Pemandangan Dataran Tinggi Dieng hasil jepretanku di atas motor yang melaju |
Melihat
foto-foto pemandangan alam Dieng Plateau
yang cantik, aku dan suamiku, si Akang, terpesona. Kawasan Dieng terletak di antara dua kabupaten, Banjarnegara
dan Wonosobo Jawa Tengah, berada pada ketinggian 2093 mdpl. Selain menawarkan eksotisme
kecantikan alam dan udara dingin, Dieng juga merupakan pusat perkembangan
kebudayaan Indonesia di masa lalu.
Keunggulan itulah yang membuat kami memilih Dieng sebagai tempat tujuan
solo touring (touring hanya dengan satu motor saja tanpa rombongan) tanggal 2 hingga 4 April 2015.
Packing dan mantel merah
Seperti biasa
sebelum berangkat acara packing diwarnai perdebatan, tawar menawar perihal barang
bawaanku yang dinilai Akang terlalu banyak.
“Kapasitas box
motor kan terbatas, Neng. Mana bisa mantel tebal ini masuk. Kan sudah ada
jaket, ngapain bawa mantel juga?” Sergah Akang.
“Mantel ini
bikin hangat, lebih hangat dari jaket. Apalagi kalo di foto warnanya
eye-chatching. Keren.” Kilahku.
“Nggak muat!”
Tegasnya.
Kalau sudah
begini tak ada gunanya mendebat Akang. Aku tahu adatnya. Maka dengan wajah
sedih aku memisahkan mantel merah itu dari barang bawaan yang lain.
“Neng suka
banget mantel ini..” Ucapku lirih.
Masalah packing
gampang-gampang susah. Kami harus bisa memilih barang yang benar-benar penting
karena keterbatasan bagasi motor. Barang bawaan kami sebagai berikut :
1.
Pakaian untuk 3-4 hari.
Pakaian
yang kami bawa berupa jaket, kaos lengan panjang, celana jeans, pakaian dalam,
dan kaus kaki. Untuk aku tentu saja
dilengkapi jilbab. Yang penting dibawa adalah “long john”, yaitu pakaian
dalam yang berbulu halus, lembut,
hangat dibagian dalamnya sehingga mampu
menahan panas tubuh. Long john biasanya aku bawa untuk bepergian ke
negara-negara bersuhu dingin. Mengenakan
long jhon di udara dingin kawasan Dieng yang suhunya berkisar antara 6
hingga 17 derajat Celcius sangat membantu membuat nyaman tubuh.
Long Jhon |
2.
Camera, Mini Recording dan Tripod
Mengambil
foto dan video saat touring itu wajib
hukumnya. Foto bisa menjadi dokumentasi, kenang-kenangan dan juga bisa menjadi
pelengkap tulisanku di blog. Membawa tripod juga penting untuk membantu
mengambil foto kala pencahayaan kurang sehingga memotret dengan speed rendah.
Dan terutama membantu aku dan akang bila ingin berfoto berdua.
3.
Payung dan Jas hujan
Sekarang
musim hujan. Jas hujan dan payung
termasuk barang yang wajib dibawa kalau tak ingin basah kuyup disiram hujan.
4.
Tool Kit
Tool
Kit berisi perlengkapan obeng, tang dan sebagainya untuk jaga-jaga bila ada
masalah dengan motor selama perjalanan.
5.
Obat-obatan
Obat-obatan
yang dibawa berupa obat pusing, obat luka, tolak angin, balsem, multi vitamin,
kapas, plester, perban, dan lain-lain
6.
Makanan
Kami
selalu membawa roti gandum dan selai untuk persiapan bila sewaktu-waktu kelaparan
di jalan.
7.
Air minum.
Penting
membawa air minum selama perjalanan touring untuk menghindari dehidrasi. Untuk
keperluan ini, Akang membawa “water bag” yang bisa diisi air sebanyak 2 liter.
Water bag dibawa di punggung seperti membawa ransel. Water bag dilengkapi
selang air minum yang bisa dihisap bila
haus.
Water bag dengan selang air minum |
8.
Perlengkapan mandi dan sandal jepit.
Perlengkapan
mandi seperti handuk, sabun, shampo, sikat gigi, odol, dan sabun muka.
Barang-barang ini penting dibawa untuk berjaga-jaga seandainya di penginapan
tidak disediakan perlengkapan mandi.
9.
Perlengkapan shalat.
Sebagai
muslim kami selalu membawa perlengkapan shalat seperti sajadah dan mukena.
10.
GPS
Navigator
Alat
ini sangat penting untuk menunjukkan arah jalan menuju tempat tujuan.
Selain barang-barang
tersebut kami memperlengkapi diri dengan “Riding Gear” atau perlengkapan yang
mendukung keselamatan bermotor yaitu :
1.
Jaket.
Jaket
sebaiknya yang mampu menahan angin, dan sikunya dilengkapi elbow protector.
2.
Elbow dan Knee Protector (Pelindung siku dan
lutut)
Perlengkapan
ini fungsinya melindungi siku dan lutut dari benturan.
Elbow and knee protector |
3.
Helm
Helm
minimal harus memenuhi standard SNI. Sebaiknya gunakan helm full face yang
melindungi seluruh kepala dan wajah.
4.
Riding Shoes
Sepatu
yang cocok untuk pengendara sepeda motor adalah yang mampu melindungi mata
kaki,tidak licin, dan nyaman dipakai.
Lebih bagus lagi bila waterproof atau tak tembus air.
5.
Balaclava atau masker
Balaklava
adalah masker yang menutup kepala mulut dan hidung yang mirip masker ninja.
Masker ini penting untuk menahan angin dan debu jalanan.
Balaclava.( Foto dari internet) |
6.
Riding Glove.
Sarung
tangan ini dilengkapi pelindung punggung tangan.
Riding Glove |
Ngomong-ngomong,
kalimat penutup perdebatanku dengan Akang masalah mantel merah itu ternyata
manjur. Si Akang putar otak mengakali packing, hingga akhirnya mantel merah
kesayanganku bisa ikut serta dalam touring kami ke Dieng. Cihuy!
Awal Perjalanan
Pukul 5.15 kami
memulai perjalanan. Udara pagi yang
dingin makin dingin ketika gerimis turun di wilayah puncak. Kami ragu apakah
harus berhenti untuk mengenakan jas hujan atau jalan terus. Langit gelap
tertutup mendung sepanjang jalan.
Di Cianjur kami mampir sebentar untuk menikmati sarapan bubur ayam, lalu melanjutkan perjalanan.
Sarapan bubur ayam di Cianjur |
Pukul 07.53 ketika melewati Cimahi, sinar
matahari muncul malu-malu menyapa kami. Tapi tak lama kemudian, pukul 8.59 di
jalan Soekarno-Hatta Bandung, langit kembali redup.
Di lampu merah
kami berhenti. Seorang pria dengan motor
Ninja 250 cc menjajari kami lalu menyapa. Dia membuka helmnya,
menampakkan senyum lebar. Lensa mata kanan pria itu berwarna abu-abu pudar
berbeda dengan mata kirinya yang normal.
“Mau ke Jogja
ya? Saya besok berangkat ke Jogja.” Serunya riang. Logat Jawanya kental.
“Bukan. Kami mau ke
Dieng. Ada acara apa di Jogja ?“
Balasku.
Pria itu menyebutkan
sebuah event motor besar yang kerap diadakan setiap tahun. Kemudian dia
tersenyum dan pamit dengan melambaikan tangan lalu meluncur pergi tepat ketika
lampu hijau menyala.
Lalu lintas
lancar sepanjang jalan yang kami lalui. Wilayah yang diperkirakan macet seolah
berbaik hati tak menghambat perjalanan kami.
Macet di Jl. Raya Cipacing |
Ketika tiba di
Jl. Raya Cipacing, Cileunyi, antrian kendaraan mengular. Akang terpaksa
menyusuri bahu jalan dan mencari-cari celah diantara truk-truk besar dan bus
yang mengantri. Dua orang pria berdiri di pinggir jalan mengarahkan kami
mengambil jalur kanan. Akhirnya kami bebas dari kemacetan parah. Di ujung antrian
kendaraan kami melihat pawai pekerja pabrik dengan seragam merah tengah mengadakan
demo. Kami hanya bisa memandangi mobil-mobil yang terjebak dibelakang para
pendemo itu dengan tatapan kasihan. Aku berharap semoga demo itu tidak
anarkis..
Pukul 12.34 Kami
memasuki gerbang wilayah Jawa Tengah. Lalu pukul 12.45 kami berhenti untuk
shalat dan makan siang di rumah makan Pringsewu.
Makan Siang di RM Pringsewu Wanareja
Sudah beberapa
kali aku dan Akang makan di tempat ini di kesempatan touring yang berbeda.
Tempatnya lumayan nyaman, makanannya
enak, pelayanannya cepat, ada musholla
dan fasilitas WiFi. Di rumah makan ini
ada mainan anak-anak, pertunjukan sulap dan layanan pijat elektrik.
Menu yang kami
pilih kali ini adalah paket untuk dua orang. Terdiri dari 2 potong ayam bakar,
2 piring nasi, lalapan, sambal, kangkung cah tauco, irisan buah segar, es
kelapa dan lemon tea.
Irisan buah, es kelapa muda dan es lemon tea |
Kangkung cah tauco |
Ayam bakar, lalapan dan sambal |
“Kangkung cah
tauconya enak!” Komentar Akang.
Romantisme Hujan
Pukul 14.00 kami
kembali meluncur di jalan. Perjalanan lancar melewati Wanareja, Cilacap,
Majenang, Lumbir, Wangon, lalu Banyumas. Di Somagede, kami disuguhi pemandangan
sawah cantik di kiri-kanan jalan sementara langit terus meredup.
Setelah melewati
Banjarnegara, di Jl. Raya Merden Purwanegara hujan turun. Rintik yang mula-mula
kecil kemudian berubah menjadi besar dan rapat. Jam menunjukkan pukul 16.20
ketika kami menepi di sebuah teras toko yang tutup.
Akang
menyodorkan jas hujan padaku. Kami segera membuka jaket dan menggantinya dengan
jas hujan berwarna ungu terang itu. Perjalanan kami berlanjut di tengah siraman
hujan.
Selalu ada
sensasi tersendiri menatap butir-butir
bening yang menampar kaca helm-ku. Aku seperti terlempar jauh ke masa kecil. Gembira
meluap-luap melanda hatiku persis
seperti dulu. Betapa indah. Berlari
riang terawa-tawa di tengah derai air, seolah hujan adalah sebuah
peristiwa yang patut dirayakan. Tapi hujan adalah nikmat Tuhan, bukan? Hujan yang
mengguyurku ini terbentuk dari siklus
air yang terjadi berulang-ulang, sama
seperti peristiwa hujan di masa kecilku.
Hanya saja kini aku menikmatinya dengan cara berbeda. Dengan meluncur di atas
si Kuning, motor bertenaga 650 cc bersama lelaki belahan jiwa. Senangnya!
Kami tiba di
kota Wonosobo pukul 17.20. Hujan sudah reda. Kami melewati beberapa hotel dan
kawasan pertokoan.
“Neng, Akang
sudah browsing di internet. Di Dieng tidak ada hotel, lho. Apa kita menginap di sini saja?” Tanya Akang.
“Masak sih nggak
ada hotel ? Dieng kan tempat wisata. “ Sahutku tak percaya.
“Ya, kita lihat
sajalah.”
Nutrisi Jiwa
Jalanan terus
menanjak. Senja hampir tenggelam dalam pelukan malam ketika kami memasuki
kawasan wisata Dieng pukul 18.04. Dieng berasal dari bahasa Sansekerta “Di” dan
“Hyang” yang berarti tempat tinggi para
Dewa atau Kahyangan. Tempat ini dulu merupakan tempat bersemedi dan berziarah
raja-raja Jawa Tengah yang beragama Hindu.
Udara dingin
mengigit. Langit temaram membuat gunung
dan barisan bukit membentuk siluet gelap sambung menyambung melatari sawah, lembah, sungai dan jurang.
Kami menyusuri jalan meliuk-liuk mendaki dan terus menanjak. Alam begitu
hening.
Ketika aku
menoleh ke jurang di sisi kanan, tampak
bukit yang lebih rendah di sana. Bukit itu puncaknya berselimut awan putih bergulung-gulung, sementara kami berada
di atasnya.
“Ya Allah..
Indahnya seperti berada di negeri di atas awan.” Bisikku. Tentu saja Akang tak
mendengar.
Ketika kualihkan
pandangan ke langit, takjub melandaku. Di atas siluet gunung dan bukit-bukit
yang sambung menyambung bertahtalah
bulan anggun di langit kelam. Penampilannya hampir bulat sempurna. Cantiknya
alam menggetarkan jiwa, menghempaskan aku dalam kekaguman yang mengharukan pada
sang Maha Pencipta.
Sontak lantunan
azan berkumandang. Nadanya menyayat,
meliuk indah memecah keheningan, terasa menusuk kalbu. Mataku basah, tanpa kutahu
sebabnya. Ya Allah... Maha Besar Engkau,
tiada bandingan. Pengalaman rasa ini seperti nutrisi jiwa, yang tak tergantikan
oleh apapun.
Rezeki Home Stay Bobrok
Kata-kata Akang ternyata
benar, di Dieng tak ada hotel. Yang banyak
terdapat di sini adalah home
stay. Ada beberapa yang judulnya hotel, tapi kondisinya sama saja seperti home
stay. Aku tak habis pikir, kenapa tak ada orang yang mau berinvestasi membangun
hotel yang layak di tempat seindah ini.
Setelah
bolak-balik mencari hotel tanpa hasil, dalam kondisi lelah akhirnya kami sembarangan
saja parkir di halaman sebuah home stay. Melihat kamar yang berdinding geribik, aku tersentuh
oleh gaya etniknya. Akang langsung membayar untuk dua malam. Murah, hanya Rp.
300.000,- untuk dua malam.
Selanjutnya,
kami baru sadar. Oalaah... Tempat tidur dari bambu itu sudah reyot, lalu
jendelanya berlubang, sementara tirainya tipis. Orang di luar bisa melihat apa
yang kami lakukan di kamar. Akang terpaksa memakai salah satu selimut yang
sudah robek untuk menutup jendela kamar. Lalu tidak ada sabun, odol, dan sikat gigi. Untung
kami bawa sendiri. Handuknya lembab, cuma satu. Karpet kamar kotor dan berbau.
Aku terpingkal melihat kunci kamar dari gerendel dan gembok kecil. Sudah
berpuluh tahun aku tak melihat orang
mengunci pintu dengan gaya seperti ini, apalagi di penginapan. Mau
pindah ke home stay lain, kami sudah tak sanggup. Lelah sudah sampai puncaknya.
Akhirnya aku dan Akang tergelak menertawai nasib kami kali ini, harus terima
menginap di home stay bobrok. Meskipun begitu, masih ada yang patut disyukuri.
Tersedia air hangat untuk mandi dan berwudhu yang mengucur dari keran di kamar
mandi sederhana dalam kamar ini. Alhamdulillah...apa jadinya bila harus mandi
dengan air dingin di tengah udara sedingin ini.
Kunci kamar model jadul |
“Besok pagi kita
keliling cari home stay yang lebih bagus ya, Neng.” Hibur Akang.
Kusentuh
pipi hangat Akang untuk meredakan dingin
yang menyerang telapak tanganku. Selanjutnya aku tertidur pulas dalam dekapnya.
******************************************************************************
Ikuti kisah selanjutnya klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar