Laman

Minggu, 06 September 2015

Mengunjungi Konvensi ISNA ke-51 di Detroit Michigan






Bahana adzan  mendayu-dayu di ruangan luas itu membenamkan perasaanku dalam lautan haru. Bukan karena merdunya. Lantunan adzan ini tak jauh beda dari jutaan adzan yang pernah kudengar. Kumandang suaranya tidaklah  istimewa melebihi merdu suara muadzin masjidil Haram dan  masjid Nabawi di tanah suci. Tapi akibatnya mampu menggetarkan hati, dan  membuat indra penglihatanku  pudar     berkabut  air mata.


Muadzin mengumandangkan adzan
Kutebarkan pandangan ke penjuru ruangan untuk menetralisir perasaan. Berbondong-bondong saudara seimanku, wanita maupun pria berdatangan membentuk barisan yang rapat. Ku tatap wajah-wajah syahdu muslim dari berbagai ras.  Kaukasoid, Australoid, Mongoloid, Negroid, sungguh beragam.

Tak lama kemudian, aku tenggelam dalam khusyuknya shalat maghrib berjamaah dipimpin Imam Sohel Mangera. Nikmat. Namun ketika salam diucap pertanda usainya shalat, gelombang haru  kembali menghantam dadaku. Di sisi kiri kulihat sahabatku, Indriya, tengah menghapus butiran air mata. Ternyata dia pun merasakan hal yang sama. Aku beranjak menjauh darinya,supaya dia tak memergoki aku menangis juga.

Di barisan belakang aku duduk, menatap punggung-punggung saudaraku yang masih bersimpuh membisikkan do’a. Tumpahlah perasaanku dalam butiran air mata. Kutangkupkan kedua telapak tangan menutup muka, tangisku tanpa suara, tapi tubuh terguncang-guncang  menahan isak.  Seluruh emosi terkuras tuntas. 

Sesaat setelah shalat maghrib


Ini bukan di tanah suci. Bukan Mekkah atau Madinah. Ini juga bukan Indonesia, di mana umat muslim  sangat banyak jumlahnya. Tapi ini sisi lain bumi Allah, tempat yang asing. Sebuah titik di benua Amerika, tepatnya   Detroit, Michigan. Aku dan Indriya saat ini bersama ribuan manusia berbagai ras   dalam  ruangan luas  Hall B COBO Center di tanah Amerika,  terikat dalam  satu keyakinan, satu keimanan, satu persaudaraan.  Islam.  Masya Allah.... bagaimana mungkin kami bisa  berada di sini, sungguh kesempatan langka. Memikirkannya membuat  deraian air mata menderas penuh rasa syukur. 

Adalah ISNA, Islamic Society of North America, sebuah organisasi Islam terbesar di Amerika Utara yang berbasis di Plainfield, Indiana, mengadakan konvensi nasional tahunan ke-51 yang saat itu berlangsung di Detroit Michigan. 

ISNA adalah “payung”  yang menaungi  berbagai organisai Islam seperti  Muslim Student Association ( MSA), Association of Muslim Scientists and Engineers (AMSE), the North American Islamic Trust (NAIT), Islamic Medical Association of North America (IMANA),  Canandian Islamic Trust Foundation (CITF) dan the Muslim Youth of North America (MYNA).

Tujuan ISNA adalah menjadi organisasi Islam teladan dan pemersatu di Amerika Utara yang memberi kontribusi untuk kemajuan komunitas  Islam dan masyarakat pada umumnya.

Konvensi ISNA ke-51 ini berlangsung tanggal 29 Agustus- 1 September 2014 di COBO Center, 1 Washington Blvd, Detroit, Michigan. 

COBO Center temapt dilaksanakannya konvensi ISNA 2014


Event inilah yang menjadi alasan utama aku dan Indriya berkunjung ke Detroit. Kami ingin melihat saudara-saudara kami di Amerika. Kami ingin menyelami geliat kehidupan muslim di sini.

Mengusung tema “ Generation Rise : Elevating Muslim American Culture “ , konvensi ini diisi dengan berbagai agenda  seperti festival film, pameran karya seni, pemeriksaan kesehatan dan konsultasi gratis, kompetisi tilawatil Quran nasional, program hiburan, talkshow bersama penulis buku, seminar, karnaval, lokakarya, dan bazaar.

COBO Center, gedung tempat diselenggarakan konvensi ini telah  dipadati pengunjung ketika kami tiba. Aura kedamaian langsung menyambutku, rasanya senang sekali melihat saudara-saudara seiman dari berbagai ras berkumpul dan berdatangan. Aku dan Indriya datang ke gedung bersama Mbak Siti dan suaminya, kemudian di hari selanjutnya Mbak Pipit, anak-anak  dan suaminya juga bergabung bersama kami menikmati kemeriahan konvensi ini.


Suasana di lobby COBO

Dekat patung di lobby COBO Center

Orang-orang berdiri mengantri di stand registrasi, beberapa gadis muda lalu lalang di lobby gedung, sementara kerumunan orang dengan tertib memasuki ruangan-ruangan tempat diselenggarakannya seminar.

Dalam 4 hari penyelenggaraan konvensi ini ada puluhan sesi seminar  dengan berbagai tema disampaikan oleh para pembicara.  Ada juga  beberapa pelatihan keterampilan. 

Tema seminar beragam, mulai dari budaya yang mencerminkan nilai Islam, pelayanan sebagai karakteristik budaya muslim, masalah-masalah sosial,  penyelesaian konflik dalam keluarga dan komunitas, pembangunan serta pemeliharaan kegiatan masjid, masalah kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

Masing-masing tema itu terdiri dari berbagai bahasan yang menarik. Salah satunya yang menurutku menarik berjudul “ Islam and Science: Conflict or Integration?”. Selain itu ada pencegahan bullying  di sekolah, cara menghadapi para anti-muslim, cara membangun kedekatan dengan kitab suci Al Quran, masalah kesehatan, bahkan  kiat mencari jodoh dan memelihara pernikahan pun  dibahas dalam  sesi seminar.  

Selain seminar dan talk show, ada  pelatihan menulis puisi  yang berjudul “ Writing Poetry from Soul”, pelatihan memotret dengan camera ponsel,  pelatihan membuat kaligrafi, dan pengelolaan keuangan. 

Ada 3 sesi bedah buku yang diselenggarakan di konvensi ini.  Masing-masing sesi terdiri dari 2-4 judul buku. Buku-buku yang dibahas antara lain bertema pernikahan, membangun kekayaan,  dan budaya.

Dari puluhan seminar dan talk show, ada satu sesi yang menyedot perhatian para pengunjung konvensi. Sesi ini bahkan telah dinanti-nanti oleh ribuan pengunjung. Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat ke -39  hadir  menyampaikan pidatonya. Gedung COBO mendadak terlihat sangat padat, hiruk pikuk ketika sesi  ini akan berlangsung. 

Jimmy Carter hadir  untuk mengajak komunitas Islam  bergerak melawan diskriminasi dan kekerasan terhadap anak-anak perempuan dan wanita di dunia. Dia dan istrinya, Rosalynn telah mengunjungi 145 negara, membangun koalisi lintas agama untuk meringankan penderitaan manusia. Para pemimpin muslim dalam konvensi ini diajak  menandatangani deklarasi perdamaian dan  bergabung dalam gerakan  Presiden Carter mewujudkan hak-hak azazi manusia.



Suasana ketika Presiden Jimmy Carter menyampaikan pidatonya. Sumber gambar dari internet.

Acara menarik lainnya adalah festival film ISNA yang berlangsung di lantai 3 Cobo Center di ruang 321.  Selama 4 hari penyelenggaraan konvensi, ada 15 judul film yang diputar. Film-film itu antara lain California Muslims, A Road to Mecca, American Arab, Children of Sarajevo, Under the Same Sun dan lain-lain.

Kompetisi tilawatil Qur’an berlangsung  selama dua hari di ruang 313AB dan 430 AB. Sementara itu di atrium (lantai 1) gedung megah ini digelar  pameran karya seni para   seniman muslim. Karya seni yang ditampilkan antara lain kaligrafi, patung kaca, foto, acriylic, lukisan, perhiasan, dan seni grafis.

 Acara  menarik lainnya adalah penampilan artis-artis muslim dalam program hiburan. Beberapa yang menarik adalah Kareem Salama, musisi dan penyanyi berdarah Mesir-Amerika. Lalu ada  Azhar Muhammad Usman seorang komedian, aktor, penulis, dan produser film Amerika keturunan India. Dia adalah mantan dosen, aktivis masyarakat dan pengacara dan telah disebut sebagai "Ayatollah Comedy" dan "Bin Laughin".  Selain itu ada si cantik Mona Haydar, penyair dan aktivitis keturunan Suriah-Amerika. Yang paling seru, ada Native Deen, sebuah group musik Islam dari Washington DC. Musik Native Deen adalah perpaduan hip hop dan R&B dengan lirik-lirik bertema Islam.

Bersama vocalist  Native Deen, Joshua Salam dan Abdul Malik Ahmad

Senangnya aku dan Indriya sempat ngobrol sebentar dan berfoto dengan vokalis Native Deen, Joshua Salam dan Abdul Malik Ahmad, sebelum mereka syuting acara Deen TV yang ditayangkan langsung dari lokasi konvensi ISNA. 


Suasana bazaar ISNA 2014

Yang tak kalah, menarik di Hall A yang sangat luas, digelar ratusan booth dari ratusan vendor yang menyajikan berbagai produk dan pelayanan jasa.  Dari produk busana, perhiasan, buku-buku dan penerbit,  audio visual, produk kesehatan, sampai berbagai promo dari berbagai komunitas non profit.


Aku dan Indriya menikmati jalan-jalan menyusuri deretan booth yang sangat banyak itu. Kami singgah di booth majalah Azizah untuk menemui Azizah Kahera, sang Chief Operation Officer yang menyambut kami dengan ramah. Kami berbincang-bincang mengenai kemungkinan bersinergi dengan majalah wanita muslim Amerika ini, baik berupa artikel, ataupun materi penulisan yang mengangkat tentang muslim di Indonesia.

Bersama Mbak Nana Firman, Azizah Kahera dan salah seorang temannya

Kami bertemu dengan Mbak Nana Firman,  yang pada sebuah sesi seminar berjudul “Walking Gently on Earth” bertindak sebagai moderator yang mengawal pembicara Saffet Catovic dan Inayet Sahin menyampaikan makalahnya. Mbak Nana adalah aktivis lingkungan asal  Indonesia yang selama 5 tahun bekerja untuk WWF (World Wildlife Fund) membantu pembangunan dan implementasi “Green Reconstruction” area yang terkena tsunami. 

Mbak Nana keren, lho... Pada 20 Juli 2015 lalu dia mendapat penghargaan Champions of Change dari Gedung Putih Amerika Serikat atas usahanya sebagai inspirator perubahan dalam hal keberlangsungan lingkungan. Dia adalah salah satu dari 12 orang penerima Champions of Change, satu-satunya wanita muslim dari Indonesia yang memperoleh penghargaan karena inisiatifnya mengkampanyekan gerakan hijau di komunitas muslim. I’m proud of you, Mbak Nana!

Aku dan Indriya juga mengunjungi booth Indonesia yang disponsori Bank BNI Syariah. Di sana dipajang busana-busana muslim karya anak negeri, diantaranya busana-busana berbahan tenun ikat yang bermotif etnik.

Mampir di booth Indonesia

 Di hari kedua mengunjungi konvensi ISNA,  aku berkesempatan berbincang-bincang dengan DR. Halim Naeem, seorang tokoh kesehatan mental muslim. Beliau juga pendiri The Michigan Muslim Youth Council (MMYC.NET) sebuah aliansi group pemuda muslim terbesar di Amerika.

Wawancara dengan DR. Halim Naeem

Bincang-bincang selama beberapa menit itu sangat menarik. DR. Halim Naeem memaparkan tentang kehidupan muslim di Amerika. Beliau memaparkan dengan penuh semangat bahwa  komunitas muslim harus semakin giat menunjukkan kualitas dirinya dengan nilai-nilai Islam yang merupakan rahmat bagi alam semesta. 

Sebuah sudut cantik COBO Center

Aku sempat berjalan-jalan menikmati cantiknya arsitektur  COBO center, setelah mengambil beberapa foto,  aku turun dan keluar lewat pintu samping gedung.  Di sana tampak pemandangan cantik. Sungai Detroit mengalir memisahkan  Detroit dengan Canada. Sungguh menarik, aku bisa memandang wilayah Canada yang berada di  seberang sungai. Kelihatannya sangat dekat!



Detroit River side dekat COBO Center

Suasana sangat menyenangkan. Orang-orang duduk bersantai di tepi sungai. Aku memandang gadis-gadis muslim cantik sedang berkumpul dan bersenda gurau. Aku   menyapa mereka dan mengambil foto untuk kenang-kenangan. 

Setelah puas menikmati suasana tepi sungai, aku kembali masuk ke Cobo Center. Aku  sempat berbincang dengan Imam Saleem Khalid,seorang penggerak masyarakat muslim Detroit yang juga Direktur Eksekutif Pengayaan Proyek Muslim, sebuah proyek yang memberikan dukungan kepada para mualaf (orang yang baru memeluk Islam).

Bersama Imam Saleem Khalid

Lalu suami Mbak Siti, memperkenalkan aku dan Indriya pada dua tokoh muslim lainnya. Salah satunya adalah  Dawud Walid, direktur eksekutif Michigan capter of The Council on  American-Islamic Relations (CAIR-MI), sebuah badan yang memberi bantuan advokasi kepada masyarakat sipil muslim Amerika. Yang menarik bagiku, Dawud Walid selain sebagai pengkothbah yang menyampaikan khotbah Islam di berbagai masjid di Amerika, dia juga seorang blogger, khususnya blogger politik untuk Detroit News. 

Bersama Dawud Walid

Kemudian ada Imam Sultan Muhammad, seorang Imam (pemimpin masyarakat Islam) masjid Maryam yang merupakan masjid besar di Chicago, Illinois. Masjid Maryam merupakan markas internasional NOI ( Nation of Islam).  

Imam Sultan Muhammad


Sungguh sebuah kesempatan langka bisa bertemu dan berbincang  dengan tokoh-tokoh Islam ini, meski hanya sebentar mereka sangat ramah menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Sayang sekali waktu sangat terbatas, tapi dengan ramah  mereka menawarkan tanya jawab melaui email. 

Aku, Indriya, Mbak Siti dan suami, Mbak Pipit, anak-anak dan suaminya berfoto bersama Imam Sultan Muhammad

Alhamdulillah... Pengalaman mengunjungi konvensi ISNA ke-51 tak akan terlupakan.  Sebuah even besar dimana masyarakat muslim berkumpul, berbagi ilmu, wawasan pemikiran,  pengalaman, informasi, keterampilan, peluang usaha, peluang beasiswa, peluang beramal,  peluang bersinergi dan berkarya. Semua itu terwujud dari jalinan silaturrahmi yang membawa berkah dalam sebuah benang merah,  indahnya Islam.


6 komentar:

  1. @Sumarti Saelan : iya..pengalaman tak terlupakan :)

    BalasHapus
  2. Subhanallah... indahnya ukhuwah islam :)

    BalasHapus
  3. aku bisa membayangkan ada rasa haru ya mendengar adzan disana. Allhamdulillah Adzan bisa bekumandang dimanapun dibelahan dunia ini

    BalasHapus