Satu hal yang
sangat mendasar dalam pengasuhan anak dan membina rumah tangga adalah komunikasi suami istri. Bagaimana
tidak? Mau tak mau, orangtua adalah teladan bagi anak-anaknya. Bila suami istri
bisa berkomunikasi dengan baik, nyaman, adem ayem, kompak, penuh kasih sayang,
mesra dan harmonis, maka anak akan melihat seperti itulah contoh nyata rumah
tangga sakinah yang kelak akan mereka
bentuk di masa depannya. Anak akan mencontoh, seperti itulah cara suami
memperlakukan istri, dan cara istri memperlakukan suami. Anak-anak akan melihat
betapa berumah tangga itu menetramkan hati,
dan membuat anak-anak merasakan hadirnya surga di rumah mereka sendiri. Dalam
rumah tangga seperti itu, anak-anak akan tumbuh dengan fitrah baik yang tetap
terjaga.
Beda halnya
kalau anak melihat pola komunikasi orangtuanya morat-marit, saling menyalahkan,
saling menuntut, saling menyindir, saling bersaing, bicara dengan nada keras,
kata-kata kasar, bahkan saling menyakiti baik lewat kata maupun secara fisik.
Kondisi ini berpotensi merusak fitrah baik anak, bahkan menimbulkan trauma.
Yang paling parah, bagaimana kalau anak mengira bahwa memang seharusnya
demikianlah cara suami memperlakukan istri dan sebaliknya, lalu kemudian mempraktekkan
hal yang sama dalam rumah tangga mereka. Duh....
Demikian
pentingnya komunikasi suami istri sebagai dasar untuk pengasuhan anak, maka aku ingin membagikan salah satu materi
yang disampaikan Mas Ronny Gunarto dalam training Enlightening Parenting for Dads
, di hotel POP! Kelapa Gading Jakarta, 21-22 Oktober 2017 lalu.
Mas Ronny menyampaikan bahwa kunci keberhasilan pengasuhan anak terletak pada komunikasi suami istri. Ada beberapa
point penting yang harus diperhatikan
dalam mewujudkan komunikasi suami istri yang memberdayakan, yaitu :
1. Kesamaan Visi
Suami
istri harus menyamakan frekuensi dulu,
tentang visi, misi dan objektif keluarga. Kedua pihak harus sepakat,
akan dibawa kemana keluarga ini. Kenapa hal ini penting? Hal ini akan terlihat lebih jelas melalui sebuah metaphora.
Pernikahan ibarat naik mobil. Suami sebagai driver, istri duduk di sisinya,
anak-anak duduk di jok belakang.
”Saya
mau ke Bandung. Dari Bandung mau ke Jakarta.” Ujar sang suami.
Si
istri berkata,” Oh nggak. Saya maunya ke Surabaya.”
Kira-kira
apa yang terjadi? Visi tidak sama. Maka
walaupun mobil itu tetap jalan, di sepanjang
perjalanan akan terjadi banyak sekali pertengkaran. Dan ketika pertengkaran itu
makin memanas, mungkin saja sang istri minta berhenti, lalu turun dan keluar
dari mobil.
Bagaimana
kalau sudah terlanjur menikah, lalu menemui perbedaan visi dan misi dengan
istri? Maka suamilah yang punya kewajiban menyamakan visi dan misi itu, karena
sebagai pemimpin suami akan dimintai pertanggung jawaban.
Ketika
kelak Tuhan bertanya, “ Apa yang sudah kau ajarkan kepada anak dan istrimu?
Bekal apa yang sudah diberikan pada anak dan istrimu?”
Ada
ayah yang akan menjawab,” Ya Tuhan, ini yang sudah aku lakukan pada
anak-istriku. Ini yang sudah aku ajarkan pada anak dan istriku.”
Namun
akan ada para ayah yang hanya diam, tertunduk lesu dan menyesal. “ Andaikan aku
berbuat lebih banyak saat di dunia...”
Lalu
Anda mau pilih jadi ayah yang bagaimana?
Sebagai
pemimpin keluarga, para ayah wajib memberikan visi dan misi yang jelas untuk
membawa keluarga menjadi lebih baik.
Kesamaan
visi misi ini patut dituangkan dalam dokumentasi. Mas Ronny berbagi pengalaman, bagaimana dia dengan
istrinya, Mbak Okina Fitriani, memiliki folder khusus berisi visi dan misi, serta objektif bulanan atau
tiga bulanan.
Objektif
ini berisi apa yang harus dicapai oleh masing-masing anggota keluarga. Apa yang
bisa mereka lakukan, program apa saja yang bisa diterapkan untuk menjaga fitrah
baik anak-anak.
Di
dalam folder itu juga ada minute of meeting, berisi point-point yang sudah
dicapai, lalu didokumentasikan.
Ada
juga Memorandum of Understanding (MOU),
yaitu semacam dokumen kesepakatan untuk bertanggung jawab. Misalnya ketika Mas
Ronny dan Mbak Okina mengabulkan permintaan anak-anaknya untuk memelihara
kucing. Dalam MOU tertulis apa saja tugas dan tanggung jawab yang harus
dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga dalam hal memelihara kucing.
Penting untuk membuat kesepakatan di awal, karena ketika ada yang lupa atau
lalai dengan tugasnya, akan mudah sekali mengingatkan untuk saling menjaga
komitmen bersama.
Mari kita lihat bagaimana sebuah keluarga berbagi kisah tentang manfaat memiliki visi dan
misi yang jelas.
Suatu
saat di tahun 2008 ketika tinggal di
Kuala Lumpur, seorang suami mendapat tawaran untuk bekerja di Saudi Aramco, sebuah
perusahaan minyak di Saudi Arabia. Sementara istrinya mendapat tawaran pekerjaan sebagai
manager di sebuah oil and gas company terbesar di Indonesia. Ada 3 pilihan yang
kemudian didiskusikan dengan istri dan
anaknya. Pilihan pertama, tetap tinggal
dan bekerja di Kuala Lumpur. Pilihan ke dua, kembali ke Indonesia. Yang ketiga,
pindah dan bekerja di Arab Saudi.
Dalam
memutuskan pilihan terbaik, pasangan suami dan istri itu membuat SWOT (Strengths- Weaknesses-Opportunities- Threats) analysis
terhadap 3 pilihan tersebut. Mereka juga menyertakan pendapat anak tertua
mereka yang waktu itu masih berusia 7 tahun.
Setelah mempertimbangkan berbagai
hal, ternyata pilihan terbaik adalah tetap stay di Malaysia. Tetapi kemudian Sang suami bilang pada
istrinya, “ Ma, kapan lagi Papa bisa bekerja di perusahaan oil and gas terbesar
di dunia?”
Akhirnya si istri mengalah. Berdasarkan visi misi keluarga, yang memegang tanggung jawab
untuk menafkahi adalah suami sehingga walaupun sang istri memiliki peluang untuk berkarier sebagai
manager di perusahaan besar, dia rela melewatkan peluang itu, dan lebih memilih
konsisten pada kesepakatan dan keputusan
bersama yang tertuang dalam visi misi keluarga.
Jadi
fungsi visi dan misi keluarga selain sebagai acuan dalam membuat objektif,
sekaligus juga sebagai rujukan ketika terjadi konflik kepentingan dalam anggota
keluarga.
2. Komitmen
Ketika
seorang pria menjabat tangan seorang wali atau ayah seorang perempuan kemudian
berkata, “ Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan denga mas kawin tersebut
dibayar tunai.” Apa yang terjadi?
Saat
itulah dia berkomitmen. Mempunyai istri
atau menikah adalah sebuah komitmen. Ketika ijab kabul selesai diucapkan, detik
itu pula pada hakikatnya sang pria mengikatkan diri pada sebuah komitmen untuk
menjadi suami yang setia, menafkahi dan melindungi istri.
Begitu
pula ketika sepasang suami istri mengundang tamu istimewa untuk hadir dalam
kehidupan mereka. Ketika Tuhan mengizinkan, hadirlah sang anak. Maka punya anak
pun sebuah komitmen. Kedua orangtua
berkomitmen untuk menjadi teladan, menyediakan kebutuhan anak untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik, dan mengajarkan
nilai-nilai kebaikan untuk menjaga fitrah baik anaknya.
Dalam perjalanan pengasuhan anak, ada kalanya
seorang ayah yang sibuk bertindak “membeli cinta” anaknya. Caranya dengan membelikan barang-barang yang diinginkan sang
anak, baik berupa gadget, mainan, atau barang-barang mahal. Harapannya, anak-anaknya akan menilai hal ini sebagai
wujud cinta dari ayah. Hal ini dilakukannya untuk menutupi rasa bersalah karena
kurang memiliki waktu bersama anak. Padahal hal ini menunjukkan kegagalan sang
ayah menjaga komitmen untuk melaksanakan
tugas sebagai orangtua yang wajib menyediakan waktu bersama anak-anaknya.
Lalu
sang ayah mengeluh, “ Waduh, anak saya kecanduan gadget...”
Padahal
dia sendirilah pemasok dan pengedar gadget itu , sehingga anaknya kecanduan.
Tanpa dia sadari, kesalahan yang dilakukan berpotensi merusak fitrah baik
anaknya.
Maka,
penting bagi para orangtua, terutama ayah untuk teguh melaksanakan komitmennya. Ada sebuah kisah nyata. Seorang ayah mencontohkan bagaimana dia
berkomitmen melaksanakan tugasnya memberi tausiah kepada anak-anaknya. Menurut
pengalamannya, tausiah yang diberikan ayah kepada anak itu
“cespleng” alias manjur sekali.
Dalam
tausiahnya dia kerap mengungkapkan bahwa shalat itu sebaiknya dilakukan
di masjid. Lalu apa yang terjadi? Bahkan dia sendiri kaget, karena sekarang sang
anaklah yang menarik-narik dirinya untuk melakukan shalat di masjid. Ternyata perkatan sang ayah sungguh-sungguh didengar
dan dilaksanakan oleh anak. Karena itu, sebaiknya luangkan waktu bersama anak, berikan tausiah dan tunjukkan
keteladanan sebagai bagian dari komitmen sebagai ayah.
3. Sinergi
Suami
istri itu bukan rival, bukan pula lawan
bersaing, melainkan sebuah team yang
kompak. Suami istri harus saling
men-support. Mas Ronny berbagi cerita bagaimana dia dan istrinya saling
mendukung dalam berkegiatan.
Ketika
dia harus menjalani kuliah pada week end, maka istrinyalah yang menggantikan
perannya mengajak anak-anak berkegiatan di luar rumah. Demikian juga ketika
Mbak Okina harus memberikan training di berbagai tempat, Mas Ronny bersinergi
untuk menggantikan peran ibu bagi
anak-anaknya.
Satu
hal yang penting sekali untuk ditanamkan, bahwa keberhasilan seorang suami
adalah juga keberhasilan sang istri. Demikian
pula sebaliknya, keberhasilan istri adalah juga keberhasilan suami.
Kesuksesan karier suami di kantor tak akan
dapat diraih, bila segala urusan rumah dan anak-anak tak dilakukan istri dengan
baik. Sang istri pun sudah selayaknya bangga akan pencapaian suaminya, yang
merupakan buah dari upaya dirinya men-support suami. Dari situ akan timbul
saling menghormati antara suami dan istri .
Sehingga tak ada aroma persaingan, yang ada adalah satu team sinergi
dalam menjalankan keluarga.
Ada lagi salah satu contoh unik, kisah nyata sinergi dalam rumah tangga. Sorang wanita memiliki karier yang
baik dan jabatan tinggi. Sementara
suaminya tidak bekerja, dan sehari-hari bertugas mengurus rumah dan anak-anak
mereka. Hal ini berlangsung cukup lama, dan pasangan ini tetap harmonis. Sang
istri sangat menghormati dan sangat mengapresiasi suaminya, sementara suaminya
pun benar-benar tulus mendukung sang istri. Saat ini pasangan suami istri ini
sudah pindah ke luar negeri. Anak-anak mereka sudah besar dan dan sekarang sang suamilah yang menafkahi
keluarga dengan membuka usaha di luar negeri. Begitulah seharusnya hubungan
suami istri dalam bersinergi.
4. Respek dan Apresiasi
Seorang suami idealnya tidak pelit dalam memuji istri, karena pujian adalah salah satu bentuk apresiasi. Maka sebaiknya sering-seringlah mengapresiasi istri . Jangankan untuk hal-hal besar yang
sudah dilalui istri seperti mengandung, dan melahirkan anak, bahkan untuk hal
–hal kecil misalnya ketika istri menyiapkan makanan, mengantarkan anak ke
sekolah, pujilah dia.
Sebaliknya
istri pun demikian. Berikanlah apresiasi kepada suami yang sudah berlelah-lelah
mencari nafkah untuk keluarga, dan juga untuk upaya lain yang dilakukan suami.
Memberi
apresiasi berupa pujian itu tidak susah.
Katakanlah hal manis yang nyaman
didengar pasangan. Misalnya
ketika mengantarkan suami ke kantor. Sebelum sang suami turun
dari mobil, istri berkata,
“
Selamat bekerja, Mujahidku...semoga Allah mudahkan sukses dan barokah”
Kalimat
singkat, padat dan simple itu menjadi suntikan energi luar biasa bagi suami. Mudah, namun powerful, kan?
Bagaimana
dengan respek? Respek itu maksudnya adalah jangan semena-mena dalam bertindak
dan berkata-kata. Jangan mentang-mentang sudah menikah lama lalu berlaku
seenaknya pada pasangan. Tetaplah perlakukan pasangan dengan sebaik-baik perlakuan
. Bicara dengan sopan, bertindak dengan
santun.
5. Kemesraan
Tanaman
kalau tak diberi pupuk tak akan tumbuh dengan baik. Kemesraan itu ibarat pupuk bagi pohon cinta. Kemesraan juga sesungguhnya adalah
ungkapan kasih sayang, yang bisa dilakukan baik dengan sentuhan maupun
kata-kata. Mengapa? Karena cinta itu
kata kerja, sehingga harus ada action atau perbuatan. Bagaimana pasangan bisa tahu bila dia
dicintai kalau tak ada ungkapan kasih sayang?
Rasulullah
SAW memanggil istrinya Aisyah Ra dengan
panggilan mesra “ Humairah” yang artinya “ pipi yang kemerah-merahan” . Bayangkan bagaimana
rasanya istri yang dipanggil dengan demikian mesranya.
Mas
Ronny menyarankan para ayah untuk menjaga api cinta dalam rumah tangga dengan
kemesraan.
Kalau
ada suami yang bilang,“ Wah.. kemesraan sudah hilang tuh, Pak. Dulu istri saya
mesra, sekarang tidak lagi.”
Kemesraan
itu adalah wujud dari fitrah kasih sayang. Bila dulu di awal pernikahan
sang istri bersikap mesra, lalu setelah bertahun-tahun bergaul dengan suaminya,
kemudian dia tidak mesra lagi, siapa sebenarnya yang telah merusak fitrah kasih
sayangnya?
Nah
.. salah satu kiat supaya bisa mempertahankan kemesraan, bisa dengan teknik
Anchor. Selengkapnya bisa dibaca di SINI
“Ah,
sudah tua juga. Gak perlulah mesra-mesra lagi. “
Benarkah
tak perlu?
Mas
Ronny menceritakan bagaimana ibu mertuanya memperlakukan ayah mertua (almarhum)
saat merawat sakitnya. Dengan penuh kasih sayang, ibu mertua mengurus suaminya,
memijitinya dan memanggilnya dengan sebutan “ Cintaku.. Sayangku..” Alangkah
indahnya! Bisakah dibayangkan bila di
hari tua nanti, bersama pasangan masih terus menjaga cinta dan kemesraan
seperti itu?
Siapa
mau menjalani pernikahan yang hanya menjalankan
kewajiban saja? Apa enaknya bila suami hanya mencari nafkah, lalu istri
mengurus anak, namun tidak ada kemesraan di dalamnya. Kira-kira nyamankah
kondisi seperti itu?
Maka
marilah warnai kehidupan rumah tangga dengan kemesraan, ciuman, pelukan, dan ungkapan
kasih sayang.
Bagaimana
kiat Mas Ronny menunjukkan kemesraan pada istrinya? Biasanya dia membeli karangan bunga cantik
untuk dihadiahkan pada istri minimal
setahun dua kali, pada kesempatan istimewa seperti saat ulang tahun pernikahan
dan ulang tahun istri, ditambah puisi.
Jangan
dikira mudah menulis puisi itu ya. Perlu usaha khusus, misalnya dengan mencari
inspirasi selama beberapa minggu sebelumnya agar bisa menuliskan puisi yang indah dan menyentuh hati. Tidak mudah, namun itu adalah bentuk upaya
untuk menjaga rumah tangganya tetap hangat oleh api cinta.
Bagaimana
kalau istri saat ini tidak mesra? Tidak apa-apa, suami bisa memulai lebih dulu
untuk memberikan kemesraan. Karena kasih
sayang itu fitrah. Mungkin istri tak
mesra akibat suami sendiri yang sudah
merusak fitrah kasih sayangnya. Maka ketika suami berupaya terus untuk
memberikan kemesraan, istri pun akan berubah dan membalas kemesraan itu. Ingatlah bahwa berubah itu mengubah. Siapa
pun yang memulai kemesraan lebih dulu, Insya Allah akan dicatat Allah sebagai sebuah
amal kebaikan.
6. Tumbuh Bersama Lebih Baik
Ada
sebuah lagu indah yang melukiskan bagaimana suami istri bertumbuh bersama dan
menjadi lebih baik. Melihat video clip
lagunya Tulus “ Jangan Cintai Aku Apa Adanya” bikin hati dijalari rasa hangat
dan haru.
Videonya
berkisah tentang sepasang suami istri yang sangat saling mencintai. Sang suami
bekerja menjadi badut keliling, sementara istri sangat mengaguminya. Istri tak
pernah mengeluh, bahkan selalu memuji apa pun hasil yang didapat suami.
Sang
istri berjuang melahirkan anaknya. Kemudian
terlukis betapa bahagianya mereka berdua ketika menimang bayi. Di bagian akhir digambarkan sang suami
telah meraih sukses, mereka menjalani masa tua yang nyaman di rumah yang besar
ditemani cucu-cucu mereka. Masa tua yang indah dengan cinta yang selalu
terjaga.
Sebait
syair lagu itu sangat menyentuh,
Jangan cintai aku apa adanya... jangan...
Tuntutlah sesuatu.. biar kita jalan ke
depan..
Apa yang bisa diambil dari lagu ini ? Sepasang suami istri seharusnya saling mendukung untuk sama-sama
bertumbuh dan menjadi lebih baik.
Dulu mungkin istri adalah ibu yang
kurang sabar, sekarang menjadi ibu yang lebih sabar. Dulu mungkin suami adalah
ayah yang tak punya waktu bersama
anak-anak, sekarang menjadi ayah yang meluangkan waktu untuk membangun
kedekatan dengan anak. Dulu pasangan
suami istri kurang mesra, sekarang keduanya saling menjaga dan memupuk
kemesraan.
Jadi tak ada istilah “ Ya aku
begini ini apa adanya. Take it or leave it!” Bukankah kalau hari ini sama saja dengan kemarin, tidak ada kemajuan, maka
sebenarnya kita sedang mengalami kerugian?
Salah satu contoh bertumbuh misalnya seorang suami yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai petroleum engineering. Dilandasi kesadaran bahwa sebagai pemimpin keluaga, suami dan ayah dia butuh ilmu. Maka kemudian dia memutuskan belajar parenting bersama istrinya. Ternyata ilmu parenting itu sangat menarik. Bukan cuma menarik, pasangan suami istri ini menyadari sepenuhnya bahwa parenting adalah urusan dunia dan akhirat. Beda
halnya dengan ilmu petroleum engineering yang sebatas urusan
dunia saja.
Maka demikianlah seharusnya. Suami berkomitmen dengan istri untuk bertumbuh bersama-sama menjadi lebih baik.
7. Kepercayaan dan Keterbukaan
Mengapa
pasangan suami istri perlu saling menunjukkan transparansi atau keterbukaan? Bila
suami istri saling terbuka, maka segala sesuatu akan terasa lebih ringan,
karena tak ada yang disembunyikan.
Apa
pun yang dilakukan suami, istri mengetahui, demikian juga sebaliknya. Sang
suami percaya pada istri karena dia mengenal baik istrinya, demikian juga
sebaliknya. Hal ini menimbulkan keterbukaan dan rasa saling percaya.
Mas
Ronny menceritakan pengalamannya yang agak “ekstrim”. Dulu, di tahun 2002, dia
bersama beberapa teman ditugaskan perusahaan pergi ke Amerika untuk pertama
kali, tepatnya ke New Orleans. New Orleans adalah kota terbesar di negara
bagian Lousiana, terkenal dengan kehidupan malam yang gegap gempita.
Kemudian
dia diajak pergi ke Gentlemen Club, salah satu tempat kehidupan malam. Mas
Ronny menghubungi istrinya lewat telepon untuk meminta pendapat, apakah boleh
atau bagaimana sebaiknya.
Bagaimana
reaksi sang istri? Karena Mbak Oki mengenal baik suaminya , dan yakin suaminya
tak akan melakukan sesuatu yang melanggar komitmen mereka ( waktu itu mereka
baru menikah selama 2 tahun) maka dia santai-santai saja.
“Ya
sudah kalau ingin tahu, pergi saja.” Jawabnya santai.
Teman-teman
Mas Ronny heran, bagaimana mungkin urusan begini kok lapor ke istri? Umumnya
urusan seperti ini akan menjadi rahasia lelaki. Tapi karena ada prinsip saling
terbuka dan saling percaya, Mas Ronny tak ingin memiliki “beban” terhadap
istrinya.
Pengalaman
ke Gentlemen Club itu tak pernah terulang lagi, karena dia tahu itu tidak
benar. Namun intinya adalah lebih nyaman bila istri bisa melihat 100
persen apa yang ada pada suami, demikian
juga sebaliknya, tidak ada yang disembunyikan.
·
Hubungan dengan Orangtua dan Mertua
Dalam menjalankan keterbukaan dan
saling percaya, pasangan suami istri kadangkala menghadapi tantangan dari pihak
keluarga. Misalnya apakah mereka masih tetap bisa saling terbuka dan saling
percaya bila menyangkut urusan orangtua dan mertua.
Ada
suami yang diam-diam memberi ibunya uang, atau istri secara sembunyi-sembunyi memberi orangtuanya
hadiah. Mereka melakukan ini karena
takut diketahui pasangannya. Kenapa takut? Mungkin dari pengalaman sebelumnya,
terjadi keributan atau sikap tak setuju dari pasangannya bila memberi orangtua.
Ini menjadi potensi konflik antara suami istri.
Untuk menghindari hal ini, sebaiknya
sejak awal suami istri sudah saling sepakat untuk memperlakukan orang tua dan
mertua dengan kasih sayang yang sama, baik itu dalam bentuk perhatian, maupun
finansial.
Ada sebuah kisah menarik tentang sepasang suami istri dan ibunya. Suatu hari, si ibu mengeluh pada anak laki-lakinya, tentang mesin
jahit yang sudah tua. Maka si anak dan istinya mengajak ibu
membeli mesin jahit baru di sebuah toko besar. Toko itu memajang berbagai macam
mesin jahit dari yang paling sederhana hingga yang paling canggih.
Sebagai lelaki yang berpikiran logis, dia memilihkan mesin jahit yang cukup
baik, yang menurutnya pas untuk
kebutuhan ibunya. Bukan yang paling mahal, bukan pula yang murah. Yang sedang-sedang saja.
“Bagaimana kalau yang ini saja, Bu?”
“Ya, boleh saja.” Jawab Ibunya.
Tapi ketajaman indra sang istri menangkap
bahwa ibu sebenarnya ingin mesin jahit paling canggih di sudut sana, yang sejak tadi dilirik-liriknya.
Si istri kemudian berbisik pada suaminya,
“ Ibu mau mesin jahit yang canggih
itu. Belikan yang itu saja.”
Maka akhirnya mereka memboyong mesin
jahit canggih yang paling mahal dari toko itu. Wajah sang ibu terlihat bahagia
sekali ketika memperoleh keinginannya.
Mengapa suami menurut saja ketika
sang istri memintanya membeli mesin jahit canggih, padahal untuk ibunya
sebenarnya tak perlu spesifikasi mesin jahit paling canggih?
Kebahagiaan yang bersinar di wajah
sang ibu itu sangat berarti. Mereka telah sepakat, apa pun yang bisa dilakukan
untuk membahagiakan orangtua maupun mertua, akan mereka lakukan, selama masih
ada kesempatan. Karena sesungguhnya, sekeras apa pun upaya anak membahagiakan,
tak akan mampu membalas jasa dan kebaikan yang sudah dilakukan
orangtuanya.
Sudah selayaknya seorang suami dan
seorang istri mencintai dengan tulus dan berterimakasih pada mertuanya sama
seperti mencintai orangtua kandungnya.
Bukankah suami atau istri yang sangat
baik yang kini menemani hidupnya adalah
hasil didikan mertuanya? Mertualah yang berjasa
membentuk, mengasuh dan mendidik suami-atau istri sehingga ia sekarang menjadi seseorang yang membuat bahagia. Dengan
berpegang pada hal ini, hubungan antara menantu, mertua dan orangtua akan
harmonis.
·
Managemen Keuangan
Banyak terjadi kasus istri yang
tidak tahu persis berapa besar penghasilan suaminya. Dia hanya dijatah oleh
suaminya sejumlah uang setiap bulannya.
Mas Ronny berbagi tips pengelolaan keuangan keluarga yang dilakukan
bersama Mbak Okina. Uang yang diperolehnya dari pekerjaan , seluruhnya akan
masuk ke sebuah rekening yang mereka sebut sebagai company account. Company
account ini adalah uang keluarga. Jadi
bukan untuk kepentingan individu suami, atau istri, tapi untuk kepentingan
keluarga.
Kemudian setiap bulan dari company account akan dialokasikan “uang lelaki”, ditransfer ke
rekening Mas Ronny. Lalu ada juga “ uang
istri” yang ditransfer ke rekening Mbak Okina. Uang lelaki dan uang istri ini
untuk kepentingan masing-masing individu, Mas Ronny dan Mbak Okina. Mereka
bebas mau membeli apa, atau mau dipakai untuk apa uang itu.
Sementara Mbak Okina punya
penghasilan sebagai consultan, trainer, psikolog dan sebagainya. Penghasilan
ini menjadi hak Mbak Okina sendiri, tidak boleh diganggu-gugat. Tapi Mbak Okina
dan Mas Ronny punya kesepakatan, 10
persen penghasilan Mbak Oki akan
ditransfer ke Mas Ronny. Dengan penuh canda
tawa mereka menyebut uang itu sebagai uang “jatah preman” Mas Ronny. Uang itu
bebas mau dipakai untuk membeli apapun keperluan Mas Ronny.
Meski Mbak Okina tidak berkewajiban menafkahi suami, keputusan untuk memberi jatah preman ini
diambilnya sendiri, semata-mata untuk membahagiakan suaminya.
Kalau ada suami yang hanya memberi sejumlah uang pada istri untuk
kepentingan keluarga semata, lalu karena istri punya kebutuhan sendiri, terpaksa dia menyisihkan dari sisa-sisa uang
bulanan, itu dzolim. Para suami hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan
istrinya.
Bila suami maupun istri masing-masing memiliki kebebasan finansial (punya
uang lelaki dan uang istri), saling terbuka dan
konsisten menjalankan kesepakatan bersama, konflik akan bisa
diminimalisasi. Bahkan Insya Allah tak
akan terjadi konflik akibat masalah keuangan.
Akhirnya,
harapanku menuliskan ini sebagai oleh-oleh dari Training Enlightening Parenting for
Dads , semoga bisa membuka mata para suami maupun para istri untuk membenahi
komunikasi dengan pasangan, melalui 7 point penting yang tersebut di atas.
Mudah-mudahan
dengan memperbaiki komunikasi suami istri, tercipta rumah tangga sakinah yang menjadi
tempat ideal tumbuh kembang anak-anak generasi gemilang yang terjaga fitrah
baiknya.
13 komentar:
terima kasih sharingnya mbak... banyak PR nih buat saya...
Wow super lengkap. Makasih oleh olehnya mba Juliana Dewi. Duh langsung banyak merenung niih.
Terimakasih banyak sharingnya ya bu. lengkaap sekali. harus banyak yang di perbaiki nih :)
@Retno : yuk kerjain PR nya bareng suami ya😊
@Anggraeni Septi : sama2 Mbak.. setelah merenung, langsung ajak suami action ya😉😁😁
@star leery : sama2.. 😍😍
Super banget artikel nya...
@Yosh Chasez : ☺☺☺😄
setujuuuu suami istri memang harus kompak mbak, satu visi dan misi.
Mbk makasih bnyak yak.
Kumplit.
Share ah ke suamik. 😊
Aku setuju sama poin demi poin nya mbak... terima kasih....
Untuk beberapa poin aku setuju sih,
Jazakillahu khairan mbak..
Posting Komentar