Katerisasi jantung? Duh… sebelumnya tak pernah terbayangkan akan mengalami tindakan medis ini. Membayangkannya saja sudah ngilu, tapi ya
harus dijalani demi mengetahui bagaimana sesungguhnya kondisi kesehatan jantung
dan pembuluh darahku.
Ceritanya, tanggal 20 Oktober 2016
lalu aku menjalani Medical Check Up (MCU) lengkap di salah satu Medical Center di
Jakarta. Kegiatan ini rutin kulakukan 2 tahun sekali untuk mengetahui kondisi
kesehatan.
Pemeriksaan meliputi mata, THT
termasuk audiometri, gigi, pemeriksaan fisik, darah, urine,ultrasonografi,
radiologi, dan elektrokardiografi yang
dilakukan dengan treadmill.
Saat melakukan exercise di treadmill,
berjalan lancar. Petugas sempat menanyakan apakah aku sudah kelelahan, atau
ingin berhenti. Aku merasa baik-baik saja, dan meneruskan exercise sampai
selesai.
Ketika grafik hasil treadmill di cetak, dokter yang memeriksa hasil itu memanggilku
ke ruangannya.
“Bu, hasil uji treadmill menunjukkan
positive ischaemic respon.” Ujar Pak Dokter.
Aku yang tak mengerti jadi bengong
mendengar istilah itu. Rasanya terlalu
canggih di telingaku.
“Artinya apa, Dok?”
“Tampaknya ada sumbatan di pembuluh
darah Ibu. Saya sarankan ibu konsultasi ke dokter jantung dan pembuluh darah.
Nanti saya buatkan surat pengantar untuk MSCT coroner ya.”
Aku mengangguk. Rasanya seram
mendengar kata coroner. Jadi ingat almarhum Papiku yang dulu menderita jantung coroner. Ya Allah…
Saat itu aku langsung memohon ampun
padaNya. Aku tak pernah merasakan keluhan apa-apa selama ini. Merasa baik-baik
saja, tapi kalau kenyataannya demikian artinya aku tanpa sadar selama ini sudah
lalai menjaga kesehatan. Apakah ini yang sering disebut orang bahwa penyakit
jantung ibarat silent killer. Tak ada
gejala tapi ternyata….
Sampai di rumah, aku banyak merenung.
Memandangi wajah anak-anakku ,jadi sedih. Dengan kondisi pembuluh darah jantung
yang ada sumbatannya, bisakah aku tetap menjaga dan merawat anak-anak dengan
baik? Betapa ingin aku terus mendidik
dan menjaga mereka, menyaksikan mereka tumbuh dewasa, menjadi generasi
gemilang, melahirkan cucu-cucuku, calon penghuni surga.
Melihat suami juga jadi sedih.
“Kalau Neng meninggal duluan, jaga
anak-anak ya Kang. Jangan disia-siakan. “ Ucapku pada suatu malam, saat
ngobrol mesra sebelum tidur.
Ucapan itu tak dijawab. Akang hanya merengkuh aku dalam pelukannya.
Erat sekali. Wah, jadi drama ini. Hehehe…
Dengan berbekal hasil MCU, aku mendatangi
salah satu dokter jantung ternama di
Bogor, dr Hendro Darmawan SpJP.
Ketika melihat hasil MCU, dia
berkata.
“Kalau dari grafik hasil MCU ini,
memang tampaknya postif ada sumbatan. Ini malah durasinya 9 menit. Cukup lama.
Saya sarankan langsung di katerisasi saja. Kalau hanya di scan, nanti masih
harus ada tindakan lagi untuk mengatasi sumbatannya. Malah keluar biaya lagi.
Tapi dengan katerisasi, bisa terlihat jelas kondisi sesungguhnya pembuluh darah
Ibu. Bila ternyata ada sumbatan yang
sudah diatas 70 persen, harus dipasangkan ring, untuk mencegah sumbatan makin
parah. Nah, itu langsung bisa dilakukan saat itu juga, jadi tidak kerja dua
kali.” Dokter Hendro menjelaskan.
Aku terdiam pasrah.
“Ibu sudah tahu apa itu katerisasi
jantung?” Tanyanya.
Aku menggeleng.
“Katerisasi adalah suatu prosedur invasif minimal dibidang kedokteran Jantung dan Pembuluh
darah (kardiovaskular) dengan cara memasukkan sebuah pipa plastik berukuran
sangat halus. Pipa plastik ini disebut pipa kateter. Nah, pipa ini dimasukkan ke dalam pembuluh
darah mulai dari pembuluh darah perifer hingga masuk ke pembuluh darah jantung.”
Dokter Hendro menjelaskan sambil menatap wajahku.
Lututku lemas. Hiks…
“Tindakan katerisasi jantung
dilaksanakan di ruang katerisasi yang dikenal dengan istilah Catheterization
Laboratory disingkat dengan Cath-Lab. Tindakan
kardiovaskular yang dapat dilakukan di Cath-Lab dibagi dalam dua
kelompok. Yaitu diagnostic kardiovaskular invasive dan tindakan intervensi
kardiovascular invasif. “ Lanjut dokter Hendro.
Aku menyimak penjelasannya dengan
khusyuk meskipun ada istilah-istilah yang tak kupahami.
Dokter Hendro menjelaskan lebih
detail.
“ Diagnostik Kardiovaskular Invasif
meliputi :
1. Angiografi Koroner, yaitu tindakan menegakkan diagnosis adanya sumbatan pembuluh darah
jantung yang meliputi anatomi, lokasi sumbatan, panjang sumbatan, dan
presentasi parahnya sumbatan.
Ilustrasi Katerisasi Jantung |
2. Penyadapan ruang jantung, yaitu tindakan penegakan diagnosis adanya kelainan
rongga-rongga jantung dan pembuluh darah besar sekitarnya, meliputi kelainan
anatomi, adanya kebocoran katup dan sekat jantung maupun pengukuran tekanan dan
saturasi oksigen ruang jantung.
3. Arteriografi Vaskular, merupakan tindakan menegakkan diagnostic adanya kelainan
seluruh pembuluh darah arteri manusia
diluar jantung, meliputi pembuluh darah arteri otak, pembuluh darah arteri
leher, tungkai atas dan bawah, maupun pembuluh arteri ginjal dan hati.
4. Venografi Vascular, merupakan tindakan menegakkan diagnostic adanya kelainan seluruh pembuluh
darah vena, meliputi pembuluh darah vena leher, tungkai atas dan bawah.”
Dokter Hendro berhenti sejenak,
kemudian melanjutkan penjelasannya.
“ Untuk tindakan Intervensi
kardiovaskular Invasif, meliputi :
1. Pemasangan ring/stent pembuluh darah jantung (Percutaneous Coronary
Intervension / PCI) baik secara emergensi yang disebut primary PCI maupun
terjadwal atau disebut elective PCI.
Ilustrasi Pemasangan Ring pada pembuluh darah jantung |
2. Pemasangan Pacu Jantung (Cardiac
Pacemaker) baik secara temporer maupun permanen.
3. Pemasangan Koil Jantung pada konsidi
fistula coroner.
4. Penarikan cairan dari selaput rongga
jantung (Pericardiocentesis)
5. Pemasangan alat pada rongga jantung
seperti Ballon Mitral valvuloplasty (BMV) Atrial Septal Occluder (ASO),
Ampaltzer Muscular VSD Occluder (AMVO), Left Atrial Appendage Closure (LAA
closure) dan lain-lain.
Kalau pada kasus yang Ibu alami,
seandainya nanti ditemukan penyumbatan yang lebih dari 70 persen, maka akan
dilaksanakan tindakan pemasangan ring.”
Aku menarik nafas panjang, berusaha
menyingkirkan rasa ngilu di dada, mendengar
semua penjelasan dokter.
“Jangan khawatir, Bu. Saya
menyarankan katerisasi karena untuk saat ini cath-lab merupakan pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnostic
kelainan sistem pembuluh darah. Keunggulannya adalah, tindakan intervensi invasive
bersifat invasive minimal, artinya tidak memerlukan tindakan irisan bedah terbuka,
tidak memerlukan bius total, hanya bius local saja. Fase penyembuhan (recovery) lebih cepat. Durasi
tindakan juga cepat, 5 menit untuk
tindakan, ditambah persiapan dan lain-lain paling lama total 20 menit saja.
Perawatan juga relative singkat, bila dibandingkan dengan operasi jantung
terbuka. Kalau tidak pasang ring, hanya katerisasi, Ibu tidak perlu dirawat
inap. Cukup one day care saja “ Dokter Hendro berusaha menenangkan aku.
Fiuuh….
Langkah selanjutnya, aku berusaha
mencari informasi. Menurut dokter Hendro, fasilitas Cath-Lab di Bogor ada di
Rumah Sakit Bogor Medical Center (BMC). Aku lalu mencari informasi lebih banyak
sebagai pembanding. Akhirnya Setelah telpon sana-sini membandingkan biaya,
jarak rumah sakit dari rumah dan lain-lain, pilihanku jatuh pada RS BMC. Kenapa? Pertama karena lebih dekat dari rumah, dan biayanya juga lebih murah. Biaya katerisasi jantung di dua rumah sakit pembanding adalah Rp. 13 juta dan Rp. 15 juta, sementara di RS BMC biayanya Rp. 9,5 juta. Selain itu, alat di rumah sakit BMC tergolong baru. Layanan katerisasi jantung di RS BMC ada sejak bulan Maret 2016.
RS Bogor Medical Center |
Rabu, 16 November 2016. Jam 10 pagi
aku melangkah sendirian memasuki ruang dokter jantung di RS BMC. Dokter Rifnaldi SpJP (K) menyambutku ramah.
Kusodori surat pengantar dari dr. Hendro Darmawan. Dokter Rifnaldi kemudian
mengatur prosedur untuk melakukan tindakan medis. Dia menelpon Cath-Lab, dan
memastikan bahwa katerisasi jantung akan dilaksanakan jam 13. 00.
“Saya sudah puasa sejak jam 6, Dok.
Saya kira tindakannya akan dilakukan jam 10-an. “
Dokter Rifnaldi tersenyum.
“Wah, kasihan juga Ibu jadi kelamaan
puasanya. Kita lakukan jam 13. Nggak apa-apa ya Bu.” Ujarnya.
Aku segera mengurus administrasi.
Untuk biaya katerisasi jantung di rumah sakit BMC bisa dilihat di foto berikut
ini. Aku harus membayar DP sejumlah Rp.
4,5 juta, dan selebihnya dibayar nanti setelah tindakan selesai dilakukan.
Waktu menunjukkan pukul 12.30. Usai menunaikan shalat zuhur, seorang suster
mengantarku ke ruang ICU. Di sebuah bilik yang dibatasi gorden, aku diminta mengganti
baju . Dibantu suster, aku melepaskan semua pakaian dan mengenakan pampers,
serta baju operasi.
Aku berbaring ditempat tidur. Seorang
perawat pria kemudian masuk dan memasang infus di tangan kiriku.
Ternyata jadwalnya agak mundur
sedikit. Menjelang jam 14, perawat pria itu kembali lagi mendorong kursi roda.
Aku dibawa ke ruang Cath-Lab.
“Bu, ruangannya dingin. Nanti saya
selimuti ya biar Ibu tidak kedinginan. Maaf ya, Bu. Ruang operasi memang harus
dalam kondisi dingin supaya alat-alatnya tidak rusak.” Ujarnya ramah.
Aku tersenyum.
Suster dan dua orang perawat pria
berbaju biru tua membantu aku naik ke meja, tepatnya tempat tidur operasi. Aku
memandang seluruh ruangan bercat putih bersih itu. Di sisi kiriku terdapat dua
layar seperti layar computer. Satu layar
lagi ada di belakangnya, tampaknya seperti alat pemantau detak jantung . Di atas
kepalaku terdapat mesin, semacam robot yang bisa bergerak ke kiri dan kanan. Robot itu
terhubung dengan mesin yang semuanya berwarna putih.
Di sudut kiri, aku melihat sebuah
ruangan dibatasi kaca tembus pandang. Di ruang itu terdapat komputer-komputer
yang fungsinya memantau hasil operasi. Dokter Hendro Darmawan hadir juga, hanya saja dia berada di ruang pemantauan, tidak ikut melakukan tindakan medis.
Beginilah suasana di ruang operasi :
Beginilah suasana di ruang operasi :
Suara musik yang memperdengarkan
lagu-lagu pop mengalir dalam ruangan.
“Halo Ibu, kenalkan saya perawat Dedi, itu perawat
Anjar, perawat Sonya, dokter Rifnaldi dan Itu Bu Ade. “ Ucap salah satu perawat
pria. Meski mulut dan hidungnya tertutup masker, aku bisa melihat dia terseyum dari
bentuk mata yang menyipit.
“Ibu mau pesan lagu apa? “ Tanyanya.
Aku tertawa.
“Lagunya Afgan ada nggak?”
“Yaah.. sayang. Afgannya nggak ada
Bu.” Sahutnya.
Kemudian, para perawat memasang
alat-alat. Di pergelangan kaki kiri dipasang alat pemantau tekanan darah. Di
paha kanan dan dada kiri kanan dipasangi kabel
untuk mengetahui detak jantung. Di hidungku dipasang pipa oksigen.
“Santai ya Bu… Jangan tegang.” Ujar
sang perawat.
Kemudian selimut tebal dan selimut
putih dibentangkan diatas tubuhku. Pada bagian tangan dan paha kiri
dibentangkan kain berwarna biru tua yang sudah ada lubang untuk membatasi area
tempat akan dilakukan operasi.
“Bu. Kami akan lakukan di tangan
kanan Ibu ya. Semoga lancar sehingga tidak perlu melakukannya di pembuluh darah
paha. Tapi ini untuk siap-siap saja, saya perlu mensterilkan juga area di
pangkal paha Ibu. “ Ucap sang perawat.
Ketegangan terasa memenuhi udara ketika dokter mengatakan
“Sebentar lagi kita mulai ya. Mari kita
berdoa dulu supaya semua berjalan lancar dan sukses.”
Kupejamkan mata, dengan
sungguh-sungguh aku berdoa menyebut namaNya, memohon semoga hasilnya baik-baik
saja.
“Kita mulai ya, Bu. “
Dokter Rifnaldi menyuntik tangan
kananku. Sesaat aku merasakan nyeri dan pegal menjalari tangan kanan. Nyeri itu
cukup membuat aku meringis.
Kemudian yang kulihat adalah pisau
bedah, darah, dan pipa yang tampak seperti kabel plastik panjang masuk ke
arteriku. Dadaku terasa sesak. Aku menolah ke kiri berusaha menetralisir rasa
tak nyaman. Lalu gelap.
Aku merasa berada di ruang hampa. Telingaku
menangkap suara-suara. Intensitasnya
makin keras tapi aku tidak mengerti
suara apa itu. Beberapa detik aku membatin.
“Ada apa ini? Aku dimana? Kok nggak
enak rasanya.”
Ketika mataku terbuka, aku melihat
wajah-wajah tertutup masker. Dan teriakan-teriakan panik itu membuat refleksku bekerja. Aku berusaha bangkit! Untung saja tangan
dokter menahan tubuhku. Kalau sampai bangkit bisa gagal katerisasinya. Mataku terpejam lagi, rasanya ngantuk.
“Ibu ! Ibu! Bangun! Jangan tidur! “
“Ibu Juliana! Ibu Juliana!”
“Bangun Bu!”
Sebuah tangan menepuk-nepuk pipiku.
Membantu kesadaranku pulih kembali.
“Namanya siapa, Bu?”
“Juliana Dewi” Jawabku lirih.
Serentak lima orang dalam ruangan itu
berseru lega.
“Ini Vasovagal nih..” Ujar Dokter.
“Apa Dok? Gagal? Gagal apanya?”
Tanyaku cemas.
“Bukan Bu, maksud saya vasovagal. Refleks vasovagal ini merupakan respon yang berefek pada jantung yang dapat mengakibatkan jantung menjadi lebih lambat dalam mempompa darah sehingga tekanan darah ikut turun dan aliran darah yang sampai ke otak akan berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan otak kekurangan oksigen dan pasien bisa mengalami pingsan dan juga kebingungan. Ibu
tadi sempat tak sadar.”
“Bu, sempat hilang detak jantungnya
beberapa detik.”
Alhamdulillah… Masya Allah…Betapa
lemahnya aku dihadapanMu.
“Bisa jadi hipoglikemik, cepat kasih
minum teh manis! Dia sudah puasa sejak jam 6 pagi tadi. Kelamaan puasanya.”
Ujar dokter.
Perawat kemudian memberiku minum teh manis
hangat dengan pipet. Rasanya nikmat sekali. Aku semakin tenang.
“Bu, jantung kanan Ibu bagus.
Sekarang kita periksa jantung kiri ya.” Ucap Bu Ade.
Robot diatas kepalaku bergerak. Tak
berapa lama, Bu Ade berkata lagi.
“Ibu, semua bagus. Jantung kanan
bagus, jantung kiri bagus, tidak ada sumbatan di pembuluh darah. Selamat ya Bu…”
Oh leganyaaa… Terimakasih Ya Allah.
“Jadi tidak perlu dipasang ring ya,
Dokter?” Tanyaku.
Dokter Rifnaldi terbahak.
“Pasang aja Bu. Ring berlian. Tuh! Di jari tangan Ibu.” Candanya ceria.
“Hahaha… terimakasih Dokter. Terimakasih
semuanya.”
Operasi selesai hanya beberapa menit
saja, tapi rasanya lamaaa sekali. Aku kembali dibawa ke ruang observasi di
Intesive Care Unit (ICU).
Aku mengucapkan terimakasih, lalu dokter
pergi meninggalkan ruang ICU.
Terus terang saja, lama berada dalam
ruang ICU sungguh tak nyaman. Suasana
suram, mencekam diwarnai bunyi nafas berat dua pasien yang dirawat di sana,
erangan mereka yang silih berganti, bunyi “nit..nit..nit..” Alat-alat pemantau
jantung dan paru-paru serta aura kesedihan. Aku menguatkan diriku dengan
berkata
“Hai Iwed, apapun yang terjadi di
tempat ini tidak akan mempengaruhi emosimu. Kau baik-baik saja.Kau baik-baik
saja.” Alhamdulillah setelah itu rasanya tenang.
Aku tiba-tiba merasa kelaparan.
Suster mengantarkan segelas teh manis panas dan beberapa potong roti. Langsung
tandas kuhabiskan seperti orang yang berminggu-minggu tak makan.
Jam 18.00. Suster datang dan
memeriksa tangan kananku. Darah masih mengalir, menetes diselimut. Melihat hal
itu tiba-tiba pandanganku gelap, tubuhku lemas sekali. Beberapa detik aku memejamkan mata, mencoba menetralisir rasa tak nyaman.
Tangan kananku pasca katerisasi jantung. Telapaknya tampak menghitam karena aliran darah tertahan balutan perban yang kencang untuk menahan arteri agar kembali merapat . |
“Darahnya masih mengalir. Sabar ya
Bu. Kita tunggu lagi.”
Suster kemudian menyuapi aku makan
malam, rasanya nikmat sekali, padahal menunya sederhana saja, nasi+ sayur bayam
dan telur.
Akang datang jam 19.00. Rasanya
senang sekali melihat dia muncul dari balik gorden. Tangannya yang hangat membelai-belai dahiku,
menetramkan hati. Akang menelpon ayahnya, mengabarkan kondisiku.
Tak henti kuhadiahi dia dengan
senyuman, lega sekali rasanya. Alhamdulillah semoga aku selalu sehat, supaya bisa menjaga, merawat suami dan anak-anakku. Menua bersama si Akang, dan menyaksikan
anak-anakku tumbuh dewasa, menjadi generasi gemilang, sesuai harapan kami..
Jam 22.00 barulah luka ditanganku tak lagi berdarah. Aku kemudian menyelesaikan administrasi,
membayar sisa biaya tindakan medis yang total seluruhnya Rp.10.383.000,-. Biaya itu antara lain biaya tindakan katerisasi jantung sejumlah Rp. 9.500.000,- ditambah biaya dokter, ruang observasi dan lain-lain.
Aku tiba di rumah pukul 22.30, disambut Rafif yang sedang masak.
Senangnya melihat senyum anak bungsuku yang kelaparan tengah malam. Hehehe…
Alhamdulillah…
Sebuah paket bunga cantik diantar oleh kurir tepat jam 23.00 WIB. Dari sahabat-sahabatku tersayang, CikGu Okina Fitriani, Mbak Dini, Mbak Arie, Mbak Chita dan Mbak Mita. Jadi terharu... hiks..hiks... Terimakasih sahabat-sahabat kesayanganku..
Sebuah paket bunga cantik diantar oleh kurir tepat jam 23.00 WIB. Dari sahabat-sahabatku tersayang, CikGu Okina Fitriani, Mbak Dini, Mbak Arie, Mbak Chita dan Mbak Mita. Jadi terharu... hiks..hiks... Terimakasih sahabat-sahabat kesayanganku..
Dibalik peristiwa ada hikmah yang
besar. Semoga pengalaman menjalani katerisasi jantung ini tak terulang lagi.
Syaratnya, aku harus konsisten menjaga pola hidup sehat, makan makanan
sehat dan olahraga. Insya Allah, kulakukan karena rasa syukurku atas nikmatNya, dan
cintaku pada keluarga. Bismillah…
Alhamdulillah. Selamat ya mb Iwed semoga sehat terus, bisa berbakti kpd Allah di dlm keluarga dan utk orang banyak aamiin
BalasHapus@winny widyawati : Aamiin.. terimakasih doanya Mbak Winny sayang
BalasHapusAlhamdulillah... Saat yang menegangkan itu sdh lewat. Saya bacanya deg degan lho,Mbak. Semoga mbak selalu sehat dan Allah kabulkan niat dan cita citanya. Amiin ya Rabb...
BalasHapusSyukurlah katerisasinya berjalan lancar.
BalasHapusTapi kenapa bisa timbul penyumbatan ya mba sehingga perlu dilakukan katerisasi.
Untungnya rutin melakukan medical check up.
Sehingga terdeksi lebih awal.
Semoga kedepan tidak lagi ada keluhan mengenai kesehatannya.
Sampai banyak yang aku skip bacanya...
BalasHapusNgeri...hahaha keluarga juga blm pernah ada yg ngalami itu.
Syukurlah berjalan lancar ya :)
@mutia ohorella : Aamiin.. Terimakasih Mbak Oti sayang
BalasHapus@kornelius ginting : Sepertinya alat yang dipakai waktu medical check up salah mendeteksi :-(
BalasHapus@chiho yuki : Terimakasih sudah baca ;-)
BalasHapusAlhamdulillah ya Mba Iwed, semua baik-baik saja.. mudah-mudahan terkabul juga doanya, menua dengan sehat bersama Akang... aamiinn
BalasHapusnafas seperti ketahan sejak operasi dimulai. subhanallah, kesehatan bener2 berharga mba. baca ini saya jd tau istilah2 nya. jaga kesehatan selalu ya mba.
BalasHapusklo di rs tsb pasang ring brp rupiah mbak? Thx
BalasHapusAku nangis baca nya mba...aku juga mau kateterisasi...dr hasil tradmill kurang oksigen ke jantung....semoga hasil nya baik juga seperti mba.. Amin
BalasHapusAlhamdulillah hasilnya bagus.. tulisan yg bagus, informatif yg sangat detail. Tks bu
BalasHapus@Fredy Kareejan : Coba dilihat lagi di postingan saya. Di salah satu fotonya ada foto tabel biaya pemasangan ring di RS BMC
BalasHapusmakasih tulisannya bermanfaat sekali. saya masih galau mau kateter atau ngga. jadwal saya 1 november. mohon doanya ya bu.
BalasHapusAlhamdulillah yg aman tinggal jalani hidup sehat ya .saya baru saja tgl 23 oktober senin lalu hari yg sedih buat saya.jalani kateterisasi di primier jatinegara.. Hasilnya ternyata ada 4 yg akan dipasang ring..yah sudah takdir saya..sy ikhlaskan hidup ini amin yra
BalasHapusSaya juga di vonis kena jantung koroner dan harus di pasang ring. Semakin hari kondisi makin sulit untuk beraktifitas normal. Tapi ketakutan saya akan operasi ini begitu tinggi. Apalagi saudara menyarankan untuk tidak dipasang ring. Skrg saya sedang mempelajari efekvsamping dan persentase keberhasilan pemasangan ring jantung.. Terima kasih buat sahre tulisannya. Sehat selalu buat mbak sekeluarga..
BalasHapusSemoga saya dijauhkan, amiin hehe
BalasHapusSaya tidak takut dipasang ring jantung,sebenarnya bulan Februari 2016 saya harus pasang ring di RS Fatmawati, tapi tiba tiba dapat telpon dari rumah sakit yang memberitahu bahwa alatnya rusak, jadi pemasangan ring dibatalkan minggu itu.
BalasHapusMaklum alatnya hanya satu juga umurnya sudah tua, mendengar di BMC alatnya baru, saya kepikir mau periksa ulang untuk pasang ring di BMC, alasanyya kecuali alatnya baru,dokternya sudah berpengalaman,dan BMC hanya i5 menit perjalanan dari rumah.
Terimakasih mbak Yuliana,anda memberi inspirasi untuk pasang ring di rumah sakit BMC.
Selamat y mbak.. semoga sehat selalu dan diberi umur panjang sehingga mbak dan si bpk menua bersama menyaksikan tumbuh kembang anak. Saya turut bahagia. Kalau saya tidak seberuntung mbak. BMV ku gagal mbak. Jdnya sy harus konsumsi benzatin penisilin tiap bulannya. Tp aku hrs ttp bersyukur karena Tuhan masih mengizinkanku menikmati ciptaanNy yg sungguh luar biasa...
BalasHapusSehat2 trus si mbak dan keluarga. Salam hangat dari saya.
Smoga sehat slalu, mbak. Sy juga menderita spt mbak. Saat ini sy menjalankan raw food.
BalasHapusAlhamdulillah sahakemaren juga kateter spt mbak...perasaan yg sama juga pada saat di kateter...semoga kita diberi kesehatan n panjang umur...aamien
BalasHapusHasil treadmill saya juga positif iskemik respon...kata dokter masih ringan n gpp asal tdk merokok..tp kadang masih nyeri.. pikiran jadi Bingung n takut
BalasHapusIntinya tidak ada masalah jantung, mesin test tidak dikalibrasi... ujung akhirnya pasien bayar DUGAAN SAJA sebanyak belasan juta dengan resiko kematian saat prosedure... memang bisnis kesehatan sambil nakut2in itu enak...
BalasHapusArtikel yg menarik, ditunggu reviewnya ttg apa yg dirasakan pasca operasi.
BalasHapusBacanya sampe keluar air mata, ikut tegang dan tb2 mata basah, SMG sehat selalu ya mba..
BalasHapusManatap alhamduliah....ya robi
BalasHapusAlhamdullilah saya juga hbs caterisasi jantung...dan memang tak seseram ygdibayangkan..yg penting mantap..
BalasHapusAlhamdulillah... Mudah2an pada sehat semua... Aamiin... Saya merasakannya 2 minggu yg lalu...
BalasHapusYa Allah,,sya ada rencana katerisasi tp msh nunggu jdwl,,awalnya sya berani tp kok skrng agak takut ya,,krn sya didiagnosa idiopatik PH,,,😭😭
BalasHapusTerima kasih untuk sharingnya ya mbaa. Tulisan mba ini betul2 membantu. Sy bs dpt gambaran untuk persiapan ibu sy mo pac.
BalasHapusTerima kasih sharingnya Bu Juliana.
BalasHapusSy jg akan menjalani katerisasi.
Setelah tindakan selesai apakah ada efek samping pada tangan kanan ibu saat digunakan beraktivitas?
Tks