Kantuk hampir
saja mengantar ke alam mimpi ketika
derit pintu kamar yang terkuak menarikku kembali ke alam sadar. Dengan
kelopak mata berat, kutangkap bayangan
laki-laki separuh jiwa itu masuk kamar dengan langkah gontai. Kulirik jam.
Pukul 23.10. Ah... Kasihan sekali Akang, begitulah aku memanggil suamiku, baru sampai rumah hampir tengah malam begini.
Sebuah proyek penting menyita waktunya, ditambah kemacetan parah di Jakarta memaksa ia pulang
lebih larut. Akang menghempaskan tubuh lelahnya di kasur. Lengannya terjulur meraih
dan memelukku.
“Neng, besok
kita harus berangkat touring. Kalau Akang di atas motor, segala penat dan ketegangan rasanya lepas. Akang
benar-benar butuh refreshing supaya di hari berikutnya punya energi baru untuk
menghadapi pekerjaan.”Bisiknya dengan mata setengah terpejam.
“Ya, sayang.
Besok kita berangkat. “Balasku. Kusurukkan wajah di dadanya. Akang mengecup
keningku. Detik berikutnya kami terlelap.
ππ
Jerit kokok ayam-ayam
jantan peliharaan Akang membelalakkan kelopak mataku. Azan subuh berkumandang.
Usai melaksanakan shalat, aku menyiapkan sarapan sambil memberi beberapa
instruksi pada si Mbak.
“Makanan untuk
anak-anak ada di sini ya. Tanya dulu mereka mau makan apa, nanti kamu siapkan
sesuai pesanan mereka. “
Si Mbak
mengganguk. Kemudian aku menyerahkan daftar kegiatan yang harus dilakukan Mbak
agar semua aktivitas anak-anak tetap lancar. Aku tak ingin anak-anak terlantar
karena Mama dan Bapaknya pergi touring.
“Tas touring ada
di mana Neng? “ Tanya Akang.
Yah.. beginilah kalau touring dadakan. Biasanya kami sudah
menyiapkan segala keperluan sejak sehari sebelum berangkat, tak seperti hari
ini. Rencana berangkat sehabis shalat
subuh, eh jam 6.00 malah masih sibuk cari-cari tas. Setelah bongkar sana-sini,
akhirnya dengan cengiran lebar, Akang menunjukkan tas yang dicarinya. Teronggok
di dalam koper di atas lemari dinding kamar.
“Kalau ternyata
ada di situ, kira-kira yang menyimpan tas itu tempo hari Neng atau Akang ya?”
Ucapku, setengah sewot. Aku sempat panik, karena dituduh Akang lupa tempat
menyimpan tas.
“Hahaha... Maaf
ya sayaaang.” Tawa lebar Akang menyurutkan kesalku.
Selanjutnya kami
berdebat masalah barang bawaan. Seingatku hal ini selalu terjadi saat kami
packing.
“Kan sudah ada
jaket touring, Neng. Buat apa lagi bawa mantel?”Protes Akang ketika melihat
seonggok mantel merah di atas tumpukan pakaian.
“Neng harus bawa
mantel merah ini. Mantel ini hangat, dan modelnya Neng suka. Terus kalau
difoto, warnanya cerah.” Sebelum Akang melancarkan balasan, aku segera menutup
argumentasi dengan jurus mutakhir.
“Sayang, Neng
kan cewek. Jadi harap maklum kalau barang bawaan Neng lebih banyak. Selama
nggak kebanyakan barang dan masih muat
di tas, boleh yaa?”
Akang pasrah.
Disumpalkannya mantel merah tebal itu
kedalam tas. Ah..lega.
Aku baru saja
selesai menarik resleiting jaket touring ketika kepala Akang menyembul di pintu
kamar. Wajahnya murka.
“Inilah kelakuan
kucing-kucing liar kurang ajar itu. Neng sering kasih mereka makan, tapi
lihatlah! Ini jas hujan Akang dikencinginya! “
“Sudah Neng
basuh dengan air dan sabun lho, Kang...” Sahutku.
“Masih bau!
“Seru Akang. Seandainya kucing-kucing liar itu, si
Belang, si Culun dan si Cross ada di sana, habislah mereka
diomeli Akang. Tapi karena batang hidung mereka tak tampak, maka aku yang
menjadi sasaran kekesalan Akang.
Untung aku tak terpengaruh. Dengan reframing, aku
bisa maklum. Tentu wajar buat orang yang
sedang butuh refreshing seperti Akang, menjadi gusar akibat jas hujan
kesayangannya dikencingi kucing. Supaya tak ketularan emosi, dengan modal
sub-modality, aku memvisualisasikan sebuah drama di kepalaku.
Drama itu
bersetting di hari akhir, hari pembalasan. Ketika itu malaikat menyeretku ke
depan pintu neraka. Tiba-tiba, ucluk-ucluk muncul Si Culun, Cross, dan Belang. Mereka mengeong-ngeong berdiri berjejer menghadang di gerbang .Dengan
suara cempreng yang nyaring, si Culun berkata,” Ya Allah ya Tuhanku.. Janganlah Engkau masukkan emak-emak
dasteran ini ke neraka. Amalnya mungkin tak banyak, tapi dia rajin memberi kami
makan. Memang sih, kami iseng mengencingi jas hujan suaminya. Meski demikian, tak
kapok juga dia. Masih saja dia beri kami makan. Karena itu, kasihanilah dia Ya
Allah..” Lalu ketiga kucing itu memasang wajah imut-imut menggemaskan. Mengeong-ngeong
manja minta dikasihani . Tuhan pun tak tega. Maka aku tak jadi dimasukkan ke
neraka.
πππππ
πππππ
Drama karanganku
itu membuat aku tertawa geli sendiri.
Aku berdoa, semoga Allah tak menurunkan
hujan selama perjalanan pergi dan pulang touring, sehingga Akang tak
perlu mengenakan jas hujan bau itu. Aku berjanji, setelah pulang touring, akan kurendam jas kesayangan Akang dengan
deterjen paling wangi, kemudian membilasnya dengan berliter-liter larutan
pewangi supaya najis dan bau kencing
kucing sirna.
Jam 7 kami akhirnya
berangkat, meluncur diatas kuda besi,
Kawasaki Versys 650 cc menuju Lembang. Ketika
melewati puncak, udara sejuk membuatku merasa segar. Kuhirup dalam-dalam udara
pagi dengan satu tarikan nafas yang panjang. Ah..nikmatnya!
Di Cianjur kami mampir menikmati bubur ayam langganan. Kemudian perjalanan berlanjut menyusuri bentang alam yang indah. Perjalanan dihiasi jalan berkelok, menanjak dan menurun, lembah, jurang, sawah, sungai, ladang, dan bukit-bukit hijau yang cantik. Lamunanku melayang kian kemari terbuai indahnya pemandangan.
Cuaca cerah menaungi langit. Tak kulihat sedikit pun awan mendung bergantung. Langit bersih dengan awan putih dan kemilau matahari menjadikan perjalanan sangat menyenangkan.
Kami tengah
menyusuri jalan kecil yang makin menanjak dan berliku-liku, ketika tiba-tiba
masuk ke sebuah jalan besar yang cukup ramai. Aku melirik jam, pukul 10.57 WIB.
Sebuah baliho terpampang di pinggir
jalan. Di situ tertulis promosi kuliner Lembang. Wah... ternyata kami sudah
sampai di Lembang! Cepat sekali rasanya. Hehehe... Alhamdulillah..
“Neng, kita
menginap di mana ya?” Tanya Akang.
Inilah seni
touring dadakan. Kami bahkan belum sempat browsing mencari hotel. Nekad saja, langsung berangkat. Akang menghentikan motornya di pinggir jalan. Dia menekuri
ponsel di tangan, mencari info hotel.
“Neng ingin ke
Farm House kan? Kalau begitu kita cari hotel yang dekat Farmhouse saja ya? “ Tanya Akang.
Aku mengangguk.
Akang men-setting GPS menuju sebuah hotel yang berada di sekitar lokasi Farmhouse. Kemudian kami menyusuri jalan mengikuti arah yang ditunjukkan GPS.
Alhamdulillah,
akhirnya kami dapat hotel. Jam
menunjukkan pukul 11.30, ketika aku menghempaskan tubuh di atas ranjang empuk.
“Akang shalat
Jumat dulu ya, Neng. Habis ini kita jalan-jalan. “ Akang beranjak
meninggalkanku. Dia bersama petugas hotel berjalan kaki menuju masjid.
ππ
Jam 13.50, setelah
memarkir motor di seberang lokasi Farmhouse, kami berjalan kaki memasuki area
tempat wisata itu.
“SELAMAT DATANG.
Pengunjung Farmhouse diwajibkan membeli voucher susu murni atau untuk
pembayaran makanan di resto Rp. 25.000/orang.”
Demikian yang
tertulis pada sebuah papan di pintu masuk. Aku
membeli dua buah voucher yang langsung kami tukarkan dengan susu murni
di stand penukaran voucher. Kami baru sadar kalau ternyata haus sekali. Aku pilih susu rasa strawberry, akang pilih susu murni. Sebentar saja susu sapi itu sudah habis diseruput. Segarnya...
Farmhouse Susu
Lembang adalah tempat wisata yang tengah hitz dikalangan traveller. Lokasinya
terletak di Jalan Raya Lembang No.108, Gudangkahuripan, Lembang, Kabupaten
Bandung Barat. Konsep tempat wisata ini adalah perpaduan peternakan dan
perkebunan ala Eropa.
Suasana Lembang
yang sejuk sedikit banyak menyumbang kemiripan dengan suasana musim semi di
Eropa.
Sebuah tiang
penunjuk arah berwarna merah tegak di sudut dekat sebuah kolam. Kami memilih arah ke Petting Zoo, dan rumah Hobbit.
Petting Zoo
adalah kebun binatang mini yang isinya beberapa jenis unggas seperti burung,
ayam, dan angsa. Aku tak terlalu tertarik pada kandang-kandang unggas ini. Lha, di rumah, tepatnya di taman samping sudah
banyak ayam hutan dan pelung peliharaan Akang yang dirawat tukang kebun kami.
Di sebelah
Petting Zoo terdapat Rumah Sosis yang menjajakan berbagai jenis sosis dan
makanan ringan.Aku terpesona melihat sosis Super Jumbo yang panjang sekali
ditata di freezer. Rasanya ingin kubeli, tapi ketika ingat bahwa kami naik
motor, aku membatalkan niatku. Betapa
repotnya mengemas sosis itu di box
motor. Tidak muat! Hehehe..
Setelah membeli sebungkus
besar kripik singkong untuk cemilan, aku dan Akang meneruskan penjelajahan di Farmhouse.
Aiih... ada
domba-domba putih ginuk-ginuk yang lucu dan menggemaskan! Mereka jinak sekali,
bahkan berani mendekat minta diberi makan wortel oleh para pengunjung. Ketika
kusentuh bulu domba itu terasa empuk dan hangat. Bulu-bulu mereka sudah
dirapikan, sehingga tidak gimbal. Jadi gemas rasanya ingin mencubit-cubit domba
lucu itu. Binatang imut itu dipakaikan “pampers” yang diikatkan ditubuhnya,
supaya kotoran tak mengotori area tempat mereka berkumpul. Pengunjung bisa
membeli wortel-wortel mini untuk diberikan ke domba. Harganya Rp. 10.000,- per ikat
atau Rp. 15.000 per kantong.
Disebelah tempat
domba, ada rumah kelinci yang kandangnya cantik sekali. Kandangnya pun dibuat
bergaya Eropa.
Aku melihat
orang-orang berbaris rapi menghadap sebuah bangunan. Ada apa ini? Rupanya mereka
mengantri untuk berfoto di depan Rumah Hobbit. Ingat film The Lord of the Rings?
Nah, Rumah Hobbit ini adalah tiruan rumahnya Frodo dalam film yang aslinya bersetting di Selandia
Baru. Aku dan Akang pun ikut berbaris
di antrian itu supaya bisa berfoto dengan latar belakang Rumah Hobbit dengan bentuk pintu yang bulat hijau dan atap
yang rendah.
Ada kandang sapi
dengan anak-anak sapi berbulu hitam-putih yang lucu-lucu. Ada juga kandang-kandang iguana, sugar glider
dan anak-anak landak.
Banyak
sudut-sudut cantik yang instagrammable di tempat ini. Bangunan-bangunan dibuat
bergaya Eropa tepatnya seperti bangunan di Belanda. Aku pernah berkunjung ke
Belanda, dan memang terasa ada kemiripan dengan suasana di sana.
Hamparan tanaman
hijau berbunga-bunga mirip suasana di taman bunga Keukenhof, meskipun tetap
saja ada bedanya terutama dari jenis bunga yang ditanam. Di Keukenhof bunga
sebagian besar berjenis tulip berbeda dengan bunga-bunga yang ditanam di
Farmhouse.
Bentuk bangunan
mirip dengan bangunan-bangunan yang terdapat di desa nelayan Volendam. Ada juga
tiruan kincir angin yang makin mengentalkan suasana Holland ditempat ini.
Di sini terdapat deretan toko-toko makanan, souvenir, resto, cafe dan tempat duduk untuk bersantai menikmati suasana. Terdapat air terjun buatan, jalan dan dinding-dinding dari batu alam, tanaman hias cantik yang tertata rapi, caffe yang dinaungi atap berbentuk payung, bangku-bangku kayu, tiang-tiang artistik dengan tanaman hias, dan pohon-pohon yang rindang. Sangat menyenangkan menghabiskan waktu di tempat ini.
Pengunjung
bisa menyewa baju ala gadis Belanda
dengan sewa Rp. 50.000,- per jam, kemudian mereka difoto dengan pakaian Noni
Belanda itu sebagai kenang-kenangan.
“Neng mau nggak
pakai baju Noni Belanda?” Tanya Akang.
Aku menggeleng. “Malas ah. Sayang waktunya dipakai buat antri
dan berdandan. Enakan jalan-jalan menikmati suasana. “ Sahutku.
Kami kembali
jalan-jalan menikmati suasana sambil berfoto-foto, hingga tiba saat shalat
Ashar. Aku dan Akang melaksanakan shalat di Musholla luas yang terdapat di lantai
atas, diapit toko roti dan caffe.
Jalan-jalan ke
Farmhouse sungguh menyenangkan. Aku sebenarnya ingin menikmati Eropa bersama
Akang, karena dulu saat ke Eropa aku bersama sahabatku. Sayangnya dengan kesibukan
Akang yang demikian padat ini, entah kapan kami bisa punya waktu agak lapang
untuk jalan-jalan ke luar lagi. Jadi touring ke Farmhouse ini lumayan bisa
mengobati keinginan itu. Hehehe... By the way, aku salut dengan arsitek yang merancang
Farmhouse. Bisa dikatakan dia berhasil memindahkan sekelumit Eropa ke Lembang.
Setelah shalat
kami memutuskan keluar dari Farmhouse untuk mencari makan siang yang sudah
kesorean. Setelah menikmati sate dan tongseng, aku kembali mensetting GPS
mencari jalan menuju Floating Market. Nantikan kisah touring kami selanjutnya ya...
Ih keren banget ya tempatnya :)
BalasHapus@Farida : iya..pengen ke sini lagiπ
HapusSeru banget tempatnya ya Mbak, apa lagi kalau perginya bareng suami gitu, makin romantis aja jadinya.
BalasHapusEhem.., doakan aku supaya bisa kayak mbak juga nanti setelah menikah ya. Salam kenal mbak :)
@Yelli Sustarina : Aamiin..semoga diijabah. salam kenal jugaπ
Hapusiia tuh, tempatnya keren
BalasHapuswaaaah keren. great note! pengeeeen
BalasHapusKalau ke farmhouse hari libur minta ampun juga ya. fotonya keren keren nih
BalasHapusulasanya menghibur banget bikin betah baca slm kenal
BalasHapusSalam safety riding Mbak dan Akang.. mbak and Akang pernah lewat jalur bojong sawit purwajarta nggak? ... soalnya pernah papasan deh dengan Versys 650 nya terus boncengan gitu kaya Mbak sama si Akang nya.
BalasHapusPurwakarta maksud saya..
BalasHapusJadi inget dulu saya sering touring tandem bareng istri.. sekarang istri sdh menetap di kota Banjar.. jadi saya solo touring terus Cikarang - banjar tiap bulan.
@dian nafi : hayuk touring juga ke Lembang
BalasHapus@phadli antonio : kami ke sana hari Jumat, sengaja biar gak terlalu rame
BalasHapus@Villa Putih : salam kenal juga
BalasHapusSurnata Os : hehe.. iya kami pernah lewat bojong sawit purwakarta :-)
BalasHapus