Rezeki bukan
hanya berupa materi. Pertemuan dengan seseorang yang menularkan ilmu mencerahkan
serta membuka peluang berbuat kebaikan, itu pun salah satu bentuk rezeki dari
Allah SWT. Aku tak pernah bosan
mensyukuri rezekiNya, di mana aku menemukan sosok yang berperan sebagai guru, mentor, trainer, coach dalam kehidupan,
juga sebagai role model, sahabat setia
yang rela mendengarkan masalah dan curhat tak penting sekali pun. Seseorang yang berperan besar dalam merubah
hidupku menjadi lebih baik dan berkualitas.
Masih kuingat
beberapa tahun lalu, ketika duduk termangu takjub di sudut ruangan sebuah
apartemen di Kuala Lumpur. Yang
membuatku terpana adalah kata demi kata bermuatan ilmu yang keluar dari mulut
wanita mungil itu. Intonasinya mendayu. Kadang
rendah, kadang tinggi. Sesekali
mengejutkan, menukik, menusuk tapi tak menyakiti, namun membangkitkan
kesadaran.
Mendengar mutiara-mutiara katanya, yang bisa kulakukan
hanya mengangguk-ngangguk, terpelongok, sementara pikiranku sibuk berseru-seru.
“Lha itu benar,
kok selama ini aku nggak kepikiran ya? Kok bisa aku salah tapi nggak sadar ya? Menarik
sekali!! Ini jawaban semua permasalahanku!”
Hanya 20 menit
saja berada di ruangan itu, tapi aku
sudah dibuat jatuh cinta dengan ilmu yang
judulnya bikin jidatku berkerut. Neuro Linguistic Programming. Ah, sungguh asing di telingaku. Ibu rumah
tangga yang biasa berurusan dengan rutinitas emak-emak dasteran, tiba-tiba disodori
istilah Milton Model dan Meta Model.
Herannya, demikian piawainya wanita cantik itu menyampaikan materi, bahkan otak
emak dasteran di dalam tempurung
kepalaku mampu memahami manfaat ilmu ini.
Okina Fitriani |
Wanita itu
bernama Okina Fitriani. Kesan mendalam di pertemuan pertama membuatku tak
menyia-nyiakan kesempatan menimba ilmu darinya di sebuah training parenting di
Jakarta.
Ketika dia
menyampaikan materi tentang 10 kesalahan dalam pengasuhan anak, aku seperti tertampar. Pantas saja selama ini komunikasiku dengan
anak-anak kurang berjalan baik, ternyata tanpa sadar aku sudah
melakukan sebagian besar kesalahan dalam mendidik anak-anakku. Ya Tuhan..
Selanjutnya, dia
menjelaskan bagaimana otak bekerja,
bagaimana persepsi terbentuk, lalu menimbulkan emosi, dan emosi mendorong manusia untuk merespon sebuah
peristiwa . Kemudian, dengan luwesnya dia mengajari teknik-teknik menyelesaikan
emosi, sehingga aku menjadi tahu
bagaimana caranya tetap
tenang dan berdaya meski menyaksikan kamar anak-anak berantakan, anak menangis,
anak membantah, dan berbagai peristiwa yang biasanya membuat aku “meledak”. Bukan main terpesonanya aku.
Teknik
menyelesaikan emosi ala Mbak Okina benar-benar mencerahkan. Bukan hanya untuk pengasuhan anak, tapi juga
untuk memperbaiki kualitas hidup. Bisa kukatakan bahwa ilmu ini sudah mengubah
hidupku.
Dulu sebelum aku
memperoleh pelajaran ini, betapa mudah aku terpengaruh emosi negatif.
Pengaruh-pengaruh buruk membuat hidupku tak nyaman. Bahkan tak jarang mendorong
aku berlaku bodoh.
Contohnya, ada
teman curhat mengadukan kesedihannya. Aku yang seharusnya membantu dia mencari
solusi, malah ikut menangis. Ketika malam aku
jadi susah tidur, memikirkan perasaan teman. Sementara solusinya tidak ada.
Emosi negatif membuat logika tak berjalan.
Lalu, ketika beberapa orang berkongsi menjadi haters-ku di
media sosial, seringkali
aku memikirkan mengapa mereka bisa membenciku.
Dulu aku juga mudah terpengaruh
berita-berita yang menebar kebencian.
Tiap kali membaca postingan berita buruk, hatiku galau dan emosiku meledak-ledak.
Ilmu itu
mencerahkan. Berbekal teknik
menyelesaikan emosi, aku bisa menjaga diri dari ketularan emosi negatif. Ketika
ada orang menangis menceritakan permasalahannya, dengan metode disosiasi aku
bisa menganalisa kejadian dan membantu orang untuk menemukan solusi tanpa ikut
tersedu-sedu.
Tentang haters,
aku teringat kata-kata Mbak Okina. “We are the master of our mind. Kita nggak bisa
ngatur mulut orang lain. Maka yang diatur adalah pikiran kita sendiri. Pilih
makna yang memberdayakan. Reframe to
empower.”
Berbekal ilmu, haters yang
menyerangku bisa kuubah menjadi berkah.
Mereka menjadi sumber inspirasiku
menulis artikel “9 Cara Bijak Menghadapi Haters di Media Sosial.”
Artikel ini menjadi salah satu postingan “nge-hits”. Masuk dalam 10 postingan
terpopuler di website-ku yang mendongkrak jumlah pengunjung website. Secara tidak langsung hal ini membuka
pintu rezekiku lewat tawaran review dan placement artikel yang berbuah rupiah.
Sungguh manis.
Tentang berita
atau artikel yang tak jelas? Aku pakai meta model, metode yang pertama kali
membuatku terpesona pada Mbak Okina Fitriani di pertemuan pertama kami. Meta
model gunanya untuk mengklarifikasi, sekaligus menyelesaikan emosi. Untuk contohnya aku ambil artikel yang tidak
berbau SARA. Misalnya artikel yang
berjudul “"Pasangan yang Bahagia Justru Nggak Suka Pamer Kemesraan di
Medsos.".
Nah, artikel ini
ramai dikomentari orang, bahkan ada yang perang komentar. Ada yang merasa
tersinggung, marah-marah di kolom komentar. Ada yang bersyukur karna tidak
pernah memposting foto bersama pasangan. Banyak yang menshare tulisan ini
karena setuju dengan pendapat sang penulis.
Bagaimana dengan
aku yang sering memposting foto mesra bersama suamiku, si Akang. Haruskah aku
tersinggung? Mudah saja. Aku tinggal
membuat percakapan dalam kepalaku dengan bentuk meta model. Seperti
ini :
“Pasangan yang
bahagia justru nggak suka pamer kemesraan di medsos, itu kata siapa?
Ada datanya
nggak? Ada samplenya nggak? Ada penelitiannya nggak? Surveynya mana? Nggak ada
dasarnya kan? Itu murni pendapat subjektif penulisnya kan? Kesimpulannya: Nggak usah
dipikirin. Beres! Jadi, terpicu emosi, mengomentari dan menshare artikel yang
tidak ada dasarnya bukanlah tindakan cerdas.”
Ah, ringannya
hati ini. Ilmu yang ditularkan wanita cantik itu super keren. Masih banyak lagi manfaat kupetik dari ilmu
parenting dan transforming behavior skill yang diajarkan Mbak Okina.
The Secret of Enlightening Parenting |
Hubunganku
dengan Mbak Okina Fitriani kian dekat setelah kami bersama belasan alumni kelas
parenting-nya menulis sebuah buku. Buku itu kemudian dicetak ulang penerbit
Gramedia dengan logo national best seller. Royalti buku digunakan seluruhnya
untuk membiayai kebutuhan sekolah anak-anak dhuafa. Bertambah lagi
kebahagiaanku.
Kiri-kanan : Ilmia Lasmita, Juliana Dewi, Chita Harahap, Okina Fitriani, Arie Kusuma Dewi dan Hardini Swastiana |
Buku terjual laris, permintaan
training pun berdatangan. Dengan semangat berbuat kebaikan, Mbak Okina, Mbak Arie, Mbak Chita, Mbak Dini, Mbak Mita dan aku bekerja sama menginspirasi melalui training.
Training pun
makin berkembang, bukan saja di selenggarakan di Jakarta, kami juga pernah beberapa
kali melaksanakannya di Jogjakarta dibantu Mbak Rina, di Bangkok- Thailand
bersama Mbak Inggit, dan di bulan Januari yang akan datang akan dilaksanakan di
Pekanbaru. Kami juga pernah menyelenggarakan training untuk remaja, dan para
guru. Betapa bahagia melihat para remaja generasi muda dan para guru
tercerahkan.
Sebagian
sisa dari biaya pelaksanaan training dimasukkan ke kas Indonesia Membangun Rakyat (IMR). IMR
adalah sebuah komunitas yang didirikan Mbak Okina untuk membantu kaum dhuafa.
Kegiatan IMR antara lain merenovasi rumah para dhuafa, membiayai pengobatan,
pendidikan, dan membantu kebutuhan masyarakat miskin. Hingga saat ini sudah lebih dari 40 rumah telah direnovasi oleh IMR mulai dari Aceh hingga Nusa Tengara Barat.
Aku senang bergabung dalam komunitas ini, karena bisa dipastikan sumbangan yang disampaikan tepat sasaran, dapat dipertanggung jawabkan karena anggota komunitas ini adalah orang-orang yang saling mengenal dan terpercaya.
Aku senang bergabung dalam komunitas ini, karena bisa dipastikan sumbangan yang disampaikan tepat sasaran, dapat dipertanggung jawabkan karena anggota komunitas ini adalah orang-orang yang saling mengenal dan terpercaya.
Beberapa Kegiatan IMR |
Aku bisa bilang begitu
karena aku sendiri pernah beberapa kali menjadi “person in charge” yang bertugas menyerahkan bantuan IMR kepada kaum
dhuafa di Bogor. Sebagai PIC, aku harus datang langsung ke lokasi, meyakinkan
bahwa bantuan ini tepat sasaran dan meyakinkan bahwa bantuan sesuai dengan
kebutuhan. Kemudian aku juga harus
membuat laporan penyerahan sumbangan dengan foto-foto dan kwitansi, sebagai
bukti bahwa penyerahan bantuan dilakukan dengan bersih dan jujur. Sungguh
pengalaman menarik dan membahagiakan!
Mbak Okina tak
pernah pelit berbagi ilmu serta tak bosan memotivasi aku dan sahabat-sahabatku
untuk terus meningkat dan
bermanfaat.
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling banyak menebar manfaat bagi sesama. Aku ingin kalian
bukan cuma mengurusi penyelenggaraan training. Kalian harus meningkat. Harus bisa membawakan materi, menjadi coach,
fasilitator dan kelak menjadi trainer seperti aku.” Ucapnya suatu hari.
Terus terang,
mendengar ucapannya hatiku ciut. Aku tak yakin bisa melakukannya. Tanpa sadar
aku sudah memelihara keyakinan yang tak memberdayakan. Aku merasa bukan
siapa-siapa, cuma seorang
ibu rumah tangga.
Mbak Okina
sungguh-sungguh dengan ucapannya. Untuk mempersiapkan kami, dia meluangkan
waktu memberikan ilmu. Gratis! Aku dan sahabat-sahabatku terbang ke Kuala
Lumpur dan kami belajar padanya selama beberapa hari dari pagi sampai dini
hari. Kesempatan berkumpul bersama membuat hubungan kami kian akrab. Aku bisa
berkenalan dengan keluarganya. Di situ aku melihat betapa Mbak Oki sudah
menerapkan ilmu yang diajarkannya pada anak-anak, suami, dan client-nya.
Aku melihat
sosoknya sebagai teladan. Ia menerapkan prinsip-prinsip pengasuhan, dan
teknik-teknik self-improvement secara konsisten dan kongruen. Yang diucapkan
sama dengan yang dilakukan. Yang diucapkan, bukanlah sekedar teori, tapi sudah
teruji. Makin teballah kekagumanku padanya.
Aku ingat,
menjelang pertama kali harus berbicara menyampaikan materi di depan peserta
training, aku gugup luar biasa. Wajahku tegang, lutut lemas dan perut mulas .Otak tak mampu berpikir. Rupanya keteganganku
tertangkap ketajaman indera Mbak Oki.
Malam sebelum
tampil, Mbak Oki memberikan terapi. Dengan metode hypnosis dia membawa aku
dalam kondisi rileks sempurna. Mbak Oki
membangkitkan kembali kondisi emosi saat aku sukses berbicara di forum. Memori
yang tersimpan saat aku sukses ujian sarjana dan memperoleh nilai “A” secara
gilang-gemilang dihadirkan lagi. Kemudian dikuatkan dan terus dikuatkan hingga mencapai titik
maksimum. Terapi itu berhasil
membuat diriku tenang.
Aku bertanya pada Mbak Okina.
“Mbak Oki,
peserta training itu kan hebat-hebat.
Banyak psikolog dan kaum intelektual. Mulai yang usianya lebih senior dari Mbak Oki
hingga ada yang pendidikannya
sudah S3. Apakah Mbak Oki nggak takut
kalah ilmu dari mereka?”
Mbak Okina
tertawa. Lalu berkata,
"Yang namanya ilmu itu bisa saling belajar. Dalam bidang ilmu lain saya belajar dari beliau semua. Dalam ilmu parenting saya mendalami berbagai sumber, pengalaman dan dipraktekkan, jadi mereka juga bisa dapat pengetahuan baru dari saya. "
Kata-kata Mbak
Okina langsung menginspirasiku. Tak ada alasan aku merasa gentar berbicara
menyampaikan materi training di depan para peserta. Kalau pun ada professor
yang menjadi peserta training, dalam hal ilmu parenting aku lebih dulu belajar
dibanding mereka.
Siapakah yang
punya kesempatan paling besar berhubungan dengan anak-anak dan proses
pengasuhan kalau bukan ibu rumah tangga? Bukankah pekerjaan ibu rumah tangga
adalah menerapkan ilmu parenting dalam mengasuh anak-anaknya? Jadi tak ada
alasan nyali ciut saat berhadapan dengan peserta training. Toh, materi yang disampaikan adalah apa yang
sudah aku lakukan, sehingga bisa dipertanggung jawabkan. Pemikiran ini
menumbuhkan rasa percaya diriku.
Sejak itu, aku
tak mengalami hambatan berarti saat berbicara di depan orang banyak. Aku bersyukur,
sudah ada peningkatan. Kalau pun masih ada yang perlu diperbaiki dalam hal
teknik penyampaian, intonasi saat berbicara, ekspresi dan bahasa tubuh, aku
yakin semua bisa dipelajari dan disempurnakan seiring makin banyaknya latihan
dan “jam terbang”.
Sharing EP team di Lapas Wanita Tangerang |
Sharing di Yangon-Myanmar |
Selain training,
Mbak Oki menggerakkan para alumni menyebarkan ilmu parenting lewat
sharing-sharing dalam program Enlightening
Parenting Goes to Community. Kami menuju pelosok-pelosok daerah. Dari
Delangu Jawa Tengah, pelosok Jogjakarta,
Bandung, hingga Cilebut kabupaten Bogor.
Gerakan alumni bahkan merambah juga ke
Doha- Qatar, Yangon-Myanmar dan Kuala Lumpur-Malaysia. Alumni bergerak menebar
ilmu ke sekolah-sekolah, komunitas ibu-ibu muda, komunitas orang tua murid,
hingga lembaga pemasyarakatan wanita.
Satu pesan Mbak Oki yang kerap ditekankan pada kami adalah tidak harus menunggu sempurna untuk berguna. Sebagai seorang manusia, Mbak Oki pun menyadari beliau juga memiliki kekurangan dan kemungkinan berbuat salah. Hal ini disampaikan dengan sangat halus pada kami, murid-muridnya, agar tidak mengidolakan dia. Namun dipersilakan untuk memodel perilaku baik dan pencapaian positifnya. Bahkan dia bersedia membimbing kami dengan kesabarannya.
Satu pesan Mbak Oki yang kerap ditekankan pada kami adalah tidak harus menunggu sempurna untuk berguna. Sebagai seorang manusia, Mbak Oki pun menyadari beliau juga memiliki kekurangan dan kemungkinan berbuat salah. Hal ini disampaikan dengan sangat halus pada kami, murid-muridnya, agar tidak mengidolakan dia. Namun dipersilakan untuk memodel perilaku baik dan pencapaian positifnya. Bahkan dia bersedia membimbing kami dengan kesabarannya.
Suatu hari saat
leyeh-leyeh bersama Mbak Oki, dia mengungkapkan mimpinya.
“Aku pikir,
timbulnya berbagai masalah di negeri ini seperti korupsi, buruknya akhlak para
pemimpin dan public figure berawal dari kesalahan pengasuhan. Akar permasalahan
adalah prinsip pengasuhan yang tidak dilaksanakan dengan baik oleh sebagian
orangtua zaman dulu. Artinya, bila kita bisa memperbaiki pengasuhan pada
generasi penerus, suatu saat Indonesia bisa menjadi negara yang bermartabat. “
Aku ikut
tercenung mendengar buah pikirannya. Sungguh masuk akal, pikirku. Mbak Oki
melanjutkan bicaranya.
“Kita ini kan
punya training untuk orangtua, remaja, guru atau educator. Kita juga punya training
Transforming Behaviour Skill untuk semua orang. Ada juga training untuk para
karyawan dan pekerja. Tanpa disadari, kita sudah bergerak menyentuh semua aspek.
Kalau semua ini digerakkan lebih luas, bisa dibayangkan bagaimana nanti wajah
Indonesia. Pemimpin-pemimpinnya bakal luar biasa!”
Mbak Oki menebar pandangannya jauh ke depan, seperti memvisualisasikan
mimpinya .
“Anak Indonesia
dibesarkan oleh orangtuanya sesuai fitrah, lalu mereka dididik guru yang
kreatif dan memaksimalkan potensi. Remaja-remajanya tangguh, bisa mengelola
diri sendiri dan self-motivated. Masyarakatnya berwawasan 5 pilar komunikasi,
sehingga otak mereka jernih. Tidak ada media nyebelin yang bisa memanas-manasi,
dan memprovokasi masyarakat. Tidak ada pemimpin dzolim lagi, karena para
pemimpin perusahaan dan pemerintahan menjadi transformer semua. Tidak ada orang
miskin karena program bantuan dilaksanakan dengan bersih dan jujur. Inilah
perwujudan mimpi kita untuk Indonesia. Meskipun masih miniatur, semoga ada
pemimpin yang tergerak menjadikan semua ini berskala nasional. Betapa indahnya wajah Indonesia yang demikian
itu.”
Ajak aku ikut,
Mbak Oki! Ajari aku dan sahabat-sahabat! Izinkan emak-emak dasteran ini turut serta bersama-sama
merajut mimpi indah untuk Indonesia. Sekecil apa pun perananku, aku ingin turut
serta dalam gerakan mewujudkan generasi gemilang. Mulai dari keluarga sendiri,
ditularkan kepada keluarga lain, dan masyarakat yang lebih luas. Mari bergandengan tangan, melangkah bersama,
merajut mimpi mewujudkan Indonesia yang bermartabat. Indonesia yang terdepan
karena akhlak mulia para pemimpin dan rakyatnya. Bismillah…
#ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN
#ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN
waahh seru bin keren, mau dong aku ikut merajut mimpi untuk Indonesia...caranya?
BalasHapuskereeeen mbak iwet...... boleh jadi emak dasteran tapi isi kepala intelektual ya mbaak....hehee... semangaaattt....
BalasHapusInspiratif bnget.... Semoga suatu saat bisa bertemu beliau
BalasHapusKerennnn mba iwet... akupun ingin d seperti mba iwet... menjadi bagian yg merajut mimpi utk indonesia.... menambah ilmu dulu.. ikut tranining EP biar sering2 ketemu mbak2 yg inspiring.. semangaatt
BalasHapus@Agustina Purwantini : Ayo terapkan pola pengasuhan anak dengan menjaga fitrah baik anak, Mbak. Bisa dibaca di buku kami The Secret of Enlightening Parenting. Lalu bergerak dengan menebarkan ilmunya kepada yang lain. Bisa juga dengan ikut training The Secret of Enlightening Parenting. infonya ada di http://www.julianadewi.com/2016/08/training-secret-of-enlightening.html
BalasHapus@Retha Thoifur : Terimakasih Mbak Retha sayang... :-)
@munasyaroh : Aamiin...
@uche nugrahawati : Hayuk mbak kita sama-sama merajut mimpi untuk Indonesia :-)
Mbak Iwed sayang, semoga diberi kekuatan dan kesabaran dalam proses merajut mimpi ... Indonesia gemilang!
BalasHapusBahagianya bila hidup kita bisa bermanfaat buat orang lain, gimana caranya bergabung, mbak?
BalasHapuskeren, bahagia itu yang mengatur kita sendiri
BalasHapusdari para haters, mari menggali hal2 positif... :)
CikGu @Ida : Aamiin terimakasih doanya
BalasHapus@enny ridha alin : Ayo terapkan pola pengasuhan anak dengan menjaga fitrah baik anak, Mbak. Bisa dibaca di buku kami The Secret of Enlightening Parenting. Lalu bergerak dengan menebarkan ilmunya kepada yang lain. Bisa juga dengan ikut training The Secret of Enlightening Parenting. infonya ada di http://www.julianadewi.com/2016/08/training-secret-of-enlightening.html
@Witri Prasetyo Ali : Siiip... mari memlih untuk bahagia dan berdaya.