Istilah "Married by Accident" atau menikah karena kecelakaan seringkali berkonotasi negatif. Pergaulan bebas di kalangan anak muda mengakibatkan kehamilan tak direncanakan kerap membuat para pelakunya memasuki gerbang pernikahan dengan terpaksa. Tapi bukan itu yang akan aku ceritakan di sini. Kisah ini adalah pengalaman inspiratif tentang Married by Accident dalam arti sesungguhnya. Kisah ini tentang sebuah pelajaran bertanggung jawab yang ditunjukkan oleh dua lelaki bijaksana.
Ketika itu aku masih menjadi mahasiswi jurusan Teknik Sipil Universitas
Sriwijaya. Masa indah penuh semangat merancang masa depan aku lalui bersama
teman-teman satu angkatan yang sebagian besar laki-laki.
Mahasiswi termasuk
makhluk langka di jurusan teknik kecuali di Teknik Kimia. Di jurusan Teknik Sipil
angkatan 1991, hanya ada 17 mahasiswi di tengah 53 mahasiswa. Berada di lingkungan yang
didominasi kaum lelaki justru membuat
aku dan 16 teman mahasiswi merasa nyaman. Para mahasiswa seangkatan rata-rata
baik dan mau membantu kesulitan rekan mahasiswi. Bahkan kadang-kadang kami merasa
dimanja. Bila mengalami kesulitan dalam
memahami mata kuliah atau pengerjaan tugas, teman-teman pria baik seangkatan
maupun kakak-kakak tingkat rela membantu.
Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Sriwijaya angkatan 1991. |
Siang itu, di
ruang B fakultas Teknik Sipil teman-temanku sedang berkumpul menunggu dosen
datang. Hari itu rencananya akan ada ujian mata kuliah konstruksi kayu. Untuk
mengikuti ujian, setiap mahasiswa harus mengumpulkan terlebih dahulu tugas berupa gambar konstruksi yang dibuat di kertas
kalkir.
Hal itulah yang
membuat hatiku galau. Tugas konstruksi kayu memang sudah selesai dikerjakan, tapi
gulungan kertas tugas itu tertinggal di
rumah sahabatku, Mariska.
Tenggat waktu
pengumpulan tugas kian dekat, hanya tinggal 20 menit lagi. Aku harus kembali ke
rumah Mariska mengambil tugas yang tertinggal . Kalau kulakukan dengan berjalan
kaki, aku yakin pasti telat. Resikonya parah, aku bisa gagal ikut ujian.
Maka dengan
panik kuedarkan pandangan ke penjuru ruangan mengamati teman-teman. Aku
mencari-cari siapa yang bisa membantuku. Tentu yang bisa kuharapkan
pertolongannya adalah teman yang punya kendaraan motor atau mobil supaya bisa
cepat sampai ke rumah Mariska.
Di tengah
ruangan aku lihat temanku, sebut saja namanya Reno Raines. Bukan nama asli. Kusebut
dia dengan nama itu karena penampilannya
berkiblat pada tokoh dalam film Renegade
, yang diperankan oleh Lorenzo Lamas. Film seri televisi ini ditayangkan tahun
1992-1997, sangat populer saat itu.
Lorenzo Lamas
yang ganteng dan machonya minta ampun rupanya
telah menginspirasi beberapa teman mahasiswa teknik, termasuk juga si Reno, untuk meniru gayanya. Rambut panjang gondrong
dibiarkan terurai, bercelana jeans dan mengendarai motor hingga rambut panjangnya berkibar-kibar diterpa angin. Terasa pesona
Lorenzo Lamas merasuk jiwa muda Reno, bukan main gagahnya!
“Kawan,
tolonglah aku. Tugasku tertinggal di rumah Mariska. Beberapa menit lagi tugas
itu harus kusetor ke dosen. Kalau kuambil dengan jalan kaki, tak cukup waktu.
Antarlah aku dengan motor kerenmu itu. Kalau tak kuambil tugas itu sekarang, nasibku sial, tak bisa
ikut ujian. “ Rayuku mengiba-iba.
Reno tampak
ragu-ragu. Dia diam memandangku, mungkin sedang berpikir mencari-cari alasan.
“Ayolah kawan, sebentar
saja antarkan aku. Apa kau tak kasihan kalau aku harus mengulang mata kuliah
ini tahun depan hanya gara-gara tak tepat waktu mengumpul tugas? Aku tahu kau
pasti tak tega. Rambutmu boleh saja gondrong macam preman, tapi hatimu terlalu
baik. Aku tahu itu, Kawan.” Kukerahkan jurus rayuan paling mujarab disertai
ekspresi memelas, meringis-ringis mirip orang menahan mulas. Rayuan mendayu-dayu
itu membuat Reno tak berkutik.
Dengan sigap
Reno berdiri tegap, memakai jaketnya dan meraih kunci motor.
“Ayo berangkat!”
Serunya mantap.
Hatiku bersorak.
Maka kami berdua
berboncengan ngebut membelah jalanan penuh angkot menuju rumah Mariska. Di jalan pulang,
kugenggam gulungan kertas tugas erat-erat. Pikiranku melayang kemana-mana.
Dalam keadaan setengah melamun tiba-tiba terpampang di mataku langit biru luas
dengan sinar matahari menyilaukan.
“Ada apa ini?
Kenapa tiba-tiba ada langit biru? “ Pikirku.
Butuh beberapa
detik hingga aku tersadar telah
terbaring menatap langit, telentang di
tengah jalan di depan gerbang Universitas Sriwijaya di Bukit Besar. Aku
terjatuh dari motor!
Dari sudut mata
kulihat Reno mencengkeram leher
kemeja seorang pria. Dengan geram dia mempertanyakan mengapa pria bermotor
bebek itu sembarangan menyerobot jalan, hingga nyaris bertabrakan.
Lalu muncul
wajah-wajah asing menatapku, membantu aku berdiri. Orang-orang berdatangan.
Diantaranya ada teman seangkatanku yang juga ikut marah-marah pada pria
bermotor bebek. Untung saja laki-laki bermotor bebek itu melunak, dengan nada
menyesal dia memohon maaf berkali-kali. Emosi Reno pun mereda.
“Aduh, bagaimana
nasib kawanku?!” Teriak Reno sambil
menghampiriku. Aku berdiri menatapnya seperti orang linglung.
Sebenarnya aku
tak linglung. Jatuh terlentang di tengah jalan lalu dikerubuti orang-orang
seperti ini membuat aku malu. Kaget tapi
lega juga, karena aku tak merasa sakit, pusing, mual atau apa pun.
Rupanya hijab yang kukenakan dengan dalaman hijab tebal dari bahan rajutan telah
berfungsi sebagai “bantalan” peredam benturan di kepala bagian belakang.
Saat itu aku tak
mengenakan helm. Jangan ditiru kebodohan ini ya! Dengarlah nasehatku, Kawan.
Selalu gunakan helm saat berkendara
motor, meski pun jarak yang ditempuh tidak jauh.
“Aku tak
apa-apa, Kawan.” Ujarku pada Reno yang cemas bukan kepalang.
Seorang kakak
tingkatku melintas dengan mobilnya. Dihentikannya mobil itu lalu dia turun
menghampiriku.
“Kenapa, Dik? “
Tanyanya.
Orang-orang yang
bekerumun menjelaskan kalau aku baru saja jatuh dari motor. Sang kakak tingkat
segera menawari untuk mengantar aku ke rumah sakit.
“Tidak usah,
Kak. Aku baik-baik saja. Aku mau ikut ujian sekarang.” Sahutku.
Lalu Reno
mendebat sengit.
“Tidak, tidak.
Hari ini kau tak usah ikut ujian. Biar tugasmu dikumpulkan, nanti ikut ujian
susulan saja. Sekarang kau harus ke rumah sakit!” Tegas Reno.
Sang Kakak
tingkat mendukungnya. Lalu kami berdebat lagi. Aku berkeras tak mau ke rumah
sakit karena merasa baik-baik saja. Akhirnya aku mengalah, minta diantar pulang
ke rumah saja untuk istirahat.
Kakak tingkatku
mengantarkan aku sampai ke rumah, sementara Reno membawa tugasku kembali ke
ruang kuliah untuk dikumpulkan pada dosen.
Esok paginya,
aku sendirian di rumah. Mami, Papi dan empat orang adikku sedang mudik ke
Bandar Lampung. Tiba-tiba aku mendengar pintu diketuk.
Ketika kukuakkan
daun pintu, tampak Reno berdiri dengan rambut gondrong yang diikat rapi. Reno
mengenakan kemeja. Dibelakangnya berdiri
seorang laki-laki yang juga mengenakan baju rapi. Mereka berdua seperti mau ke
acara kondangan.
Reno mengenalkan
lelaki itu sebagai ayahnya. Pria itu menatapku dengan ramah. Suaranya lembut
menyapaku.
Ketika duduk di
ruang tamu, ayah Reno membuka obrolan menanyakan keberadaan Mami dan Papiku.
Kujelaskan kalau seluruh keluargaku sedang mudik ke Bandar Lampung.
“Bagaimana
keadaannya, Nak? Ayo kita periksa kondisinya ke rumah sakit. Mungkin perlu
diperiksa dokter setelah jatuh dari motor kemarin.” Ujar ayah Reno.
“Terimakasih,
Pak. Alhamdulillah saya baik-baik saja.” Sahutku penuh hormat.
“Pusing nggak?
Mual? Atau ada yang sakit dibagian kepala atau badannya?” Sambung ayah Reno.
“Alhamdulillah,
saya tidak pusing, tidak mual, tidak muntah, tidak nyeri, tidak sakit. Semua
baik-baik saja. Hanya sedikit kaget saja kemarin. Tapi sekarang sudah normal.”
Jelasku meyakinkannya.
Kami
berbincang-bincang sejenak. Kemudian wajah kedua anak beranak ini berubah
serius.
“Jadi begini.
Kedatangan kami ke sini untuk melihat keadaanmu. Tak perlu ragu atau merasa tak
enak. Kalau sampai terjadi sesuatu akibat terjatuh dari motor kemarin itu, aku bersedia
bertanggung jawab.” Ujar Reno mantap.
“Tentu saja,
Kawan. Kedatanganmu ke sini dengan
Ayahmu sudah jelas menunjukkan tanggung jawab. Terimakasih banyak atas
perhatiannya. “ Sahutku sambil tersenyum.
“Kau yakin tidak
apa-apa? Sebab kalau sampai terjadi sesuatu, misalnya luka bahkan cacat akibat jatuh, aku bersedia bertanggung
jawab menikahimu.“ Kalimat yang meluncur dari mulut Reno benar-benar membuatku
terperangah.
Aku mengalihkan
pandangan ke wajah Ayah Reno. Pria berparas teduh itu menatapku sambil mengangguk-angguk serius seolah menegaskan
kata-kata anaknya.
Aku tenggelam
dalam haru dan kagum. Bukan main dua pria ini! Aku terkagum-kagum terutama pada
ayah Reno. Tak ada ragu sedikitpun, tentu pria inilah yang mendorong anaknya
melakukan aksi heroik ini. Semua ini
bukan basa-basi. Dia serius mengajari anaknya apa yang disebut sebagai sikap
laki-laki sejati. Tanggung jawab. Dua kata itu mudah diucapkan tapi bukan
perkara mudah melakukannya.
Pria mengagumkan
ini telah mendorong anak laki-lakinya menunjukkan tanggung jawab besar. Sangat besar resiko bertanggung jawab
itu sebab sebenarnya sang penanggung
jawab tak lain adalah dirinya sendiri. Bila
sampai terjadi pernikahan, artinya dia bersedia
mengikatkan dirinya pada kewajiban
menanggung kehidupan anak sekaligus
menantunya. Dia bersedia mengambil beban
dua orang tuaku dan mengalihkan ke pundaknya sementara dia sendiri menanggung beban membiayai anak yang masih berstatus mahasiswa. Itu bukan
masalah sepele.
Di zaman
sekarang jarang orang mau mengambil sikap bijak seperti itu. Kebanyakan malah
tak perduli apalagi bila resikonya berat. Padahal bila dirunut dari awal
kejadian, peristiwa jatuh dari motor itu sebenarnya akibat ulahku sendiri.
Akulah yang merayu-rayu Reno untuk
mengantar mengambil tugas gambar.
“Terimakasih banyak, Bapak. Sungguh saya
merasa sangat dihargai. Tapi sekali lagi, saya baik-baik saja. Tidak ada luka
atau hal serius menyangkut peristiwa jatuh kemarin itu. Atas perhatiannya saya
ucapkan penghormatan dan terimakasih yang sebesar-besarnya.” Ujarku tulus
sebelum Reno dan ayahnya beranjak pulang.
Reno kini sukses dengan karirnya. Suatu saat aku pernah
bertemu dia dan istrinya. Wanita itu sungguh beruntung memiliki suami yang baik
dan bertanggung jawab.
Berhari-hari bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa kecelakaan jatuh dari motor, aku masih saja diliputi kekaguman mengenang kejadian itu. Bagiku ayah Reno adalah sosok lelaki mengagumkan. Lelaki teguh yang mendidik anaknya berdiri tegak menyandang
sikap sebagai lelaki sejati, berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Figur ayah teladan yang mengispirasi. Aku bersyukur pernah mengenalnya.
Iya susah ya mak ketemu org yang bertanggungjawab di jaman sekarang ini.
BalasHapusSalam kenal.
Akuratu.com
Salam kenal juga. Terimakasih sudah mampir ke sini
Hapussemoga saya juga bisa belajar bertanggung jawab seperti si reno :)
BalasHapusthanks sharingnya :)
Sama2 @Mas Chandra Iman.
HapusAku punya kenalan yanv menikah karena accident. Sang lelaki tak sengaja menabrak perempuan yg kemudian jadi istrinya. Waktu itu sih lumayan sampai harus dirawat krn kecelakaan tersebut. Alhamdulillah, insya Allah mereka bahagia.
BalasHapus@Donna Imelda . Memang unik cara Tuhan merangkai perjodohan ya.. Hehe
HapusHebat ya mbak ayah dan anaknya (teman mbak itu). Zaman sekarang masih adakah yang seperti itu...
BalasHapus@Catcilku : sudah langka orang baik seperti itu :-)
HapusIni kejadiannya kira2 tahun berapa ya mbak? Kalau jaman sekarang mungkin sudah jarang sekali ada orang kayak gitu. :-)
BalasHapus@Femellapedia Home : ini kejadian tahun 1993.
Hapusjadi inget cerita mandor yg gawe di rumah. dia jalan2 boncengan motor sama pacarnya. mendadak kecelakaan. pacarnya luka parah sampai diamputasi. merasa bertanggung jawab, dia ingin menikahi pacarnya. tapi kedua orang tuanya ga setuju. alasannya sang calon istri cacat. setelah ngotot ingin bertanggungjawab dan krna cinta jg, akhirnya pernikahan mereka direstui.
BalasHapus@Riana Wulandari : semoga pernikahan mereka bahagia dan langgeng ya. aamiin
Hapussuka ceritanya :')
BalasHapusTerimakasih @AgitaVioly
HapusPria sejati dapat diukur dari tanggung jawabnya. ecieeeee....
BalasHapus@adi pradana : betuuul...hehehe
HapusKirain di ending ceritanya, beneran jadi nikah sama "Reno" ..hi..hi..
BalasHapus@Nurul Fitri Fatkhani : hehehehe...nggak jadi married by accident
Hapusiya coba bilang aja, ada nih luka di hati krn merindukanmu, haha..
BalasHapussalut, semoga masih banyak lelaki spt itu :-)
Hahaha.... Secara Reno itu manis juga ya..qiqiqii @Bunda Shidqi
HapusBaru baca ceritanya,kirain habis accident lanjut pacaran trs married
BalasHapusBaru baca ceritanya,kirain habis accident lanjut pacaran trs married
BalasHapusmaaf alamat nya di mna ya??
BalasHapus