Siang itu matahari begitu garang, seolah mengerahkan kekuatan penuh yang dimilikinya untuk
menyengat bumi . Aku menghela nafas tak sabar, memandang antrian mobil yang
menyemut di lampu merah. Kuinjak pedal rem dan kuhentikan mobil menanti antrian panjang itu bergerak. Rasanya lama, lampu hijau tak kunjung menyala.
Seorang wanita muda berpakaian lusuh
menggendong bayi berdiri di pinggir jalan. Dia menyeret kaki yang beralas
sendal jepit butut, beringsut mendekat. Tangan kirinya sibuk membetulkan letak
kain panjang yang tersampir dipundaknya,
menutupi leher hingga dada. Tangan
kanannya menengadah, meminta sedekah. Dia menunggu di jendela mobil kala
melihat aku sibuk mengaduk-aduk tas mencari uang. Saat aku temukan selembar duapuluh
ribuan, kubuka jendela mobil dan mengulurkan uang itu padanya. Bayi dalam
gendongannya tiba-tiba bergerak menarik kain panjang yang tersampir dipundak.
Kain itu terlepas, tampaklah leher wanita itu. Aku terkejut. Dia pun terkejut,
tapi secepat kilat ia menyambar uang ditanganku. Tanpa bicara apa-apa dia
membalikkan badan dan setengah berlari
menjauh dan menghilang dibalik antrian kendaraan.
Beberapa saat aku tertegun. Masih terbayang leher wanita itu.
Lehernya berwarna gelap sama seperti
kulit kusam di wajah dan tubuhnya. Tapi bukan itu yang membuatku terkejut,
melainkan sebentuk kalung emas berukuran lumayan besar melilit leher, berkilau
kontras dengan warna kulitnya.
Aku merasa aneh. Apalagi membayangkan
sikap wanita itu yang cepat-cepat kabur setelah mengambil uang dari tanganku.
Aku ikhas memberi sedekah, hanya saja aku jadi bertanya-tanya sendiri apakah
sedekah itu sudah ku alamatkan pada orang yang tepat? Ataukah ada orang lain
yang lebih tepat menerima sedekah dibanding wanita itu?
Perkara ini sempat membuatku menimbang-nimbang
lagi tentang keikhlasan. Salahkah bila aku jadi ragu memberi kepada pengemis?
Apakah aku malah mendidik mereka menjadi manusia yang malas bekerja? Apakah aku
seharusnya menyalurkan sedekah hanya
kepada orang tak mampu yang membutuhkan bantuan? Tapi bagaimana aku bisa
tahu siapa yang tak mampu dan pantas dibantu?
Kenyataannya sulit mengetahui ukuran
“mampu” dan “tak mampu” dengan mengandalkan pandangan mata. Contohnya si Ibu
pengemis itu. Sekilas dia tampak tak mampu, dengan baju lusuhnya, sendal jepit
butut, wajah memelas dan tangan yang menengadah. Tapi kalung emas yang melilit
lehernya menegaskan hal sebaliknya.
Lalu bagaimana caranya menyalurkan
sedekah, zakat dan infaq tepat pada orang yang membutuhkan, sehingga tak perlu
menimbulkan rasa “bersalah”?
Teringat sebuah hadits dari Sahl bin
Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung
anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.
Hadits yang agung ini menunjukkan
besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga imam
Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab keutamaan orang yang mengasuh anak
yatim.
Seingatku, makna hadits ini
menyebutkan bahwa orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati
kedudukan tinggi di surga dekat dengan Rasulullah. Yang dimaksud anak yatim
adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum anak itu mencapai usia
dewasa.
Lalu apakah aku harus melakukan
survey sendiri, mencari anak-anak yatim untuk disantuni? Tidak juga. Selalu ada
solusi efisien dan praktis untuk melakukan kebaikan di zaman modern sekarang
ini.
Aku mengenal sebuah yayasan non
profit yang merupakan lembaga sosial masyarakat dari salah seorang sahabat.
Yayasan ini menyantuni anak yatim dengan
cara menghimpun dan mengelola dana zakat, infaq, sadakoh, qurban dan wakaf dari
perorangan, kelompok, perusahaan, dan badan lainnya. Banyak sekali yayasan
sejenis berkembang di Indonesia
akhir-akhir ini , tapi ada satu hal istimewa yang membuatnya berbeda dari
yayasan lain.
Yayasan yang bernama “ Yatim Mandiri”
menitik beratkan pada program kemandirian anak yatim sebagai program
unggulannya. Jadi anak-anak yatim tidak hanya diberi makanan, pakaian dan
kebutuhan primer, tapi lebih dari itu. Mereka dibekali kemampuan sebagai bekal hidup agar bisa “berdiri di
kaki sendiri” menjadi manusia yang
produktif dan bermanfaat.
Yayasan Yatim Mandiri berdiri pada
tahun 1994, pada tahun 2008 telah dikuatkan dengan akta notaris Maya Ekasari Budiningsih, SH dan makin kuat eksistensinya sebagai lembaga zakat
dengan pengesahan dari DEPHUMHAM RI dengan nomer AHU-2413.AH.01.02.2008. dan
mempunyai NPWP nomer : 02.840.224.6.609.000.
Pelatihan ESQ bagi anak-anak yatim yang diselenggarakan oleh Yayasan Yatim Mandiri |
Anak-anak yatim mengikuti test masuk Mandiri Enterpreneur Center (MEC) |
Anak-anak yatim yang berprestasi |
Yayasan Yatim Mandiri mengembangkan
Lembaga Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) yang khusus ditujukan untuk
anak-anak yatim purna asuh yang telah
lulus SMU tanpa biaya alias gratis. PUSDIKLAT yatim ini dinamai Mandiri
Enterpreneur Center (MEC) dengan visi dan misi membentuk anak-anak berjiwa
enterpreneur yang kelak menjadi
pengusaha handal. Yayasan Yatim Mandiri juga memiliki ruang usaha bernama Mitra
Mandiri sebagai wadah untuk aplikasi bisnis anak-anak yatim dari berbagai kota
di Indonesia yang menjadi binaan.
Bayangkan bila zakat, infaq, sedekah,
dan wakaf yang diberikan kepada orang yang membutuhkan bagai benih ditanam
berkembang menjadi investasi akhirat yang” panjang “ pahala dan manfaatnya.
Bayangkan dengan sedekah yang diberikan kepada anak-anak yatim bisa membantu
mereka mendapatkan keahlian, hingga mereka mampu mandiri, menopang hidupnya
sendiri bahkan hidup orang lain, dan menjadi manusia-manusia berdaya guna yang
menebar manfaat bagi sesama manusia. Beramal pada tempat yang tepat seperti ini
tentulah lebih bermanfaat dibanding amal yang salah alamat.
Lebih jauh tentang yayasan ini bisa dilihat di link Yatim Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar