Ingin suami berubah menjadi lebih peduli dan terlibat dalam pengasuhan anak?
Ingin suami juga belajar ilmu parenting supaya bisa satu visi dalam menerapkan pola asuh anak?
Selama keinginan itu masih tergantung pada kendali di luar diri kita, keinginan itu berpotensi besar membuat frustasi karena tidak akan tercapai.
Jadi bagaimana? Apakah kita tak boleh berharap orang lain berubah?
Menentukan tujuan itu ada caranya. Buatlah tujuan itu spesifik dan terukur, dengan diri kita sendiri sebagai pemegang kendalinya, bukan pada orang lain.
Kalau tujuan yang kita dengung-dengungkan dalam kepala kita ganti bentuk kalimatnya menjadi seperti ini : " Menemukan cara yang tepat untuk mempengaruhi suami belajar parenting dan terlibat pengasuhan anak."
Maka alam bawah sadar akan lebih mudah menterjemahkan tujuan itu. Apalagi kalau detail dari tujuan itu lebih diperjelas. Misalnya ukuran keberhasilannya adalah bila suami mau ikut training parenting, kemudian menerapkan ilmunya dalam berinteraksi dengan istri dan anak-anak. (Spesifik dan terukur).
Kalimat " menemukan cara yang tepat untuk mempengaruhi.. " itu menunjukkan bahwa kendali ada pada diri kita sendiri. Bukankah kita yang harus mencari caranya, berhasil atau tidak tergantung usaha kita sendiri.
Lalu, dengan menggunakan prinsip 5 pillar komunikasi yaitu selesaikan emosi, fokus pada tujuan, bangun kedekatan, gunakan ketajaman indera dan flexible dalam bertindak, lakukan saja berbagai cara untuk mempengaruhi. Susun strategi persuasi. Kalo satu cara belum berhasil, ganti cara lain ( flexible dalam bertindak, tidak ada kata putus asa).
Jadi kalau ingin orang lain berubah, ubah dulu cara kita menetukan tujuan, ubah dulu cara kita berinterkasi atau berkomunikasi dengan orang yang dimaksud.
Hasil tak akan mengkhianati upaya. Percayalah! Berubah itu mengubah.
Tahun 2014, terdorong oleh keinginan menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku, aku mulai belajar parenting. Semakin banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku butuh partner yang sejalan.
Sayangnya, upayaku meyakinkan suami tercinta, si Akang, untuk ikut serta dalam
proses pengasuhan yang didasari ilmu parenting tak bersambut.
Ajakanku untuk
ikut training parenting, atau minimal membaca buku yang aku tulis bersama
trainer dan sahabat-sahabatku selalu ditepisnya. Aku masih bersyukur si Akang
tetap mengizinkan aku ikut training, mengurusi pelaksanaan training,
memperdalam ilmu parenting bahkan sampai ke luar negeri. Tapi tetap saja dia merasa tak butuh belajar
parenting.
Menurutnya sudah
benar. Bahwa Ibu adalah pelaksana pengasuhan, sedangkan Ayah sebagai penegak
peraturan, bagian yang melakukan ketegasan dan hukuman. Singkatnya menurut si
Akang dulu, kalo anak-anak bandel, maka
Akanglah yang akan maju untuk
memarahi dan menghukum anak. Konsep yang seperti itu sangat tidak cocok dengan
ilmu The Secret of Enlightening Parenting.
Berbagai upaya
persuasif aku lakukan. Mulai dari cara
yang halus. Misalnya aku sering menceritakan sahabat-sahabatku yang telah
mengalami transformasi dari ibu yang galak semacam singa betina, hingga
Godzilla. Sahabat-sahabatku mampu
berubah menjadi ibu yang asyik, fun, dengan bermodal ilmu parenting. Mereka
lalu menuai cinta anak-anaknya.
Aku juga menceritakan betapa positifnya
lingkungan sahabat-sahabatku yang sudah mempraktekkan ilmu parenting. Bagaimana
mereka menerapkan ilmu dengan konsisten
dan kongruen, hasilnya membahagiakan.
Aku menceritakan betapa mengasyikkan berinteraksi
dengan guru sekaligus trainerku, Mbak Okina Fitriani. Bagaimana dia sebagai
role model yang sudah menerapkan ilmunya pada anak, suaminya, dan juga para client-nya. Setiap kesempatan bertemu dengan Mbak Okina kumanfaatkan untuk menimba ilmu.
Aku kerap menemukan insight baru yang mencerahkan.
Belum mempan
dengan segala cerita itu, aku sering men-tag si Akang di postingan status FB,
foto-foto dan postingan website-ku tentang pencapaian yang
kami lakukan. Baik dalam pelaksanaan training,
maupun kegiatan sosial yang
dibiayai royalti buku The Secret of Enlightening Parenting, yang Alhamdulillah dicetak ulang penerbit Gramedia dengan logo national best seller. Tujuanku tak lain
untuk menggugah hatinya, supaya ikut serta dalam gerakan membangun generasi gemilang. Hasilnya? Belum
ada. Hehehe…
Lambat laun,
prinsip yang dicanangkan bahwa ayah perannya adalah bagian marah-marah mulai
menampakkan hasil.
Anak-anak
menjaga jarak dengan Akang. Image Akang
di mata anak-anak adalah “tukang marah-marah”. Meski pun Akang suka membelikan
barang-barang sesuai keinginan anak-anaknya, tapi image yang terlanjur melekat
dalam alam bawah sadar tetap tak membuat anak-anak nyaman bersama
Bapaknya. Tak jarang anak-anak menolak dengan tegas, ketika Bapaknya ingin
memeluk atau mencium mereka. Sebaliknya, dengan Mama, anak-anak merasa lebih
nyaman. Mama bisa bebas memeluk, mencium, membelai anak-anak. Lalu Akang mulai
cemburu. 😎😏
Upayaku terus
berlanjut. Bukankah Allah menilai upaya
manusia, bukan hasilnya. Selama bisa diusahakan, aku terus mencari cara. Hingga
suatu hari. Ada training yang dilaksanakan di Jogjakarta.
Aku memanfaatkan kesempatan ini dengan mengiming-imingi Akang bahwa akan asyik jadinya kalau ikut training sambil menjalankan hobinya touring naik motor besar. Aku juga mengatakan bahwa Mbak Okina Fitriani bisa meluangkan waktu memberikan terapi untuk Akang, yang mengalami phobia ruang sempit. Hal ini membuat Akang tertarik.
Aku memanfaatkan kesempatan ini dengan mengiming-imingi Akang bahwa akan asyik jadinya kalau ikut training sambil menjalankan hobinya touring naik motor besar. Aku juga mengatakan bahwa Mbak Okina Fitriani bisa meluangkan waktu memberikan terapi untuk Akang, yang mengalami phobia ruang sempit. Hal ini membuat Akang tertarik.
Kali ini upayaku
mulai menampakkan titik terang. Singkatnya, aku berhasil mengajak Akang ikut
training di bulan Juli 2016, dilanjutkan
dengan training berikutnya di bulan September 2016. Butuh dua tahun berusaha. Alhamdulillah…
Pencerahan dari
ilmu yang dipelajari mengubah pandangan Akang tentang konsep pengasuhan anak.
Dia sadar bahwa dia harus berubah. Berubah dari tukang marah-marah jadi Bapak
yang asyik, yang fun, yang penuh cinta dan kasih sayang. Aku bersyukur tiada henti. Ternyata janjiNya
bahwa tidak ada hasil yang mengkianati upaya, terbukti.
Upaya dimulai
dari belajar menyelesaikan emosi. Cara paling simple adalah dengan merendahkan intonasi atau nada bicara. Lalu memandang anak sebagai tamu istimewa yang diundang dalam
kehidupan atas persetujuan Allah. Jadi, orangtua harus konsisten memperlakukan anak dengan etika memperlakukan
tamu istimewa.
Orangtua yang
berubah, membuat anak berubah. Aku menikmati setiap proses bagaimana
anak-anak mulai merasa nyaman dengan Bapaknya. Dan tentu saja aku pun menikmati
perasaan yang membahagiakan. Rasanya ingin berteriak. Horeee…. Aku dan si Akang
sekarang satu team!!
Semakin banyak
hal yang kusyukuri dalam hidup. Bukan saja dalam hal pengasuhan anak, tapi kini
Akang pun sudah ikut aktif dalam gerakan mewujudkan generasi gemilang, bersama
aku, dan sahabat-sahabatku. Dia rela menyediakan waktu di weekend yang biasanya
dipakai untuk mengurusi motor-motornya.
Dia ikut menjadi pembicara dalam
training parenting tanggal 19-20 November 2016 di hotel Harris Kelapa Gading. Hal ini dilakukan sebagai upaya menginspirasi para
ayah untuk berperan aktif dalam pengasuhan anak.
Mohon doa agar
kami konsisten ya teman-teman.. Kami,
bersama-sama dengan para sahabat dan
orangtua lainnya bergandengan tangan, membenahi pola asuh anak, mulai dari
rumah sendiri. Semuanya demi mewujudkan mimpi membangun generasi gemilang.
Generasi tangguh yang kelak memimpin dan membawa Indonesia menjadi negara
bermartabat. Negara yang terdepan karena
akhlak mulia rakyat dan pemimpinnya. Insya Allah…
Wah hebat, suamiku jg gitu mba, tapi kadang2 mau jg datang sih kl acara seminar parenting. Untungnya dia dekat banget dgn anak2
BalasHapusKarena keluarga adalah satu tim ya mba.. semangat membangun peradaban
BalasHapusBagaimana kalau bapaknya Mbak,
BalasHapusapa perlu belajar parenting juga ya?
terima kasih
@ Nur Islah : Syukurlah kalau suaminya mau ikut belajar dan dekat dengan anak-anak, sudah bagus itu.
BalasHapus@TS : betul... :-)
@Wadiyo : Bapaknya Mbak, maksudnya Bapak saya kah? Beliau sudah kembali kepelukan Allah SWT