Aku dan Akang bersama si Kuning dengan latar Jembatan Ampera |
Simak perjalana sebelumnya: Perjalanan Touring dari Bogor dan Palembang
Setelah menempuh jarak 663 Km perjalanan Bogor- Palembang dengan motor, aku dan suamiku, si Akang, punya waktu satu hari untuk jalan-jalan di Palembang.
Setelah menempuh jarak 663 Km perjalanan Bogor- Palembang dengan motor, aku dan suamiku, si Akang, punya waktu satu hari untuk jalan-jalan di Palembang.
Adzan
subuh membangunkanku. Aku bangkit, mengambil wudhu dan shalat, lalu membangunkan Akang yang masih terlelap.
Akang
melaksanakan shalat subuh, kemudian dia kembali berbaring. Tampaknya lelah
belum usai menderanya.
Berada
di Palembang seperti berada di kampung halaman kami. Aku dan Akang besar di
Palembang. Seluruh keluarga besar kami tinggal di kota ini. Aku menjadi
penduduk Palembang sejak kelas 6 SD hingga tahun 2009. Akang bahkan lahir
di Palembang.
Sejak
tinggal di Bogor, menjelang lebaran kami selalu mudik ke Palembang. Tapi baru kali ini aku mudik naik motor.
Biasanya kami mudik dengan pesawat karena bersama anak-anak. Sedangkan Akang
sudah beberapa kali touring ke Palembang dengan motor.
Hari
ini aku melepas rindu dengan kedua mertuaku. Meski mereka mengomeli kami karena
khawatir dengan hobi kami naik motor ke tempat-tempat yang jauh, aku hanya
tersenyum. Aku mengerti kekhawatiran mereka, dan juga kekhawatiran Mamiku. Kami
punya 3 orang anak yang masih sangat membutuhkan kedua orangtuanya. Tak dapat dipungkiri, hobi kami touring
termasuk kegiatan yang beresiko tinggi. Aku tak mungkin menghalangi Akang
melakukan hobinya. Maka satu-satunya cara yang kurasa tepat adalah berusaha
selalu mendampingi Akang dalam setiap perjalanannya. Aku memohon izin serta doa kedua mertuaku, agar kami selalu diberi keselamatan dan
perlindunganNya.
Matahari
beranjak tinggi ketika Akang membersihkan tubuh si Kuning. Lumpur dan kotoran
yang melekat di sekujur tubuh dan rodanya kini luruh. Si Kuning kembali
kinclong. Kemudian Akang mengecek baut-baut di tubuh si Kuning. Dia
mengencangkan beberapa baut yang kendur akibat goncangan dan kondisi jalan
buruk selama perjalanan kemarin.
Benteng Kuto Besak
Hari
telah beranjak sore. Aku dan Akang melaju bersama si Kuning ke kawasan Benteng Kuto Besak.
Benteng
Kuto Besak adalah bangunan keraton peninggalan bersejarah dari Kesultanan
Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin I memprakarsai dibangunnya keraton
ini,kemudian pelaksanaan pembangunan diteruskan oleh Sultan Mahmud Bahaudin
yang memerintah pada 1776-1803.
Benteng
ini dibangun tahun 1780. Tak diketahui siapa arsiteknya. Bahan bangunan yang
merekatkan batu bata merupakan semen dari batu kapur Sungai Ogan dicampur putih telur. Pembangunan
benteng berlangsung selama 17 tahun.
Benteng
Kuto Besak yang terletak di dekat sungai Musi kini menjadi tempat terbuka
yang ditata cantik, menarik untuk dikunjungi
wisatawan. Di area terbuka yang
membentuk plaza ini wisatawan bisa
melihat sungai Musi dan jembatan Ampera yang berdiri megah menghubungkan daerah
Seberang Ulu dan Seberang Ilir.
Terdapat mobil-mobil mainan anak-anak |
Di
malam hari cahaya lampu yang menghias jembatan Ampera, rumah-rumah makan di
pinggir Sungai Musi serta area terbuka menjadikan tempat ini terlihat lebih
dramatis. Cantik.
Perahu-perahu di Sungai Musi |
Akang
memarkir si Kuning di area parkir, lalu dia sibuk mensetting kamera. Aku duduk
sambil melihat-lihat suasana yang nyaman. Seorang wanita mendekati aku.
“Dari
mana, Dik?” Tanyanya sambil memperhatikan si Kuning.
“Dari
Bogor. “ Ucapku.
“Wah,
setelah dari sini bisa jalan-jalan sewa
perahu boat menyusur sungai Musi. Bisa juga ke Pulau Kemaro, Dik. Terus jangan
lupa makan pempek, model, tekwan, laksan, burgo, lenggang, pindang, kemplang.
Selain itu masih banyak makanan khas
Palembang. Semua enak!” Ujarnya penuh semangat.
Wanita
itu tak tahu kalau aku pernah tinggal lama di Palembang. Tentu aku tahu tempat dan semua makanan yang
disebutkannya.Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum untuk menyenangkan
hatinya.
“Oo,
begitu. Terimakasih informasinya ya..” Sahutku.
Dia
menggangguk puas.
Foto berlatar jembatan Ampera |
Aku
dan Akang kemudian mengambil beberapa foto dengan latar belakang jembatan
Ampera. Jembatan ini merupakan icon kota Palembang yang paling terkenal.
Rasanya belum sah mengunjungi kota Palembang kalau belum berfoto dengan latar
jembatan ini.
Jembatan Ampera
Ampera, Icon kebanggan Palembang |
Jembatan
Ampera dibangun mulai bulan April tahun
1962 setelah disetujui oleh Presiden Soekarno. Biaya pembangunan jembatan ini
berasal dari pampasan perang Jepang. Tenaga ahlinya pun berasal dari Jepang.
Peresmian pemakaian jembatan berlangsung pada tahun 1965. Pada saat itu
jembatan yang panjangnya 1.117 m ini adalah jembatan terpanjang di Asia
Tenggara. Pada awalnya dinamai Jembatan Bung Karno sebagai penghargaan atas
jasa beliau yang sangat mendukung dibangunnya sarana ini. Kemudian pada tahun
1966 ketika terjadi pergolakan politik anti Soekarno, jembatan ini berganti
nama menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).
Setelah
puas berfoto, kami kembali melaju menuju kawasan Jakabaring untuk mengunjungi
Mamiku. Kami mampir sebentar ke masjid Cheng Hoo yang terletak tidak jauh dari rumah Mami.
Masjid Ceng Ho
Masjid
Cheng Ho atau lengkapnya Masjid Al Islam Muhammad Ceng Ho Sriwijaya Palembang
adalah masjid dengan arsitektur China yang dibangun oleh komunitas Islam
Tionghoa Sumatera Selatan. Komunitas itu dinamai PITI ( Persatuan Islam
Tionghoa Indonesia). Masjid ini terletak di kawasan Jakabaring Palembang.
Nama
masjid ini berasal dari Laksamana Cheng
Ho, seorang tokoh muslim Tionghoa yang
menjadi orang kepercayaan kaisar Yongle,
kaisar ke-3 dari Dinasti Ming yang berkuasa tahun 1403-1424 di Tiongkok.
Laksamana
Cheng Hoo membawa 62 armada kapal dan
27.800 orang tentara pernah empat kali berlabuh di pelabuhan tua
Palembang. Laksamana Cheng Ho membantu kerajaan Sriwijaya menumpas
perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang merajalela mengganggu keamanan pada
1407. Laksamana Cheng Ho berhasil
menumpas gerombolan perampok dan menangkap pemimpinnya. Sejak itulah Sang
Laksamana membentuk komunitas Tionghoa Islam di Palembang.
Arsitektur
masjid Cheng Ho sangat unik, karena merupakan perpaduan arsitektur Palembang,
China, dan Arab. Masjid ini dibangundi atas tanah seluas 5.000 m2,
terdiri dari dua lantai dan mampu menampung 600 jamaah. Menara di kedua sisi
masjid berdesain mirip kelenteng-kelenteng di China, berwarna merah dan hijau
giok. Lingkungan masjid dilengkapi rumah untuk imam masjid, kantor,
perpustakaan dan ruang serba guna.
Makan model di rumah Mami
Kami
tiba dirumah Mami. Aku memeluk Mami melepas rindu. Rumah Mami selalu
membangkitkan kenangan tentang Papiku yang
sudah kembali kepadaNya tahun 2011 lalu. Hatiku masih sedih melihat
kursi goyang kesayangan Papi. Dulu dia senang duduk dikursi hadiah Akang itu, terangguk-angguk tersenyum memandang anak-anak dan
cucu-cucunya.
Mami
menghidangkan model, salah satu makanan khas Palembang. Bahan dasarnya terbuat
dari adonan ikan tenggiri, mirip dengan pempek. Hanya saja model diisi tahu dan disajikan dengan kuah kaldu
udang.
Sama
seperti kedua mertuaku, Mami juga mengkhawatirkan keselamatan kami selama
touring. Dia berpesan agar kami selalu hati-hati menjaga diri. Aku dan Akang
meminta doanya agar kami selalu dilindungi dari segala bahaya.
Kami
hanya punya satu hari di Palembang, karena itu meski rindu belum tuntas, Aku
dan Akang terpaksa pamit. Seperti biasa
aku menyimpan tangis memandang wajah Mamiku kala harus pergi darinya. Aku
menampilkan senyum berusaha menetralkan suasana hatiku ketika melihat mata mami
berkaca-kaca . Kala si Kuning telah menderu
meninggalkan siluet Mamiku yang melambai dikejauhan, barulah airmata
kubiarkan menetes.
Menikmati Pempek
Jam
sudah menunjukkan pukul delapan malam
ketika kami tiba di kawasan Celentang Sako Kenten. Sebuah toko pempek menarik
perhatian kami. Kami mampir ke toko itu untuk menuntaskan keinginan makan
makanan khas Palembang itu.
Sepiring
pempek kecil yang terdiri pempek adaan, pempek lenjer kecil, pempek telur dan
pempek kulit terasa nikmat. Cuka pempek yang kental dan pedas membuat perpaduan
rasa yang sempurna. Wisata kuliner ini
menutup kegiatan kami hari ini.
Sebelum
pulang, kami berbelanja minuman dan roti untuk bekal perjalanan pulang
ke Bogor.Aku dan Akang sengaja tidur lebih cepat supaya esok harinya bisa bangun dengan tubuh segar dan memulai perjalanan pulang kembali ke Bogor.
Ikuti kisah selanjutnya : Perjalanan Pulang (Touring Palembang-Bogor)
Ikuti kisah selanjutnya : Perjalanan Pulang (Touring Palembang-Bogor)
2 komentar:
Mba, asyik jug aya touring ama suami git. Tapi aku kayaknya belum berani deh. Kuatir ngebut. Seru juga ke Palembang, pemandangan dan makanannya enak-enaak :)
Yuk,kalo nak touring lagi ajak Oi.
Aku galak pulo balik pake motor Yuk.
Posting Komentar