Laman

Senin, 15 Agustus 2016

INI GUNANYA BELAJAR PARENTING



Suatu hari aku tengah berada di sebuah majelis. Seorang pembicara dengan nada berapi-api berkata,

“Sebenarnya, tak perlulah belajar ilmu-ilmu parenting. Cukup apa yang sudah ada di  Al Qur’an dan hadist! Salah menuntut ilmu nanti malah jadi sesat!” 

Kontan hatiku bergemuruh. Aku yang sudah wara-wiri beredar di berbagai training dan seminar parenting jelas tak setuju dengan pendapat itu. Ingin rasanya melontarkan protes. Otakku  penuh dengan tanggapan-tanggapan yang menentang opininya. 



Sebagai muslim, wajib bagi orang tua  menjaga fitrah atau potensi baik anak dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al Quran dan hadits . Untuk bisa menanamkan dengan baik dan benar, dibutuhkan ilmu. Nah disitulah peran  ilmu parenting.  Dengan kata lain, Al Quran dan hadits merupakan sumber dari nilai-nilai yang wajib ditanamkan pada anak, sementara ilmu parenting ibaratnya alat untuk meng-install atau menanamkan nilai-nilai tersebut . Bagaimana mungkin ilmu parenting dinilai sebagai sesuatu yang tak perlu?

Dalam Al Quran dan hadits terkandung beberapa point  ilmu parenting.  Namun ketika urusan dunia semakin meluas, tantangan pengasuhan makin hebat dengan  era internet, video game, pornografi, obat-obatan terlarang,  dan lain -lain, maka  penanaman nilai-nilai Al Quran dan hadits pada anak-anak secara teknik memerlukan ilmu.  Ilmu ini didapat dari orang-orang yang Allah berikan hikmah keilmuan padanya.  Siapa yang mendapatkan hikmah dari Allah adalah hak Allah. Bisa saja nabi, rasul, sahabat, bahkan orang biasa. Dalam Al Quran pun tidak dibatasi  siapa yang mendapatkan hikmah, dan beberapa kali dikatakan, “ ..terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir… “

Disinilah pentingnya memilih ilmu  yang tepat. Ilmu parenting adalah ilmu dunia, namun memilih ilmu parenting yang  berlandaskan pada ilmu Allah akan sejalan dengan sabda Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim 4358.
“Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”


Kalau ada seorang Ibu menyuruh anaknya melakukan shalat, lalu anaknya tidak mau.  Sang ibu kemudian menceramahi anaknya tentang kewajiban melaksanakan shalat, resiko bila tak mendirikan shalat dan sebagainya, lalu sang anak tetap tak mau. Apa yang harus dilakukan sang ibu? Apakah dia harus menangisi kegagalannya, atau kemudian marah, membentak-bentak  anak, bahkan memukulnya?

Tentu saja tidak. Dalam ilmu parenting diajarkan berbagai jurus membangun kedekatan dengan anak, sehingga bila kedekatan  sudah terbangun, lebih mudah bagi ibu untuk menanamkan nilai kebaikan pada anak. Dan sebaliknya, anak  dengan senang hati akan mendengarkan  perkataan ibunya. Dalam ilmu parenting juga ada cara menyuruh anak tanpa anak merasa diperintah, sehingga bila dia melakukan sesuatu sesuai arahan orangtuanya, sang anak tetap merasa hal itu adalah keputusannya sendiri.


Keterlibatanku  dengan ilmu parenting berawal dari kebutuhan. Di suatu masa, aku pernah merasa bukanlah ibu yang baik. Menurut sahabat dan teman-teman, aku  orang  yang menyenangkan. Mereka tak tahu.  Di hadapan anak-anakku,  aku suka mengomel,  mengeluh, bahkan berteriak. Bagaimana mungkin dikenal sebagai pribadi menyenangkan bila ternyata  suka ngomel, teriak dan mengeluh? 

Dulu, pola komunikasiku dengan anak-anak kurang bagus. Apalagi sejak anak-anak mulai besar. Banyak drama di rumah. Saat dua anak ABGku, Anin dan Dea minta sesuatu sementara aku tak setuju, maka kami berbantah-bantahan. Kadangkala dengan nada suara  tinggi. Akhirnya  Anin dan Dea  masuk kamar membawa kesal, pusing mereka mendengar omelanku.

Bukan seperti itu bayanganku tentang ibu yang baik. Aku sadar bahwa aku butuh bantuan.  

Sekian lama malang melintang mencari pemuas dahaga ilmu parenting, akhirnya aku bertemu sahabatku, Novi Wilkinson.  Beberapa tahun lalu saat mengunjunginya di Kuala Lumpur, Novi  mengajakku berkenalan dengan Neuro Linguistic Programming (NLP).

Buat Emak-emak rempong sepertiku tentu saja NLP adalah sesuatu yang asing, aku sama sekali tak paham  penjelasannya. Lalu Novi mengajakku menemui Mbak Okina Fitriani. 

Aku dan Mbak Okina 

Di apartemennya yang cantik, Mbak Oki tengah mengajar beberapa Ibu. Aku langsung terpesona dengan ilmu ini, sampai “ngences-ngences”. Hahaha…

Bagaimana tidak,  ilmu ini penggunaannya sangat luas. Berguna   untuk memotivasi dan mencerahkan  diri sendiri dan orang lain, bermanfaat bagi penulis untuk menghasilkan tulisan powerful, ideal  bagi penjual untuk mempromosikan barang dagangannya, cocok juga untuk karyawan,  leader, negosiator,  politisi, bahkan ibu rumah tangga untuk diterapkan dalam pengasuhan anak.

Beberapa bulan kemudian aku mendapat kabar ada training       Enlightened and Empowered Parent di Jakarta, dan Mbak Okina sebagai pembicaranya. Aku bersyukur akhirnya bisa menimba ilmu yang sangat menarik ini.

Sudah kuduga bahwa training ini akan berbeda dengan berbagai training dan seminar parenting yang pernah kuikuti sebelumnya.  Materinya aplikatif,  dan disampaikan dengan sangat baik oleh Mbak Okina.  Banyak pengetahuan dan teknik-teknik dalam training ini yang menjadi solusi permasalahan mengasuh anak.


Asyiknya materi training ini bukan melulu teknik NLP, tetapi berbasis nilai-nilai akhlaq Al Quran dan hadits. Lalu ada tambahan ilmu lainnya hasil dari pembelajaran dan pengalaman Mbak Oki sebagai  ibu dua anak, Psikolog, Master dibidang Human Resources yang mendalami Neuro Linguistic Programming dan Brain Development,  konsultan di bidang Organization Development, Parenting, Komunikasi dan Leadership baik di dalam dan luar negeri. Asyiknya lagi, training ini bukan berisi teori saja, tapi peserta diajak langsung praktek menggunakan ilmu yang diajarkan.

Suasana Training


Peserta  mempraktekkan  teknik-teknik yang diajarkan

Praktek teknik trauma healing
Informasi tentang training bisa di klik di sini The Secret of Enlightening Parenting Training 

Singkat cerita, setelah training, aku dan teman-teman alumni mengaplikasikannya pada keluarga. Hasilnya kami sharing bersama. Mbak Oki, aku dan teman-teman  merangkumnya dalam sebuah naskah buku. 

Lalu lahirlah buku “ The Secret of Enlightening Parenting” terbitan Gramedia. Buku ini kami tulis dengan semangat berbagi, dan niat untuk beramal. Seluruh royalti buku kami persembahkan untuk biaya pendidikan anak dhuafa  di Indonesia.


Niat baik berbuah manis. Buku ini meraih “National Best Seller” dan dicetak ulang  Gramedia.  

Aku berani bilang buku ini bagus.  Bukan karena aku termasuk dalam tim penulisnya ya. Secara logika saja, masak sih  ada lebih 2500 orang rela merogoh kocek membeli buku seharga Rp. 110.000,- (harga di Jabodetabek) kalau isinya cuma abal-abal? 

Penasaran dengan isi bukunya? Ini aku kasih bocoran ya. Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari 5 bab, ditulis oleh Mbak Okina. 

Bab pertama mengenai apa yang  seharusnya dilakukan orang tua terhadap anak yang merupakan tamu istimewa dari Tuhan. Bab ini membahas prinsip dasar pengasuhan, perkataan seperti apa yang layak diucapkan pada anak, pentingnya menentukan visi-misi keluarga,dan kesalahan-kesalahan pengasuhan. 

Membaca tentang kesalahan-kesalahan  pengasuhan dalam di bab ini , membuat aku “tertampar-tampar” karena sebagian kesalahan itu pernah kulakukan pada anak-anakku. Hiks…

Pada dasarnya ilmu parenting dalam “The Secret of Enlightening Parenting” bisa diibaratkan sebagai alat untuk menginstal atau menanamkan nilai kebaikan pada anak, sekaligus juga alat untuk mencabut nilai-nilai buruk yang sudah terlanjur tertanam pada anak. Bagaimana proses menginstal dan mencabut nilai-nilai tersebut dibahas dengan apik dalam dua bab selanjutnya. Ada  contoh-contohnya juga, lho. 

Bab terakhir memuat parental coaching, yaitu metode membimbing anak menemukan solusi. Dalam bab ini terdapat kiat-kiat menjadi komunikator andal, prinsip-prinsip komunikasi, dan yang tak kalah menarik adalah hipnotic laguange pattern atau pola bahasa persuasif yang bermanfaat memberi sugesti, menanamkan keyakinan, membangun kesepakatan, mewadahi perbedaan pendapat dan membenamkan informasi ke alam bawah sadar.

Ini bukan sekedar teori. Hasil modifikasi yang dilakukan Mbak Okina telah diujikan bukan saja pada anak-anaknya, tetapi juga pada  berbagai kasus yang ditanganinya. Praktek dan efektivitasnya sudah dibuktikan para penulis yang membagikan kisah nyata mereka di bagian ke dua buku ini.

Ada lima belas orang alumni training  yang tinggal Indonesia, Malaysia dan Australia menuturkan pengalaman mereka. Diantaranya  Mbak Dini yang menceritakan bagaimana membantu anaknya keluar dari trauma takut pada suster dan dokter.  Ada Mbak Nur Muthia Melani yang mengisahkan kedua anaknya.  Diantaranya bagaimana melepaskan kebiasaan anak menggigit tali guling, dan mengatasi anak yang suka melempar barang. Ada Mbak Mira Soneta yang mengisahkan perjuangan melepas trauma masa lalu. Trauma itu mengakibatkan dirinya sulit mengontrol emosi kala mendengar anaknya rewel. Perjuangan kerasnya bertransformasi menjadi sosok ibu yang lebih baik mendapat balasan indah dari Allah. Masih banyak kisah-kisah inspiratif lainnya yang layak disimak untuk pembelajaran para orangtua.

Aku termasuk orang yang merasa sangat terbantu dengan ilmu parenting. Gara-gara ilmu parenting, kesulitan menghadapi anak-anak  beres dengan cara yang ternyata sederhana saja. 

Keluargaku

Di akhir tulisan ini, aku ingin menyajikan perbedaan pola komunikasi dengan anak sulungku, Anin, sebelum dan sesudah mengikuti training parenting. Masalahnya sama,  Anin ingin menonton hari ini dan  Mama tidak setuju. 

Sebelum training.

Anin : “Ma, Anin mau nonton sekarang ya. Bosan di rumah.”
Mama : “ Nggak,nggak. Besok saja. Mama maunya kalau Anin nonton, Mama yang antar Anin ke bioskop. Tapi hari ini Mama banyak kerjaan. 
Anin : “ Anin naik ojek saja, Ma. Pokoknya mau nonton sekarang, males banget di rumah saja.”
Mama : Kalau Mama bilang nggak boleh, ya nggak boleh! Tak usah membantah! (Emosi naik, suara kencang, muka tegang, mata melotot).
Anin : “Mama resek banget sih! Ini nggak boleh, itu nggak boleh! Bosen tauk?! “ (Nada tinggi)
Mama : “Kamu nggak boleh ngomong begitu sama Mama. Bla…bla…bla…” (ngomel panjang pendek)
Anin : “ Nggak tau ah! Males! (Lari ke kamar) “Brakkkk!!” (Banting pintu).
Mama : Hiks… (Sakitnya tuh di sini…)

Setelah Training 

Anin : “ Ma, Anin pengen  nonton film “Marmut Merah Jambu”. Anin pergi sama adek Dea sekarang ya. Bosan,Ma di rumah terus. Kan Anin sudah selesai UAN. Jadi pengen refreshing dong.”

Mama dalam hati  langsung menentukan tujuan bahwa Anin tidak boleh nonton hari ini.  

Mama : “Dea tadi sudah janji sama Mama hari ini mau belajar. Dia kan belum ujian akhir. Jadi hari ini Dea belajar dulu. Anin mau nontonnya hari Senin berdua Dea, atau nonton hari Selasa sama Mama dan Bapak?” ( Menggunakan salah satu  cara dalam metode hipnotic languange pattern atau pola bahasa persuasif, yaitu memberi ilusi pilihan,  dalam hal ini dua pilihan. Apa pun opsi yang dipilih Anin, tujuan Mama tetap tercapai, yaitu Anin tidak menonton hari ini.)

Anin : “Senin aja deh.” 
Mama : “ Oke. “

Tujuan Mama  tercapai, dan Anin senang karena merasa sudah memilih sesuai keinginannya. 

Pilih mana?  Yang rusuh apa yang damai? Yakin kalau ilmu parenting itu tak penting?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar