Seri
Tanya Jawab Enlightening Parenting
Nara
Sumber : Okina Fitriani dan Ronny Gunarto
Seorang istri menjalani Long Distance
Relationship (LDR) dengan suaminya
karena suami bekerja jauh dari
tempat tinggalnya. Sang istri mengeluh
tentang cara mengajak suami aktif bermain dengan anak saat suami berada di
rumah.
Berikut ini tips dari Mas Ronny Gunarto dan Mbak Okina
Fitriani yang disarikan dari materi “KOMUNIKASI SUAMI ISTRI “ yang disampaikan dalam
Enlightening Parenting Training, Surabaya 7-8 April 2018.
Tanya :
Saya dan suami menjalani LDR. Kami punya anak usia 3 tahun.
Saat suami jauh, selalu saya yang menghubungi dia dengan video call supaya bisa
ngobrol dengan anak. Lalu ketika suami pulang, dia kurang aktif bermain dengan
anak. Bagaimana sebaiknya, apakah saya
harus ikut suami, atau biarlah seperti ini keadaannya, dan apakah meski LDR
hubungan kami bisa tetap baik juga?
Jawab (Ronny
Gunarto ) : LDR memang lebih challenging daripada hubungan biasa. Sebaiknya LDR
itu memiliki target. Misalnya sepasang suami istri sepakat untuk hidup
berjauhan selama sekian tahun atau sekian bulan, atau berapa lama pun. Tapi dengan target bahwa suatu hari mereka
akan menetap dan berkumpul sebagai satu keluarga. Kemudian, suami istri harus membicarakan dan
punya kesepakatan tentang peran suami ketika
hadir ditengah-tengah keluarga. Misalnya saja bila suami bekerja di oil and gas
yang jadwalnya 28 hari bekerja dan 28 hari libur. Nah saat libur selama 28 hari
itu, jangan sampai suami maunya hanya
tidur-tiduran saja di rumah, tidak menjalankan perannya sebagai ayah. Suami-istri harus punya rencana. Kapan akan
berkumpul kembali, dan ketika suami ada di rumah, apa saja kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan sang suami ketika dia berperan sebagai seorang ayah. Buatlah peran ayah yang maksimum disaat-saat
bersama untuk mengganti intensitas waktu saat jauh dari anak.
Saya sharing
sedikit pengalaman. Saya pernah LDR
selama 8 bulan. Terkadang LDR itu malah bagus lho. Jadi ketika saya LDR
karena bekerja di Saudi Arabia, saat
pulang, saya melihat anak saya kok lebih baik ya? Lebih sopan, lebih
menghargai, lebih ceria, dan lain-lain. Ternyata mungkin ketika saya ada, saya kurang
memberi efek yang lebih baik.Setelah berbincang dengan istri, saya paham dan saya
mendukung pola pengasuhan yang sudah dirintis oleh istri saya, dan saya
bersedia untuk mengambil peran bersama-sama istri meneruskan pola asuh yang baik itu.
Jawab (Okina
Fitriani ) : Betul apa yang dikatakan Mas Ronny. Kadang LDR itu adalah
kesempatan istri untuk membuktikan pada suami bahwa sang
istri sudah melakukan hal yang benar.
Siapa sih di
dunia ini yang mau dikasih “ kue” yang gak enak? Kalau suami pulang, lalu
dilapori “Itu lho, anakmu itu lho, nakal! Anakmu begini, anakmu begitu.” Sambil
mukanya cemberut-cemberut. Mengeluh terus soal anak. Itu sama saja memberi suami kue
yang nggak enak. Kira-kira mau nggak
suami? Ya mana maulah. Kalau istri terus-terusan mengeluh, jangan-jangan untuk
pulang ke rumah saja suami jadi malas. Karena merasa bahwa “Ah, sebentar lagi bakal
dapat kue yang nggak enak.”
Maka tugas istri
menjadikan kue itu enak banget. Biar suami ngiler. Biar suami ngences-ngences. Coba
kalau istri bilang,” Asyik banget lho main sama anak-anak.Wiiih...seruuuu!”
Apalagi kalau dilihatnya anak berperilaku baik, maka suami akan berpikir “Aku
kok nggak diajak main?” Lalu malah suami yang ingin, lalu berkata pada anak-anak. “Yuk main sama
Ayah yuuk!” Begitu triknya.
Trik selanjutya.
Misalnya ada istri yang mengeluh. “
Suami saya kok nggak mau berperan dalam pengasuhan saat berada di rumah.”
Saat suami jauh,
sepakati dulu rencana-rencana yang akan dilakukan suami ketika nanti bersama
anak. Saat dia datang, dia pasti lelah karena perjalanan yang jauh misalnya. Caranya kasih dulu, baru minta. Dalam ilmu persuasi namanya pacing, pacing, pacing, lalu leading.
Kasih dulu. Penuhi dulu tangki cintanya. Suami disenang-senangin dulu, kasih makan , kasih minum, dipijitin dulu, dielus-elus dulu, facial-facial, suruh bobok manis dulu. Sudah segar, baru ajak main dengan anak. Jangan terbalik, minta-minta baru kasih. Yang benar itu kasih, kasih, kasih dulu baru minta.
Kasih dulu. Penuhi dulu tangki cintanya. Suami disenang-senangin dulu, kasih makan , kasih minum, dipijitin dulu, dielus-elus dulu, facial-facial, suruh bobok manis dulu. Sudah segar, baru ajak main dengan anak. Jangan terbalik, minta-minta baru kasih. Yang benar itu kasih, kasih, kasih dulu baru minta.
Kuncinya adalah
rendah hati. Menjadi istri itu rendah hati. Mungkin istri ilmunya banyak.
Mungkin istri lebih paham tentang ilmu parenting daripada suami. Tapi nggak
usah kepinteran. Jangan bicara begini
pada suami,
“Begini lho tak
kasih tau. Kamu Salah! Teori parentingnya itu begini!”
Atau
“Tu kaan.. Kalau
kamu nggak ada, anakmu malah jadi sopan kaan?”
Jangan lakukan
hal itu. Rendah hatilah sebagai istri. Harusnya yang dilakukan istri
adalah berterimakasih. Katakan pada suami seperti ini,
“Terimakasih lho
sudah memberi ruang kepadaku untuk mengevaluasi apa yang keliru pada anak-anak.
Ini sudah mulai kubangun, sudah ada hasilnya. Tinggal kita teruskan yuk, kita
sama-sama..”
Jangan lupa
mengapresiasi apa pun peran ayah yang sudah dilakukan suami. Pria itu kalau
makin dihargai akan juga makin
menghargai istrinya.
5 komentar:
wah salut deh buat pejuang LDR, waktu yg sedikit harus dimanfaatkan ya buat pasangan maupun anak ya
Wah ilmu bangetttt ini. Terima kasih. Bener banget jadi istri itu harus rendah hati ya. Kalau mau merubah suami harus ambil hatinya dulu ya. Bikin dia nyaman dulu baru kita masukin pesan kita. ☺️
mba iwed.. saya berasa di dalam kelas lagi hehehe.. bagus banget mengcapture materi ini dalam tulisan.. saya lgsg inget waktu pak Ronny dan bu okina menyampaikannya di kelas.. plek ketiplek bgt. terima kasih
Idem sama mbak Ninta ^^
Nggak terasa hampir 1 jam saya "main" di blog mb Iwed, berasa sedang di-charge ulang. Terima kasih mb Iwed.
Sukaaaa dengan paragraf terakhir...salam kenal ya mbak
Posting Komentar