Hobi jalan-jalan, berfoto dan
menulis membuat kamera menjadi barang yang sangat
penting bagiku. Seringkali saat jalan-jalan aku melihat pemandangan alam yang indah atau arsitektur menakjubkan ciptaan manusia yang membuat
hati melonjak-lonjak kegirangan. Pemandangan yang terpampang di depan mata itu
membangkitkan rasa syukur dan kekaguman pada Tuhan, karena dari Dialah segala
keindahan berasal.
Selalu tumbuh keinginan untuk mengabadikan kecantikan
yang tertangkap mata saat itu. Cara yang
paling tepat mengabadikan keindahan panorama alam tentu
saja dengan memotret. Foto-foto hasil jepretan itu bisa menjadi pengobat rindu.
Memandang foto bisa membangkitkan lagi kenangan indah saat mengunjungi suatu
tempat. Lalu tentu saja foto-foto itu akan menjadi pelengkap tulisan yang
kubagikan di blog atau media lain. Sebuah foto bisa memberi informasi lengkap
karena pada hakikatnya foto mampu “berbicara” menyampaikan gambaran detail
suatu tempat atau benda.
Memandang sebuah landscape cantik, ingin rasanya merekam semua dengan sempurna seperti layaknya apa yang
tertangkap mata. Aku sering merasa kurang puas dengan gambar yang dihasilkan
kamera biasa. Bukan masalah ketajaman gambarnya , tapi masalah sudut pandang terbatas
yang bisa direkam kamera biasa.
Ada sebuah cara dalam fotografi yang
dapat diterapkan demi memperoleh gambar landscape secara lebih lengkap. Cara itu disebut panoramic fotografi . Sudut
gambar yang dihasilkan dengan cara ini sangat lebar mendekati sudut pandang
mata manusia. Memandang hasil foto panoramic membuat kita seolah-olah berada di
tempat itu. Untuk menciptakan sebuah foto panoramic, fotografer biasanya
memotret beberapa gambar dengan memutar posisi camera demi merekam gambar dari berbagai sudut. Lalu
hasil foto akan disatukan melalui proses “ image stitching”. Sayangnya, dengan
camera biasa dibutuhkan waktu dan ketepatan, lalu bila ada objek yang tengah
bergerak akan timbul efek “ghosting”
atau motion blur pada hasil foto. Selain itu, kamera juga tak mampu
menghasilkan gambar panorama “bulat penuh” karena kamera terpasang di tripod.
Hal ini menyebabkan kamera tak mampu menangkap gambar atau objek yang
terpampang dibawahnya.
Ketika mendengar seorang insinyur komputer
lulusan Technische Universität Berlin menciptakan sebuah camera 360
derajat yang mampu mengabadikan gambar seperti apa yang tertangkap mata
manusia, aku jadi tertarik menuliskannya di sini.
Sang pencipta camera bernama Jonas
Pfeil. Pemuda ini menciptakan sebuah camera
yang berbentuk bola dilengkapi 36 camera-fix focus 2 megapixel. Kamera ini
dinamakan “Panono”. Panono dioperasikan
dengan cara dilemparkan keatas seperti melempar bola. Benda itu mampu menangkap
gambar di semua arah secara bulat penuh.
Kamera Panono seolah menjawab semua
kesulitan yang dihadapi saat melakukan panoramic fotografi.
Tampilan Panono benar-benar mirip
bola. Ada lapisan busa yang melindungi camera. Cara penggunaannya pun tak berbeda
dengan melempar lalu menangkap bola.
Ketika Panono dilemparkan, saat
mencapai titik tertinggi, camera-camera pada Panono menangkap gambar panorama
secara bulat penuh. Panono dapat menangkap adegan dengan banyak objek bergerak
tanpa menghasilkan efek ghosting dan menciptakan gambar yang unik.
Sumber Foto : dari Internet |
Setelah sang fotografer menangkap
bola, saat itu gambar bisa langsung di download dengan menggunakan USB dan
secara otomatis ditampilkan pada
panoramic viewer. Sangat mudah. Hal ini membuat sang pengguna kamera bisa
mengeksplorasi dan merekam secara utuh
pemandangan yang ada di suatu tempat.
Sayang sekali, Panono belum
dipasarkan. Sang pencipta masih belum berpikir untuk membuat produk ini secara
massal.
Aku sudah mulai bermimpi bisa punya
Panono suatu hari nanti. Mudah-mudahan harganya tidak terlalu mahal sehingga bisa terjangkau kantungku. Kapan dipasarkannya ya? Mari kita tunggu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar