Siang itu, di
sebuah caffe di kawasan Cilandak, aku
dan Mbak Gita bertemu untuk membicarakan sebuah proyek buku. Gelas-gelas kopi,
kue-kue, dan laptop tertata di meja kami, menjadi saksi obrolan seru yang mengalir.
Mbak Gita dan
aku punya banyak kesamaan. Kami sama-sama suka menulis, sama-sama blogger, mantan
tukang ngomel yang sudah insyaf dan terus
berupaya menjadi emak terbaik buat
anak-anak, aktifis parenting, senang berbagi ilmu, gemar belajar, rajin
menabung, baik hati dan tidak sombong. Eh.
Hehehe…
Kedekatan kami
terjalin kian erat di komunitas alumni training Enlightening Parenting-nya Mbak Okina Fitriani. Banyak
respon positif berupa sharing keberhasilan dalam menerapkan teknik-teknik
Enlightening Parenting pada pengasuhan anak yang dilakukan anggota komunitas. Kami berdua merasa sayang sekali kalau berbagai
pengalaman tersebut hanya dinikmati komunitas ini saja. Timbul ide untuk
mengumpulkan pengalaman-pengalaman para orang tua menerapkan pengasuhan dalam sebuah buku. Nah, rencana membuat buku
itulah yang kami rundingkan.
Ketika
pembicaraan beralih ke topik mencari penerbit, Mbak Gita berkata,
“Coba aku tanya
sama kakak sepupuku ya. Namanya Bang
Fuadi. Dia penulis novel Negeri 5 Menara.”
Berasa tak
percaya, aku terpelongok.
“Apa? Maksudnya
A. Fuadi? Penulis novel trilogi Negeri 5 Menara? Itu sepupumu?”
Anggukan kepala
Mbak Gita seolah menjadi pemicu rasa yang membuncah di dadaku. Aku tak paham
apa nama jenis emosi ini. Pokoknya perasaaanku melambung-lambung tak
terkendali. Efeknya tanpa sadar aku
berkali-kali menepuk lengan eh, memukul lengan Mbak Gita. Girangnya tak
tanggung-tanggung! Kasihan Mbak Gita jadi korban.
“Kok bisa?
Kenapa gak bilang dari dulu kalau dirimu itu sepupunya penulis idolaku, Mbak
Gitaaa! Semua novelnya aku suka. Samudra katanya keren banget!” Entah bagaimana
rupa wajahku. Sepertinya mirip ABG yang
tersengat euphoria bakal ketemu
idolanya.
Cihuuy... Ketemu Bang Fuadi |
Seminggu
kemudian, usai sharing parenting di sebuah sekolah, aku benar-benar dipertemukan Mbak Gita dengan
Bang Fuadi! Cihuuy. Kuakui, aku mengerahkan segenap kemampuan memaksimalkan
penggunaan Pre Frontal Cortex (PFC) alias bagian otak yang berfungsi menahan
keinginan dan mengendalikan diri, demi melawan otak reptilku yang gencar mengirim
sinyal mendesak-desak ingin berprilaku
seperti ABG ketemu idolanya. Kalau saja PFC-ku tak terlatih, pasti sudah habis
Bang Fuadi kupeluk-peluk. Hahaha.. Alamat kena amuk si Akang dan kena pentung
istrinya Bang Fuadi kalau sampai kejadiannya begitu. Alhamdulillah aku masih bisa bersikap waras.
Pembicaraan
dengan Bang Fuadi membuahkan rencana untuk memperdalam kemampuan menulis dengan
mengadakan workshop menulis ala Bang Fuadi. Beberapa anggota komunitas EP menyatakan keinginan untuk ikut kelas menulis
ini.
Aku dan Mbak
Gita menganggap pelatihan ini penting untuk mengasah kemampuan menulis. Sudah
terbayang, buku parenting kami nanti meskipun
berisi penerapan teknik-teknik pengasuhan, tapi tetap ringan, gaya penuturan
dengan rasa dan logika, asyik dibaca, mudah dipahami, dan bisa
diterapkan para pembaca.
Tanggal 7
Januari 2017, akhirnya tiba juga. Workshop berlokasi di Routine Caffe and Eatery milik Mbak Yuyun
di Bintaro Sektor 7. Caffe cantik dengan penataan ruang bergaya warehouse atau industrial ini membuat
kami, para peserta yang berjumlah 18 orang, betah duduk berlama-lama menerima
materi dari Bang Fuadi.
Bang Fuadi
membuka pelatihan dengan menayangkan video singkat tentang bagaimana menulis
mempengaruhi hidupnya. Kami dibuat terpesona oleh limpahan berkah yang didapat dari
menulis novel Negeri 5 Menara. Novel itu sudah membawanya ke berbagai negara
dan berbagai forum untuk berbagi ilmu, pengalaman, cerita, dan budaya. Bahkan “The
land of Five Towers” Negeri 5 Menara versi bahasa Inggrisnya kini sudah
dijadikan referensi di University of California, Berkeley USA. Novel itu pun
sudah difilmkan.
“Sebelumnya
tidak terbayang, saya bakal kenal dengan orang-orang dari dunia film, musik dan
entertainment. Kita bisa menembus batas lewat tulisan.” Ujarnya sambil
tersenyum.
Salah satu
latihan yang menarik untuk membuktikan bahwa setiap orang bisa menulis cerita
adalah membuat ceria estafet. Caranya,
diawali dengan sepotong paragraf.
“Saya telat. Saya berjalan terburu-buru di troatoar dengan baju lengket
oleh keringat. Bus itu berhenti tepat di depan penjual the botol itu. Lalu saya…”
Setiap peserta
workshop secara bergiliran dan estafet meneruskan cerita itu. Kegiatan ini dilakukan
dalam waktu singkat tanpa terlalu banyak
berpikir. Dengan cara ini peserta dilatih berpikir cepat, kreatif dan spontan. Ternyata
cerita yang dihasilkan menjadi seru, bahkan lucu. Hal ini membuka kesadaran
bahwa setiap orang mampu mengembangkan cerita, dan setiap orang bisa menulis
cerita.
Semangat latihan cerita estafet |
Kemudian Bang
Fuadi membagikan pengalaman menjalani proses penulisan Novel Negeri 5 Menara. Pondasi yang kuat untuk menulis dimulai dari “Why”
atau alasan menulis. Idealnya penulis mampu menemukan alasan mengapa dia
menulis. Semakin besar dan semakin kuat
alasan menulis , akan semakin bagus. Bila sang penulis bisa memperkuat
alasannya, dia akan memperoleh suntikan stamina menulis yang tak terputus.
Selanjutnya “What”.
Poin ini adalah tentang subjek apa yang
akan ditulis. Bang Fuadi mendorong untuk mencari tahu apa yang benar-benar
disukai, diminati, dikuasai, karena hal itulah yang akan mendorong seorang penulis untuk menulis
dengan hati. Menulis dengan hati membuat tulisan memiliki rasa. Sehingga siapa
pun yang membaca bisa turut menikmati emosi, dan rasa yang dituangkan dalam
tulisan.
Poin selanjutnya
adalah “How”. Ini tentang teknis menulis. Yang harus dilakukan adalah mempertajam
kemampuan menulis dengan belajar menulis, kemudian melengkapi referensi baik
dari catatan pribadi, foto, buku-buku, surat, dokumen, dan lain-lain. Lakukan
juga riset dengan membaca berbagai informasi, kamus, thesaurus sehingga tulisan
yang dibuat tetap sejalan dengan logika.
Selanjutnya
adalah “When”. Lakukan tindakan nyata dengan konsisten menulis setiap hari.
Mencicil sedikit-sedikit, lama-lama menjadi buku.
Bang Fuadi berbagi
kiatnya membangun karakter tokoh dalam tulisan fiksi.
“Penulis bisa bebas berkreasi, akan dibentuk seperti
apa karakter tokoh-tokoh dalam tulisannya. Mau dibuat antagonis, protagonis , punya trauma,
keinginan, ketakutan, dibuat bahagia, menderita, bahkan dibuat mati pun bisa. Penulis
adalah Tuhan kecil.”
Kemudian Bang
Fuadi menjelaskan tentang plot atau alur
cerita. Ada 8 fase plot klasik. Yaitu
stasis (kehidupan normal), trigger (terjadi sesuatu yang tidak biasa), quest
( tokoh harus memutuskan sesuatu), surprise ( ada halangan), critical choice
(memaksa tokoh utama mengambil keputusan penting),climax (mempunyai konsekuensi
dan akibat), reversal (hasil berupa perubahan situasi), resolution (berakhir
dengan bahagia atau tidak).
Setelah
dipikir-pikir rasanya ingin
jingkrak-jingkrak kesenangan, karena beberapa tulisanku sudah memiliki plot
seperti itu meski aku baru tahu teorinya sekarang. Artinya, secara alam bawah
sadar, pengetahuan tentang plot ini sudah masuk ke otak. Bisa jadi karena
kegemaran membaca novel atau tulisan fiksi lainnya. Aku jadi makin kagum pada kebesaran
Allah menciptakan alam pikiran manusia. Ada
alam sadar dan alam bawah sadar yang seharusnya bisa dimaksimalkan
penggunaanya. Masya Allah..
Salah satu
bagian favourite-ku dalam pelatihan ini adalah tentang setting.
“Gunakan 5
indera untuk menggambarkan setting. Bagaimana tampaknya, bagaimana aromanya,
bunyi, rasa, dan sentuhan. “
Kalimat yang
dilontarkan Bang Fuadi itu langsung menghantarkan aku pada salah satu materi
dalam Enlightening Parenting, tentang ketajaman indera. Bagaimana menggunakan
VAKOG (visual, auditory, kinestetis, olfactory, dan gustatory) untuk berbagai
tujuan. Ah, ilmu Allah itu
ternyata saling
berhubungan.
Yang juga
menarik adalah tentang dialog. Fungsi dialog adalah memajukan cerita, memberi
info dan menguatkan karakter.
“Perkuatlah
dialog dengan menampilkan gestur pada tulisan. “ Ucap Bang Fuadi.
Kata gestur sudah demikian akrab ditelingaku sejak
mempelajari teknik Enlightening Parenting. Gestur merupakan bentuk komunikasi
non-verbal berupa aksi tubuh, misalnya gelengan kepala, tatapan mata, gerakan
bola mata, lambaian tangan, mimik wajah, dan bentuk bahasa tubuh lainnya.
Penelitian
menunjukkan bahwa bahasa non verbal memiliki pengaruh yang besarnya 55%, jauh
lebih besar efeknya dalam berkomunikasi dibanding bahasa verbal yang cuma 7 %
saja. Maka sangat masuk akal bila dikatakan gestur dalam tulisan bisa
memperkuat dialog. Namun untuk bisa
menungungkapkan gestur dengan pas dalam dialog merupakan tantangan tersendiri.
Sungguh menarik!
Mbak Ninie, peserta dari Palembang dapat hadiah buku |
Secara
keseluruhan acara workshop menulis bersama Bang Fuadi sangat menarik dan
bermanfaat. Aku senang melihat para
peserta yang antusias. Ada yang datang
dari Palembang, Solo, dan Jogjakarta, khusus untuk menimba ilmu menulis lho..
Semoga semangat
menulis yang dihembuskan Bang Fuadi bisa terus menyulut semangat kami untuk
menulis, menulis, menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan. Bismillah….
Alhamdulillah...Mari berkarya Dan bermanfaat melalui tulisan
BalasHapus@Moordiningsih : hayuuk... semangaaatπππππͺπͺπͺπππππ
HapusMakin semangat nulis baca tulisan mbak iwed nih. Saya mulainya dengan buat mapping dulu. Idenya semakin berkeliaran di kepala ku mbak
BalasHapusMakin semangat nulis baca tulisan mbak iwed nih. Saya mulainya dengan buat mapping dulu. Idenya semakin berkeliaran di kepala ku mbak
BalasHapus@Tabitha : o iyaa....mind mapping. keren ituππ. semoga hasil mind mapping-nya bisa segera dituangkan dalam tulisan yaπ
HapusMasyaAllah, juaraaaaa.. Jadi mereview lagi suasana dalam ruangan..
BalasHapusYang aku paling ingat, bang Fuadi juga bilang,
"Menulis sebenarnya adalah inner journey, Perjalanan ke dalam diri"
Semoga bisa istiqomah nulis kaya mba Iwed. Biar bisa double bahkan tripel manfaatnya :)
Love you, mbak!
@Ratna Kumalasari : Love you too, Mbak Ratnaπππ
HapusSempet kecewa saya ga bisa ikut kls menulis ini..tp Alhamdulillah, repprtasi-nya Mb Iwed membuat sy merasa ikut hadir disana dan mendapatkan semangatnya...thks
BalasHapus@Toko Online Bunda Jogja : Alhamdulillah.. terimakasih Mbak, sudah baca reportase iniπ
HapusDari tulisannya, kebayang betapa menariknya materi yang diberikan. Ada yang aku sontek yaaaa!
BalasHapusHehehe
@Ratna Amalia : boleeeh.. sontek ajaaah. hehehe..ππππ
HapusSuntikan stamina menulis...Wah, saya butuh banget! Saya kok jd pengen jingkrak2 juga. Serasa hadir di situ melahap ilmu beliau. Trimakasih Mbak Iwed, sudah mentransfer ilmunya. Smg Allah trs menambah ilmu untuk Mbak.
BalasHapusBaca awal-awalnya jadi ikut seneng. Kebawa suasana kalau ketemu idola....
BalasHapusTrims mba juliana.. kebagian juga ilmunya sedikit... :)
BalasHapus