Jatuh
Selepas shalat Isya Minggu malam 26
Oktober 2014, aku berdiri menatap Rafif melalui pintu kamar mandi lantai atas
yang terbuka. Si bungsu yang berusia 9 tahun itu asyik main air padahal seharusnya dia mandi. Tampaknya tak bisa
dibiarkan, aku harus turun tangan
memandikannya. Kalau tidak, anak lelaki itu takkan berhenti menghambur-hamburkan
air sepanjang malam.
“Neng, Akang pergi dulu sebentar. Mau
beli pulsa tol untuk ke kantor besok pagi.” Terdengar suara suamiku, si Akang
dari lantai bawah.
“Iya. Hati-hati, Kang!” Teriakku.
Perhatianku kembali terfokus pada
Rafif. Sekarang dia asyik bermain busa shampo. Dengan jari-jari dia membentuk
“balon” busa, lalu meniupnya hingga pecah.
Aku menyiramkan air hangat dari
shower ke kepala Rafif. Dia berteriak protes. Habislah busa shampo di kepala
dan tangannya tersiram air.
Ketika aku mengambil handuk untuk
mengeringkan rambut Rafif, terdengar Akang memanggilku.
“ Neng, antar Akang ke dokter. Tadi
jatuh dari motor!” Teriakan itu membuatku
kaget.
“ Ya Allah...”
Aku memberikan handuk kepada si sulung, Anin.
“Tolong urus adik dulu, Nak. Mama mau
mengantar Bapak berobat. “
Aku bergegas turun. Kudapati Akang
keluar dari kamar mandi dengan tangan basah. Pandanganku beralih pada celana
jeans-nya yang telah robek tak karuan.
Dua luka berwujud lubang berdarah tampak di dengkul dan mata kaki
kirinya.
“Astagfirullah...” Teriakku. Hatiku
cemas, jantung berdebar keras. Secepatnya aku mengantar Akang ke instansi gawat darurat sebuah rumah sakit
swasta.
5 jahitan di dengkul kiri, 3 jahitan
di dekat mata kaki kiri, lalu lecet di
tangan kanan dan luka-luka di tangan kirinya. Begitulah kondisi Akang
setelah jatuh dari motor.
Percuma saja bertanya-tanya kenapa
hal ini bisa terjadi, yang jelas semua ini sudah digariskan dalam skenarioNya.
Besok paginya, luka jahitan di kaki
Akang menimbulkan nyeri yang mengiris. Aku melihat kaki Akang bengkak. Sudah
pasti dia tak mampu berjalan sehingga hari ini tidak
bisa berangkat ke kantornya di Jakarta.
Sepanjang hari aku mendampingi Akang.
Ketika dia ingin ke toilet, aku membantu memapah lengan kirinya. Karena tak
bisa berjalan, dia meloncat-loncat dengan kaki kanan. Ketika terduduk di
toilet, Akang mengaduh.
“Sakit sekali..sepertinya ada otot
yang tertarik, Neng. Padahal tadi pinggang tidak sakit. Sepertinya salah posisi
duduk.” Keluh Akang.
Hari-hari berlalu, nyeri di pinggang
belakang Akang makin parah. Dia tak bisa
duduk, kalau dipaksa duduk nyeri bertambah hebat. Berdiri pun sakit
sekali. Sakit saat berdiri bukan hanya
datang dari pinggangnya tapi juga dari luka jahitan di kaki kiri. Satu-satunya
posisi yang agak lumayan adalah
berbaring, itupun gelisah harus mencari-cari posisi yang tepat menghindari nyeri.
Hingga Jum’at 31 Oktober, dokter
perusahaan datang berkunjung ke rumah. Dia menyarankan Akang untuk melakukan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui kondisi di ruas tulang
pinggang dan syarafnya.
Proses MRI
Sebenarnya sejak tahun 2005 Akang sudah beberapa kali pernah
dicoba untuk di MRI, tapi selalu gagal. Penyebab gagalnya karena ternyata Akang
mengidap claustrophobia atau phobia ruang sempit! Lelaki separuh jiwaku itu tak
bisa berbaring tenang dalam lorong sempit mesin MRI. Nafasnya menjadi sesak dan panik hingga dia bergerak terus.
Akibatnya pemeriksaan MRI pun tidak berhasil.
Meski sudah dicoba menenenangkan diri, memejamkan mata, mengucapkan doa
dan shalawat, membayangkan hal-hal yang menyenangkan ketika berada dalam mesin
MRI, tetap saja gagal.
Tapi kali ini,
pemeriksaan MRI sangat dibutuhkan untuk mengetahui langkah pengobatan
apa yang tepat untuk penyakitnya, harus diupayakan cara lain supaya Akang
tenang selama proses pemeriksaan MRI berlangsung.
Malam itu aku menelepon rumah
sakit Pertamedika Sentul City, berkoordinasi
dengan petugas rumah sakit untuk mengatur konsultasi dengan dokter bedah syaraf
dan menyiapkan pemeriksaan MRI dengan kehadiran dokter ahli anestesi. Akan
diupayakan pemeriksaan MRI untuk Akang dengan cara melakukan bius, supaya
selama proses pemeriksaan Akang bisa berbaring tenang.
Kenapa memilih rumah sakit
Pertamedika Sentul ? Ya karena di Bogor belum ada satu pun rumah sakit yang
memiliki fasilitas MRI. Pertamedika Sentul adalah rumah sakit terdekat dari
Bogor yang memiliki fasilitas ini. Rumah sakit ini baru beroperasi selama 1
tahun. Pelayanannya baik. Para suster, dokter maupun tenaga medis lainnya ramah
dan cepat tanggap. Baru sekali ini aku
menemukan rumah sakit yang menyediakan makanan untuk keluarga yang menunggui
pasiennya, meskipun fasilitas makanan untuk keluarga pasien hanya tersedia untuk kelas VIP ke atas. Karena masih melakukan pembangunan
bertahap, rumah sakit ini belum memiliki kantin, hanya ada sebuah toko roti
yang terletak di lobby-nya. Jadi kalau ingin membeli makanan atau kebutuhan lain, harus berbelanja
ke supermarket besar yang terletak di
gedung sebelah. Bisa ditempuh dengan jalan kaki dengan jarak sekitar 100
meter.
Sabtu 1 November 2014, jam 9.30 pagi kami berangkat dari rumah menuju Rumah Sakit Pertamedika. Sepanjang perjalanan aku melihat Akang mengatupkan mulutnya dengan kuat. Butiran keringat dingin membasahi dahinya, karena menahan sakit yang amat sangat. Jam 10.30 kami tiba di Rumah Sakit. Petugas rumah sakit langsung menyambut dengan mendorong brankar ( ranjang beroda untuk mindahkan pasien). Akang dibawa ke ruang emergency lalu di periksa tekanan darahnya sambil menunggu dokter bedah syaraf datang.
Ketika dokter datang, aku menyerahkan
hasil CT scan tulang belakang yang pernah dilakukan sebelumnya. Setelah
memperoleh penjelasan kronologis penyakit,
dokter itu meneliti hasil rontgen dan CT scan.
“Kelihatannya Bapak menderita Hernia
Nucleus Pulposus. Dari pemeriksaan CT Scan ini terlihat ada bantalan tulang
lumbal yang mendesak ke sumsum tulang belakang. Tapi memang harus dilakukan
pemeriksaan MRI supaya jelas masalahnya.” Ujar dokter M.Agus Aulia, SpBS.
Di hari yang sama, MRI dilakukan
dengan bantuan dokter ahli anestesi, DR. dr. Dyah Yarlitasari, SpAn. Sebelumnya
dokter memberi motivasi pada Akang untuk membantu proses pemeriksaan MRI
berlangsung lancar.
Aku ikut mendampingi Akang dan
melihat proses ketika hidungnya dipasangi selang oxygen, dan obat bius diinjeksi lewat infus untuk membuatnya tertidur. Dari
ruang kontrol yang berada di sebelah
ruang MRI, aku bisa mengawasi dengan jelas melalui kaca dan layar monitor.
Tubuh Akang perlahan bergerak “tertelan” ruang sempit mesin MRI yang berbentuk
lingkaran pas seukuran tubuhnya.
Aku, dokter, perawat dan petugas
radiologi menanti dengan tegang proses MRI berlangsung.
“Mudah-mudahan dia tidak bangun saat
proses masih berlangsung. Soalnya obat bius yang saya berikan hanya membuat dia
tertidur di permukaan, bukan tidur yang
dalam. Saya khawatir bunyi
berdentam-dentam dari mesin MRI
membangunkannya. “ dokter berkata dengan sedikit cemas.
Layar komputer di ruang kontrol
menampakkan gambar-gambar siluet tulang belakang bagian pinggang. Petugas radiologi mengolah gambar itu dengan program tertentu.
Ilustrasi MRI Control Room |
“Tampaknya tak ada cara lain. Ini
harus dioperasi. “ dokter anestesi berucap lirih kala meneliti gambar-gambar di
layar komputer .
Dokter itu menatapku. Sekali lagi dia
berkata. “ Harus dioperasi, Bu.”
Aku diam membeku, berusaha
menetralisir rasa ngeri. Bibirku kelu, tak mampu merespon ucapannya.
Lima belas menit berlalu, tiba-tiba
di sepertiga proses akhir pengambilan gambar MRI, aku melihat jari-jari Akang
bergerak. Geraknya ritmik, seolah memberi tahu kalau dia sudah sadar.
“Aduh..dia bangun! Kuat sekali dia,
padahal saya sudah memberi dua dosis obat lho. “ dokter itu berucap cemas.
“ Mudah-mudahan dia tetap tenang, dok.”
Sahutku.
Untunglah 5 menit sisa waktu itu
berlalu dengan sukses. Semua proses pengambilan gambar berhasil dilakukan. Aku
berterima kasih dan dokter anestesi tersenyum gembira karena berhasil
menjalankan misinya.
Perlahan tubuh Akang yang terbaring
diatas conveyor bergerak keluar terowongan sempit itu. Alhamdulillah, dia tak panik.
Hernia Nucleus Pulposus
Hasil MRI menegaskan dugaan sebelumnya. Akang terbukti
menderita Hernia Nucleus Pulposus (HNP). Sebenarnya penyakit ini sudah
terdeteksi sejak tahun 2005 melalui hasil rontgen. Terdapat bantalan tulang yang sudah tidak bagus pada lumbal (tulang
pinggang) ruas 3, 4 dan 5. Akang kadang-kadang merasa nyeri di pinggangnya
terutama setelah melakukan aktivitas terlalu lama duduk. Tapi nyeri itu sering
sembuh sendiri sehingga Akang mengabaikannya.
Tulang belakang tersusun atas
ruas-ruas tulang yang dihubungkan menjadi satu kesatuan melalui persendian,
mulai dari daerah leher sampai tulang ekor. Ruas tulang yang di atas
dihubungkan dengan ruas di bawahnya oleh sebuah bantalan yang disebut diskus
intervertebralis (persendian pada tulang belakang). Di dalam bantalan ruas
tulang belakang tersebut, terdapat suatu bahan pengisi seperti jeli kenyal yang
disebut nucleus pulposus. Seperti pada mobil dan motor, bantalan tersebut
berfungsi sebagai “shock breaker”
(peredam getaran) dan memungkinkan tulang belakang dapat bergerak lentur.
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah
nyeri yang disebabkan keadaan di mana bantalan lunak di antara ruas-ruas tulang
belakang (soft gell disc atau nucleus pulposus) mengalami perubahan atau
gangguan. Orang awam menyebut keadaan
ini sebagai “ urat terjepit”. Ada dua kasus HNP sebagai berikut :
1. Ketika nucleus pulposus mengalami
tekanan dan pecah, sehingga urat-urat syaraf yang melalui tulang belakang
terjepit.
2. Keluarnya nucleus pulposus melalui
robekan annulus fibrosus (pembungkus nucleus pulposus) menekan medula spinalis. Medula spinalis adalah jaringan saraf berbentuk seperti kabel putih
yang memanjang dari medula oblongata turun melalui tulang belakang dan
bercabang ke berbagai bagian tubuh. Medula spinalis
merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan impuls saraf
sensorik dan motorik dari dan ke otak. Disebut juga saraf tulang belakang atau
sumsum tulang belakang.
Kedua keadaan itu menyebabkan nyeri
yang hebat. Bahkan pada kasus yang parah bisa menyebabkan kelumpuhan.
Pada Akang, kasus HNP yang terjadi adalah pada
point 2 di mana bantalan ruas tulang belakang bagian pinggang (lumbal) no 4-5
keluar dari jalurnya dan menekan sumsum tulang belakang.
Gambar ilustrasi Hernia Nucleus Pulposus |
Hernia Nucleus Pulposus |
Penyakit ini tidak serta merta
timbul, melainkan akibat akumulasi dari berbagai kegiatan. Penyebab penyakit
ini antara lain :
- Postur
tubuh yang tidak diposisikan dengan benar.
-
Perubahan
degeneratif.
-
Berat
badan berlebih.
-
Cedera/trauma
benturan.
-
Merokok.
-
Batuk
yang lama dan terus menerus.
-
Tekanan
pada tulang belakang.
-
Sering
menyetir dalam waktu lama.
-
Usia
lanjut.
-
Kelainan
pada tulang belakang.
-
Sering
mengangkat beban yang berat.
Dari penyebab di atas, penyebab yang
paling mungkin terjadi pada Akang adalah sering mengangkat beban yang berat.
Sejak masih di bangku kuliah Akang menyukai olahraga angkat beban. Olah raga
ini rutin dilakukannya untuk membentuk otot-otot tubuhnya.
Selain itu yang mungkin juga menjadi
penyebab penyakit ini pada Akang adalah sering duduk dalam waktu lama saat bekerja dan trauma
benturan. Menurut Akang, sejak saat masih duduk di bangku SMP sampai kejadian kecelakaan kemarin, dia sudah beberapa kali jatuh dari motor karena hobby ngebutnya.
Gejala yang dirasakan penderita HNP
adalah nyeri yang terasa menusuk tajam seperti nyeri saat sakit gigi pada
bagian pinggang menjalar ke lipatan bokong. HNP pada ruas pinggang juga
menimbulkan nyeri pada pinggang yang menyebar ke tungkai, umumnya ke daerah
betis. Orang awam sering menyebutnya seperti “nyetrum”. Gejala lainnya adalah
rasa kesemutan, baal/kebas. Pada keadaan yang lebih berat rasa nyeri akan
terasa saat berjalan atau duduk dalam waktu yang lama. Kelumpuhan pada HNP
pinggang adalah ketidakmampuan berjalan dengan cara berjinjit atau berjalan
dengan tumit.
Kelanjutan dari nyeri akan terjadi
kekakuan otot yang mengakibatkan penampakan struktur pinggul dan tungkai yang
terkena menjadi tak sama dengan tungkai yang sehat di sebelahnya. Sebagai
gejala lanjutan, gerakan pada arah tertentu menjadi terbatas dan tidak bisa
melakukan gerakan atau mobilisasi tubuh dengan sempurna layaknya orang yang
sehat.
Cinta Bukan Sekedar Kata
Hidup ibarat sekotak pensil crayon. Kita tak hanya memperoleh warna-warna favorit, ada juga warna-warna yang tak kita sukai. Semua warna harus ada untuk membuat sekotak crayon itu menjadi lengkap.
Aku tak menyesali bahwa kisah
hidupku dan Akang tengah dihiasi oleh semburat
warna kelabu bernama Hernia Nucleus Pulposus. Aku tak
marah pada Tuhan, karena sudah memberi warna yang berbeda dari warna cerah ceria yang biasa Dia
taburkan dalam kehidupan kami.
Aku dan Akang |
Aku senang menunjukkan bakti pada
lelaki separuh jiwa yang meringis-ringis menahan nyeri. Aku bahagia bisa
mendampingi dia dalam sakitnya . Aku ikhlas menyuapkan makanan, membantu buang air, mengambilkan wudhu, memapah
tubuhnya kala ingin ke toilet, membasuh badannya agar lebih segar dan bersih,
mendengar apa yang dikeluhkan, tetap tersenyum menghadapi ungkapan rewelnya
kala sengatan nyeri memuncak, mendiskusikan langkah pengobatan yang akan diambil, membelai dan menciumnya
untuk menunjukkan kasih sayangku. Tentu aku bersyukur memiliki kesempatan melakukan hal-hal itu, karena cinta bukanlah sekedar kata.
Hanya, ada saat-saat tertentu yang terasa berat kujalani sebagai
perempuan cengeng alias mudah meneteskan air mata. Di saat nyeri hebat menyiksa Akang, sungguh sulit
bersandiwara memasang tampang
biasa-biasa saja di wajahku. Hati ikut merintih-rintih melihat penderitaan
Akang, sementara aku tak mampu melakukan apapun untuk meringankan sakitnya.
Rasanya sungguh tak berdaya. Seandainya nyeri hebat itu bisa dibagi dua, pasti
sudah kulakukan. Aku tak boleh
menitikkan air mata di depannya kalau tak ingin membuat Akang merasa lebih
sengsara. Paling-paling aku masuk ke toilet pura-pura mencuci handuk kecil
padahal aku menumpahkan tangis di sana.
Bangun di sepertiga malam, ketika aku
mendengar dengkur Akang, terasa terbuka sebuah kesempatan berduaan denganNya. Kutumpahkan segenap rasa
kepada Sang Pemilik Kehidupan. Aku terisak bersujud memohon dan mengiba-iba belas kasihNya untuk
kesembuhan lelaki belahan jiwaku.
Siang harinya, Akang berkata dengan
cengiran nakal bertengger di wajah
pucatnya.
“Neng kenapa menangis dini hari tadi?
Hayooo... ingat sama mantan pacar ya?” Godanya.
Ups... ketahuan menangis. Aku tersipu malu.
Rencana Operasi
“Saran yang bisa saya berikan adalah operasi. Bapak boleh tidak setuju. Saya
mempersilakan bila masih ingin mencari cara pengobatan lain. Tapi, sebagai
dokter, solusi paling tepat menurut saya adalah operasi. “ Dokter Agus Aulia
berkata dengan nada mantap.
Akang termenung. Aku tahu sangat berat rasanya mengambil keputusan ini. Kata “operasi “ terdengar begitu menyeramkan.
Beberapa minggu yang lalu dia pernah
mencoba pengobatan rehabilitasi medik di
rumah sakit Advent Bandung. Saat itu
memang dokter di sana berhasil membuat nyeri pinggangnya hilang seketika. Sebelum ke Bandung dia pun sudah mencoba
terapi pijat di Jogjakarta, yang juga berhasil menghilangkan nyeri pinggangnya.
Tapi ternyata akar permasalahan nyeri
pinggang itu masih tetap ada. Dari hasil CT Scan dan MRI sebelum dan sesudah terapi alternatif dilakukan,
keadaan bantalan tulang yang mendesak sumsum tulang belakang itu masih tetap
sama. Artinya hilangnya nyeri pinggang dengan pengobatan alternatif hanya bersifat sementara. Bila terjadi salah
gerakan,atau trauma benturan sedikit saja nyeri pinggang bisa kembali menyerang, bahkan makin
hebat.
Akhirnya, sakit luar biasa yang menyengat-nyengat pinggang dan menjalar hingga ke betis memaksa
Akang menerima solusi yang ditawarkan pria di hadapannya itu.
“Ya. Apa boleh buat kalau itu jalan
yang terbaik. Menurut dokter di mana sebaiknya melakukan operasi itu, dok? “
Ucapan Akang terdengar lirih.
“Saya sarankan operasi dilakukan di
RSPAD. Rumah sakit itu sudah berpengalaman menangani masalah HNP terutama yang
terjadi pada para tentara. Di sana operasi akan dilakukan dengan metode “micro
surgery” dengan luka yang minimal. Dibantu laser, sayatan operasi hanya akan
dilakukan tepat di tempat yang bermasalah. Jadi dengan micro surgery, proses
penyembuhan akan lebih cepat. “ dokter Agus Aulia berdehem kecil sebelum
melanjutkan penjelasannya.
“Untuk kasus Pak Sutedja ini, tak
perlu khawatir. Operasinya tidak akan rumit kok. Yang akan dilakukan hanya
membuang bantalan yang menonjol itu sehingga tak ada lagi yang menekan sum-sum
tulang belakang. “
“Saya harus mendiskusikan masalah ini
dengan istri saya dan dokter perusahaan, dok. “ Akang mengalihkan pandangannya
ke arahku.
“Oh, tentu saja. Beri tahu saya bagaimana
nanti keputusannya ya.“ Ujar sang dokter sebelum berlalu.
Selanjutnya Akang terlibat
perbincangan dengan dokter-dokter perusahaan via telepon. Mereka mengusulkan
untuk melakukan operasi di Rumah Sakit Pondok Indah. Di sana Akang disarankan
berkonsultasi dengan DR. dr Lutfi Gatam
Sp.OT. Beliau adalah dokter spesialis bedah orthopaedi dan traumatologi- konsultan
tulang belakang, salah satu dokter Indonesia yang terbaik di Asia.
Akhirnya setelah memikirkan berbagai
pertimbangan, kami sampai pada sebuah keputusan bahwa operasi akan dilakukan di
rumah sakit Pondok Indah.
Ruang Perawatan RS Pondok Indah |
Selanjutnya, aku membereskan semua
urusan administrasi rumah sakit. Sore itu, Senin 3 November 2014 Akang dibawa
menuju Rumah Sakit Pondok Indah dengan ambulance didampingi perawat RS
Pertamedika. Serah terima pasien dilakukan di Instansi Gawat Darurat RS Pondok Indah.
Persiapan dan Operasi
Jarum jam telah menunjukkan pukul
22.00 ketika seorang pria separuh baya memasuki ruang kamar. Pria itu di
dampingi seorang perawat dan pemuda berjas putih yang tampaknya seorang dokter muda.
“Selamat malam, Pak. Saya dokter Lutfi Gatam. Bagaimana kondisinya? “ Pria itu membuka percakapan.
Akang menjelaskan kronologis
penyakitnya. Pemeriksaan berlangsung cepat. Dokter Lutfi meneliti hasil CT Scan
dan MRI hanya beberapa menit saja sampailah dia pada sebuah keputusan.
“Ya. Kita operasi saja. Besok
persiapan operasi, dan lusa kita lakukan. “ Tegasnya.
“Apakah dengan metode micro surgery
seperti yang ada di RSPAD, Dokter? “ Tanya Akang.
“Wah, disini malah lebih canggih.
Kita akan lakukan dengan endoscopy, sebuah operasi minimal invasif yang disebut
Micro Endoscopic Disektomi (MED) . MED
itu adalah tindakan bedah pada kelainan penekanan syaraf di tulang belakang
dengan menggunakan camera dan luka sayatan yang kecil, lebih minimal daripada
micro surgery. “ Penjelasan dokter Lutfi Gatam seakan mengangkat beban berat
yang mengganjal hatiku.
Dari hasil browsing yang kudapat, keunggulan
Metode MED adalah sebagai berikut :
1. Sayatan kecil, hanya 1-1.5 cm saja
2. Sedikitnya kerusakan jaringan lunak
3. Kosmetik lebih baik
4. Penyembuhan lebih cepat
5. Mengurangi nyeri
6. Sedikit komplikasi
7. Pendarahan operasi minimal
Dengan metode ini operasi gangguan
tulang belakang bisa lebih berhasil karena tidak mengubah anatomi tubuh dan tidak
melakukan penggeseran otot-otot tubuh. Secara tidak langsung menggunakan metode
ini membuat cost yang dikeluarkan bisa lebih minim.
Dalam hati aku berharap, semoga operasi ini berjalan lancar dan sukses, dan
proses penyembuhan berlangsung cepat.
Persiapan pun dilakukan. Hari Selasa
4 November 2014, Akang menjalani pemeriksaan rekam jantung, check darah dan
urine, photo thorax, konsultasi dengan dokter jantung, dokter penyakit dalam dan dokter anestesi.
Alhamdulillah hasilnya baik.
Keesokan harinya, Rabu 5 November
2014, Akang diminta untuk puasa sejak pukul 5 pagi. Rencana operasi akan
dilakukan pada pukul 11.00.
Pukul 10.30, dua orang suster
menjemput ke kamar. Akang terlihat tenang, sementara aku berusaha terlihat
tenang. Hiks... Lututku terasa lemas dan tanganku dingin. Aku mendampingi Akang
yang terbaring di brankar
menyusuri lorong rumah sakit, masuk ke
lift hingga sampai di ruang operasi lantai 2 wing B.
“Ruang Operasi”. Begitulah tulisan
yang terpampang di pintu masuknya. Aku merasakan ketegangan ketika pintu
terkuak.
Menuju ruang operasi |
“Saya boleh masuk? “ Tanyaku ragu pada seorang suster.
“Boleh, tapi hanya sampai ruang peralihan ya, Bu. Tidak boleh masuk ke ruang operasinya karena di sana harus steril dari kuman. “
Ada sebuah ruang peralihan tepat di depan pintu ruang operasi. Aku melihat melalui pintu kaca ada berbagai alat pemantau kondisi pasien. Petugas-petugas medis lalu lalang di ruangan dengan baju hijau seragam operasi. Rambut mereka tertutup penutup kepala hijau dan wajah tertutup masker.
Pukul 10.44. Aku mengecup kening
Akang, dan menatap seulas senyum di bibirnya sebelum dia dipindahkan ke brankar
lainnya.
“Doain ya..” Ucap Akang sesaat
sebelum brankarnya didorong masuk ruang operasi.
Sesaat sebelum masuk ruang operasi |
Berbagai doa dan asma Allah kuucapkan dalam
hati. KepadaNya aku menitipkan semua harapanku buat kesembuhan Akang.
Seorang petugas medis dari ruang
operasi memanggilku. Dia menyodorkan sehelai kertas persetujuan operasi MED
yang harus ditanda tangani.
“Ibu, silahkan menunggu di ruang
tunggu. Disana ada lampu indikator ruang operasi. Bila lampu itu menyala,
artinya operasi sedang berlangsung. Bila lampunya sudah padam artinya operasi
sudah selesai. Suami Ibu di operasi di ruang 2. Nanti kalau operasinya sudah
selesai kami akan memberitahu.“ Jelasnya.
Lalu terduduklah aku di ruang tunggu.
Dengan hati berdebar, tangan dingin dan perasaan cemas menggerayangi hati.
Kutuliskan sebuah status di facebook, berharap doa yang menentramkan hati.
Reaksi begitu cepat. Komentar-komentar bermunculan dan sebagian besar berisi
doa dan harapan untuk kesembuhan Akang. BBM, Whatsapps dan inbox dari teman-teman
bermunculan, semuanya menguatkanku. Terimakasih teman-teman..
Lampu indikator operasi |
Pukul 12. 54, seorang petugas medis muncul dari pintu ruang operasi.
“Keluarga Bapak Sutedja!” Teriaknya.
Aku bergegas menghampiri, masuk ke
ruang peralihan.
“Ibu, Bapak sudah selesai operasinya.
Tapi dia masih dalam pengaruh bius. Kami masih akan terus memantau kondisinya.
Nanti setelah benar-benar sadar dan kondisinya baik baru akan diantar ke kamar
perawatan. “ Jelas petugas medis bermasker itu.
Aku menatap Akang yang terbaring di
ruang pemulihan melalui pintu kaca. Lega rasanya. Setidaknya satu langkah
penyembuhan telah kami lalui.
Pukul 16.45 Akang sudah kembali berada
di kamar perawatan. Alhamdulillah dia sudah ngobrol dan tertawa lagi ditemani
sahabat lama dan ayah mertuaku.
“Alhamdulillah... nyeri hebat itu
sudah tidak terasa lagi. Ternyata operasi itu tidak seseram yang dibayangkan. Langkah
ini jauh lebih baik daripada bertahan menahan sakit hanya karena takut
menjalani operasi. “ Ujarnya ketika kutanya bagaimana kondisinya.
Dukungan Sahabat, Teman dan Keluarga
Kawan-kawan, bila kalian tertimpa sakit atau musibah,
janganlah diam-diam saja. Kalian tak akan tahu betapa besar kekuatan doa dan
dukungan semangat dari keluarga, sahabat, tetangga dan teman-teman bisa
membangkitkan ketegaran menghadapi cobaanNya.
Mulanya kami tak cerita pada siapapun
mengenai kejadian Akang yang tengah sakit, hingga beberapa saat akhirnya satu
persatu tetangga dan rekan kerja Akang mengetahui kejadian itu. Bahkan pada orangtua
dan saudara, kami baru menceritakan hal itu setelah Akang terbaring di RS
Pertamedika Sentul. Keterlaluan? Ya, memang. Hiks... Kami berkilah tak
memberitahu siapa pun karena tak ingin menyusahkan, tak ingin membuat
orang-orang khawatir dan sebagainya. Tampaknya seperti alasan yang baik, tapi
ternyata itu sebuah kesalahan.
Pak Sitepu dan Bu Emi, tetanggaku
yang menjenguk ke rumah sakit menyesalkan tindakanku tak memberi tahu kondisi Akang.
“Ya ampuun, kenapa ke toilet pakai
loncat-loncat? Coba kalau cerita, nggak diam-diam saja. Pasti tidak sampai
parah begini kejadiannya. Aku kan punya kruk (tongkat ketiak), tuh ada..
nganggur di rumah. Kan bisa kupinjamkan.” Ujar
Bu Emi sengit.
Aku dan Akang hanya bisa nyengir
kuda. Malu. Tersadar telah melakukan kesalahan.
Gelombang simpati dan perhatian saudara, rekan-rekan kerja Akang, teman-temanku, sahabat
dan tetangga terus mengalir. Sejak Akang masih di rumah, rekan-rekan kerja
sudah menyambangi kami, mendoakan dan memberi semangat untuk kesembuhan Akang.
Demikian juga saat di rumah sakit
Pertamedika. Teman-teman arisanku, teman
pengajian, teman club motor, dan tetangga silih berganti menengok kami. Di Rumah
Sakit Pondok Indah pun sahabat-sahabat
lama kami rela menemani menghapus galauku kala menunggu operasi Akang
berlangsung hingga usai.
Ayah mertuaku datang dari Palembang,
dia tiba di rumah sakit saat Akang telah berada di ruang pemulihan pasca
operasi.
Perkara menyediakan waktu menjenguk teman, tetangga, saudara dan kenalan
yang sakit ternyata bukanlah hal sepele. Ada rahmat yang terkandung bagi orang
yang melakukannya dan juga bagi orang yang dijenguk. Tak heran mengapa anjuran menjenguk orang yang sakit disebutkan
dalam beberapa hadits, salah satu di antaranya sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Ali r.a.,
ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah saw.
bersabda:
"Tiada
seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia
didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari; dan jika ia menjenguknya
pada sore hari maka ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi
hari, dan baginya kurma yang dipetik di taman surga." (HR Tirmidzi, dan
beliau berkata, "Hadits hasan.")
Aku kini merasakan bagaimana dukungan moril dan perhatian
orang-orang terdekat yang meluangkan waktu menjenguk, menghibur dan mendoakan
kesembuhan Akang mendatangkan kekuatan bagi kami. Rasa bahwa
kami tak sendiri, ada banyak orang yang
mengharapkan kesembuhan Akang membuat kami merasa lebih nyaman. Alhamdulillah...betapa
nikmat hikmah silaturrahmi.
“Kabarilah saudara, tetangga, kenalan, kerabat,
teman dan sahabat bila tengah sakit atau tertimpa musibah. Kenapa? Karena makin
banyak yang mendoakan akan makin baik. Kita tak pernah tahu, doa siapa yang
diijabahNya dengan cepat. Mungkin saja doa tulus yang datang dari salah seorang
kerabat atau teman kita membuat Allah
membukakan pintu kesembuhan dan jalan keluar dari permasalahan kita. Kalau kita
tak mengabari, kita menghilangkan kesempatan memperoleh doa makbul dari
orang-orang yang tulus. “ Demikian nasehat
salah seorang sahabat yang membuat mataku berkaca-kaca. Alhamdulillah...
11 komentar:
Wah saya juga punya sakit semacam itu. Kalau kumat punggung rasanya mau copot. Semoga akangnya selalu baik ya mbk
Alhamdulilah... semoga di berikan kesehatan selalu, dan akan selalu memberi manfaat kepada alam semesta beserta isinya... terimakasih sudah berbagi cerita...
kebetulan sodara saya ada yang kenak jg, dan tidak di operasi karna masih ragu, dan sampe skrg kita masih berteman dengan HNP...
oh iya, bagaimana kabar bapaknya sekarang? sudah bisa beraktifitas seperti biasa?...
@RizkiPutra Prastio : Aamiin...
@Imam: Alhamdulillah sudah sehat seperti sedia kala, sudah touring kemana-mana :-)
papah saya juga menderita HNP sampai saat ini masih mencari dokter yang tepat, maaf mbak berapa grand total biaya untuk tindakan operasinya ya? terimakasih
mindranugraha18@gmail.com
akuuu punya Low Back Pain,
tapi aku sembuhnya pake hidroterapi mba, belum sembuh betul sih, tapi lumayan jauuuhh berkurang sakitnya
cepet sembuh ya mbak, suaminya...
@opipolla : Alhamdulillah suamiku sudah sembuh. Terimakasih doanya
Kemaren 13 februari 2017 ibu juga ditangani oleh dr agus auliya di RSPAD gatot subroto melalui bpjs, ibu menderita penyakit tumor jinak dibatang otak, dan alhamdulilah setelah melalui serangakaian tahapan operasi dan proses operasinya sekarang ibu sudah sembuh dari sakitnya, terimakasih dr agus auliya, salam hormat kami dari pasien ibu nursiah yg beraďa di lampung ��
Hallo mba, ayah saya juga terkena HNP, terimakasih sharingnya, pencerahan pisan untuk saya dan kalo tdk keberatan, mohon sharing mengenai biaya operasinya
Boleh email ke ellyanadewi@yahoo.com atau wasap 081379546511
Semoga kelg mba julianadewi selalu diberkahi kesehatan
Terimakasih
Siang mbak.. suami saya jg terkena HNP. Kalo boleh saya mau tanya biaya operasi MED nya brp ya? Dan apakah setelah operasi ada fisioterapi? Saya jg sudah coba rehab medik di Bdg tp krg berhasil.. kalo tidak keberatan boleh email saya Vina di ninana1903@yahoo.co.id atau wa 089622729090.. makasih sebelumnya mbak.
Hallo mba, bisa sharing nama dokter syaraf di RS partamedika sentulnya . Makasi sebelumnya
Mau tanya mbak..brp biaya oprasi MED nya??total... beninofay@gmail.com email saya
Posting Komentar