Sore menjelang.
Aku dan Indriya menyempatkan mampir ke Bartels’ Harley Davidson yang terletak di Lincoln Boulevard, Marina Del
Rey . Kami membeli oleh-oleh untuk suami
tercinta.
Aku terpesona
melihat show room yang dipenuhi motor-motor besar, cantik, mewah dan gagah. Kulirik
harga motor-motor itu, lalu meringis. Mahal? Justru tidak. Harga motor di sini jauh lebih murah dibandingkan harga di Indonesia!
Aku membeli
beberapa potong kaus lengan panjang dan aksesories seperti pin, dan gantungan
kunci sesuai pesanan si Akang, suamiku, yang pecinta motor besar.
“Jangan lupa
belikan Akang oleh-oleh kaus dan aksesories asli dari outletnya ya, Neng.”
Begitu pesannya.
Sore semakin larut.
Mbak Gari mengendarai mobilnya menuju kawasan Santa Monica yang terletak di
Barat Los Angeles. Indriya tampak antusias. Berkali-kali dia mengatakan ingin
menikmati suasana pantai Santa Monica.
Mbak Gari
menepikan mobilnya di tepi Palisades Park, sebuah taman yang terbentang sepanjang Ocean Avenue. Aku dan Indriya turun dari mobil dan berlari mendekati pagar
pembatas tebing.
Kami terdiam mengamati pemandangan. Tebing itu
menurun. Di bawah sana terdapat Pasific Coast Highway, sebuah jalan raya utama
yang membentang sepanjang garis pantai Pacific negara bagian California. Lalu pantai yang
landai dan luas terhampar menghadap Samudra Pasific. Inilah rupanya Santa Monica Beach.
Di arah Selatan,
tepat di tengah Santa Monica Beach, aku menatap Santa Monica Pier membujur dari Colorado Boulevard dan pusat kota Santa
Monica. Santa Monica Pier dengan bianglala yang menyala pada malam hari, taman
hiburan, akuarium, restoran dan dermaga cantiknya merupakan landmark Santa
Monica Beach.
Di Utara, terlihat
Santa Monica mountain membingkai pantai berpasir coklat muda. Cuaca yang tak
terlalu terang membuat laut terlihat pudar.
Puas memandang
pantai, aku mengamati Palisades Park.
Taman ini terbujur dari sebuah
titik di Utara sekitar San Vincente
Boulevard hingga Santa Monica Pier. Panjangnya sekitar 1.6 mil. Tempat ini
konon merupakan salah satu tempat
terindah di Los Angeles.
Palisades Park
dilengkapi area piknik berumput hijau, pepohonan, bangku-bangku, jalan setapak,
pergola, pagar pembatas tebing, kebun mawar, lapangan shuffleboards, dan toilet.
Duduk di bangku taman
menatap Samudra Pasific , aku merasa aneh, seperti pernah berada di sini
sebelumnya. Padahal tentu saja tidak. Ini pertama kali aku menginjak tempat
ini. Mungkin karena Palisades Park sering menjadi lokasi syuting film-film Hollywood atau acara televisi yang pernah kutonton?
Entahlah...
Di Barat,
matahari menebar cahaya merah. Langit meredup. Santa Monica mountain terlihat biru gelap. Aku menatap indahnya sinar merah yang terbenam di Santa Monica Beach. Maha Besar
Allah sang Pencipta. Aku bersyukur bisa berada di tempat ini.
Esok harinya aku
dan Indriya kembali menikmati Palisades
Park. Dari kediaman Mbak Gari, kami berjalan kaki menuju tempat ini. Suasana pagi yang indah di Santa Monica,
diwarnai orang-orang berlari membakar
kalori. Ada juga yang berjalan santai menuntun anjing kesayangan. Di bawah
pohon aku melihat laki-laki tertidur nyenyak dalam sleeping bag, rupanya pria
itu seorang tuna wisma.
Sekali lagi aku
menatap pantai dari pagar pembatas tebing. Matahari tidak bersinar terang.
Pantai terlihat berkabut, sehingga keindahannya tak terlihat maksimal.
Aku dan Indriya
berniat menuju pantai. Hal ini kami
lakukan demi menuntaskan keinginan Indriya yang “ngidam” bermain air laut dan pasir pantai Santa
Monica.
Kami menemukan
sebuah jalan setapak yang menurun. Di pintu pagar tertera tulisan yang
menyebutkan jalan itu ditutup pukul 12 malam hingga pukul 5 dini hari.
Jalan menurun
berujung pada jembatan penyeberangan yang melintang di atas Pacific Coast Highway. Kemudian kami melintasi trotoar dan tangga yang merupakan akses
menuju pantai.
Pasir pantai Santa
Monica terasa lembut, tapi warnanya tidak putih seperti pantai-pantai di
Indonesia pada umumnya. Beberapa ekor
burung hinggap di atas pasir. Tampaknya
mereka jinak, tapi ketika didekati, burung-burung itu terbang menjauh.
Aku mengamati
sekeliling. Tak terlalu jauh dari tempatku berdiri, ada seorang laki-laki dan
perempuan tengah melakukan yoga. Tampaknya sang pria adalah instrukturnya. Dia
memberi pengarahan pada wanita itu untuk melakukan gerakan-gerakan yoga yang
dimulai dengan meditasi.
Di laut, aku
melihat tiga pria tengah mengayuh dayung. Tapi mereka bukan naik perahu.
Tampaknya mereka berdiri di atas papan selancar, berusaha tetap tegak
berdiri melawan hempasan ombak.
Santa Monica
mountain terlihat kabur tertutup kabut. Di
mataku, Santa Monica Beach tidak terlalu
istimewa. Aku telah mengunjungi sejumlah
pantai di Indonesia yang jauh lebih
mempesona.
Tapi bagi
Indriya, tempat ini spesial. Sahabatku itu berlari-lari riang menyusuri bibir
pantai. Selanjutnya dia bersuka ria bermain air, tertawa-tawa, berteriak
kesenangan ketika ombak menampar-nampar tubuhnya. Aku ikut gembira melihat tingkahnya.
Santa Monica Beach mampu membangkitkan
sisi kanak-kanak dalam diri Indriya. Tuntaslah
sudah keinginannya menikmati pantai ini, secara total. Alhamdulillah...
Benar mbak... banyak pantai di Indonesia yang sangat bagus. Tapi saya kagum dengan pantai di negar-negara maju, fasilitasnya sangat mendukung.
BalasHapusTerima kasih banyak sharingnya mbak Dewi. Mudah-mudan suatu waktu bisa mengikuti jjak mbak Dewi menikmati pantai di negara lain ;)
@Fida : Aamiin...
HapusBarakallah.. beruntungnya mba bisa kesana. Itu loh ya bedanya sama pantai2 di Indonesia. Di luar negeri itu bersih bgt dari sampah2 berserakan. Uda pasti juga sejuk dan fresh.. coba kalo ada foto malam hari nya juga mba kulineran hihihi
BalasHapus@Ruli Retno Mawarni : iya lalo malam bianglala di Santa Monica Pier bermandi cahaya :-) sayang ga sempat motretnya
HapusRumput hijau n tamanx begitu menggoda mb...
BalasHapusRumput hijau n tamanx begitu menggoda mb...
BalasHapusRumput hijau n tamanx begitu menggoda mb...
BalasHapus@Laily Nurtawajjuh : menggoda untuk menggelar tikar dan piknik di situ ya. Hehe
Hapus