ya..
Menjelang pukul 4 sore, aku dan
Akang diantar kembali ke pelabuhan Tanjung Uban. Sepanjang jalan rasanya hatiku
hangat, tangan kami saling bergenggaman, nyaman sekali, berasa kayak penganten baruππππ πππ . Tampaknya kena pengaruh suasana
tempat-tempat indah yang baru saja kami kunjungi.
Sesekali akang mencium
tanganku. Romantis?? Bukaan.. Soalnya tanganku bau durian. Hahahaha...ππππ
Alhamdulilah.. hari yang indah.