Nyeri pinggang atau pinggul sepertinya bukan penyakit berat atau hanya penyakit ringan dan cukup familiar karena sering kita dengar ya? Banyak orang yang mengeluhkan
penyakit ini tapi tak banyak yang menganggapnya sebagai hal yang serius. Orang menganggap remeh keluhan ini karena seringkali sembuh
sendiri secara alami tanpa melakukan tindakan apapun. Tapi bagaimana kalau rasa nyeri tersebut
tak kunjung pulih atau bahkan menjadi semakin parah dan
mengundang keluhan lain?
Bermula kira-kira empat hari sebelum lebaran Idhul Fitri 2014. Suamiku, si
Akang, melatih otot perutnya dengan melakukan gerakan sit up. Namun keesokan harinya dia merasakan nyeri di
pinggulnya. Rasa nyeri itu bertahan terus meski
sudah beberapa kali dipijat.
Di pertengahan September 2014, ketika
dia bekerja di lapangan, nyeri itu mulai terasa mengganggu. Akang bekerja di
sebuah perusahaan minyak dan gas yang beroperasi di pulau Padang yang masuk ke dalam wilayah kabupaten Meranti di
propinsi Riau. Karena rasa nyeri di pinggulnya semakin menjadi membuat Akang terpaksa mengkonsumsi obat pereda nyeri agar sakitnya tak
mengganggu aktivitas bekerja. Ternyata obat itu malah mengundang masalah baru.
Salah satu kandungan dalam obat tersebut meningkatkan asam
lambung hingga Akang mengalami diare selama 3 hari.
Sakit pinggul itu kini tak dapat dianggap enteng .
Atas rekomendasi seorang teman, saat kembali ke Bogor, Akang berangkat sendiri ke
Jogjakarta untuk menjalani terapi pijat
tradisional. Selama dua hari satu malam di Jogja, dia menjalani terapi
pijat sebanyak 3 kali.
Pulang ke Bogor, kondisinya sudah
membaik. Terapi pijat itu tampaknya berhasil. Akang tidak lagi merasakan sakit di pinggulnya, maka dengan antusias si Akang
mengajakku touring ke daerah wisata Guci di kabupaten Tegal bersama beberapa orang teman sekantornya.
Selama di perjalanan dari Bogor ke Guci hingga
kembali ke rumah, kondisinya baik-baik saja. Tapi keesokan paginya, ketika bangun
tidur, rasa nyeri itu kembali hadir, bahkan terasa lebih parah dari sebelumnya. Dalam
kondisi nyeri pinggul, Akang tetap bekerja di kantor Jakarta selama dua hari dan kemudian berangkat kembali bekerja ke lapangan yang total waktu perjalanannya mencapai 10 jam dengan menggunakan tranportasi darat, udara dan laut.
Semakin hari rasa nyerinya semakin parah. Akibatnya si Akang
berjalan pincang dan tak bisa melakukan
gerakan rukuk dalam shalat dengan sempurna, lututnya harus ditekuk dengan tetap menahan rasa nyeri.
Dokter di lapangan merekomendasikan untuk melakukan MRI ( Magnetic Resonance Imaging) di sebuah
rumah sakit besar di Pekanbaru untuk memastikan penyebab nyeri itu. Sebenarnya sekitar 3 minggu sebelum terapi pijat di Jogja, Akang sempat melakukan rontgen di salah satu rumah sakit yang berada dekat dengan kantornya di Jakarta, hasilnya disebutkan tulang belakang dan tulang pelvixnya mengalami "sablaksasi" atau pergeseran posisi tulang belakang dan terjadi kekakuan otot.
Ternyata pemeriksaan MRI ini tak bisa
berjalan mulus akibat phobia yang di derita Akang. Dalam pemeriksaan MRI, dia diharuskan berbaring
tenang selama 1 jam dalam sebuah alat yang mempunyai lorong yang sempit, sangat pas buat badan Akang yang tidak kecil. Nah, disitulah
letak permasalahannya! Akang yang phobia terhadap ruang sempit menjadi panik dan selalu
bergerak untuk menghilangkan kepanikannya. Akibatnya ya gagal deh MRI-nya! Dia hanya bisa bertahan 10 menit saja di
dalam alat tersebut.
Petugas medis rumah sakit itu sudah
mengupayakan berbagai cara, tapi tetap tak berhasil. Satu-satunya cara adalah
dengan membius pasien, tapi tidak bisa dilakukan hari itu karena untuk
pembiusan harus melalui prosedur yang
menghadirkan dokter ahli anestesi dan sebagainya. Akhirnya Akang hanya menjalani pemeriksaan CT scan saja atas saran dari dokter perusahaannya.
Setelah menerima hasil CT scan dari rumah sakit tersebut, dokter di lapangan memutuskan Akang
harus lebih cepat pulang untuk menjalani proses pengobatan selanjutnya, namun Akang menolak dengan alasan ada beberapa pekerjaan penting yang harus diselesaikan lebih dulu, Akang memilih untuk bertahan di lapangan dengan tetap menahan rasa nyeri di pinggulnya. Akhirnya, setelah 4 hari kemudian pekerjaan tersebut selesai dan Akang pulang satu hari lebih awal dari jadwal pulang normalnya. Atas
rekomendasi beberapa orang teman, Akang dirujuk berobat ke RS Advent Bandung untuk berkonsultasi
dengan dokter ahli rehabilitas medik.
Dokter itu tampaknya sangat populer
dalam dunia rehabilitasi medik. Bila ingin berobat jalan, pasien harus super
sabar menanti giliran dalam antrian yang panjangnya tak tanggung-tanggung. Orang yang akan menjadi pasien dokter tersebut harus menunggu antrian selama 4-5 bulan untuk bisa mendapat penanganan dari sang dokter.
Atas pertimbangan keadaan Akang yang butuh penanganan segera, maka dokter
perusahaan menyarankan untuk rawat inap buat Akang di rumah sakit. Hal ini terpaksa
dilakukan karena tindakan medis akan berlangsung beberapa kali
dalam sehari selain waktu antri yang sangat lama bila harus menjalani berobat jalan. Tak mungkin kami yang
tinggal di Bogor bolak-balik Bandung- Bogor untuk menjalani pengobatan.
Hari Rabu, 15 Oktober 2014, aku dan
Akang berangkat dari Bogor jam 5 subuh.
Dengan kendaraan pribadi kami melaju ke Bandung via tol Purbaleunyi.
Siapa yang nyetir? Tetap saja si Akang.
Hehehe... Padahal aku sudah menawarkan diri untuk jadi sopir, tapi dia tak mau.
“Kalau Neng yang nyetir, bisa
kesiangan sampai di Bandungnya. Neng kan nyetir kayak keong...hanya berani sampai kecepetan 90 km/jam saja” seloroh si
Akang.
Aku akhirnya setuju, dengan
perjanjian bila nyeri pinggulnya mengganggu,
Akang harus rela aku yang menggantikan posisinya sebagai sopir.
Alhamdulillah perjalanan lancar meski
agak macet di beberapa titik jalan tol, setelah istirahat dan sarapan di rest area jalan tol Purbaleunyi, kami sampai di RS Advent Bandung pada jam 9.30. Rumah sakit itu berada dekat kawasan pertokoan Cihampelas, tepatnya
di Jl. Cihampelas no 161 Bandung.
Aku kasihan melihat Akang yang
meringis-ringis menahan sakit ketika turun dari mobil, jalannya terpincang-pincang.
Tapi dasar bandel, dia menolak untuk duduk di
kursi roda ketika di tawari oleh petugas rumah sakit.
Proses administrasi pendaftaran
berjalan lancar, karena sebelumnya sudah didaftarkan via telepon. Tak lama
kemudian kami berdua sudah berada di hadapan dokter yang dimaksud. Namanya dr. Alvin L. Rantung, Sp. RM.
Ramah dan penuh senyum. Itulah kesan
pertama bertemu dokter itu. Akang menceritakan bagaimana nyeri di pinggul yang
dideritanya. Kemudian dia menyerahkan hasil rontgen dan CT scan sebagai dasar untuk
melakukan analisa dan tindakan medis selanjutnya.
Dokter itu memasang hasil rontgen dan CT
scan di sebuah layar putih dengan lampu yang membuat gambar siluet rangkaian tulang belakang itu terpampang jelas. Dengan lugas, dia
menerangkan beberapa lokasi disposisi (perubahan letak) tulang yang terjadi
pada Akang.
Kolumna Vertebra atau rangkaian
tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang terbentuk dari sejumlah tulang yang disebut vertebra atau
ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang terdapat bantalan tulang
rawan. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang.
Ada 24 ruas tulang yang terpisah, dan 19 ruas lainnya bergabung
membentuk 2 tulang. Rangkaian tulang belakang terdiri dari 7 vertebra servical
atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5
vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, dan 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang
tungging.
Secara medis, penyakit yang di derita
Akang disebut Spondylosis thoracalis-lumbalis- unco vertebralis. Spondylo berasal dari bahasa Yunani yang
berarti tulang belakang. Spondylosis dapat diartikan perubahan pada tulang belakang
dengan ciri bertambahnya degenerasi discusi invertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak. Spondylosis pada Akang terjadi di servical
(ruas tulang leher), thoracalis (ruas tulang punggung), lumbalis (ruas tulang
pinggang) dan unco-vertebralis C5-6 kiri yang menyebabkan penyempitan ringan
pada neuralis.
Dokter menunjukkan pada ruas ke tiga tulang Akang yang terdapat sedikit pengapuran akibat dari ketidak seimbangan kekuatan otot kanan dan kirinya, dan posisinya agak bergeser. Akibat bergesernya tulang ini syaraf dan otot pun terpengaruh. Hal ini yang menyebabkan nyeri pada pinggang, jalan menjadi pincang dan tak mampu melakukan gerakan rukuk dengan sempurna.
Dokter menunjukkan pada ruas ke tiga tulang Akang yang terdapat sedikit pengapuran akibat dari ketidak seimbangan kekuatan otot kanan dan kirinya, dan posisinya agak bergeser. Akibat bergesernya tulang ini syaraf dan otot pun terpengaruh. Hal ini yang menyebabkan nyeri pada pinggang, jalan menjadi pincang dan tak mampu melakukan gerakan rukuk dengan sempurna.
Dokter ramah itu kemudian menjelaskan
bahwa sebaiknya bila mengalami nyeri tidak boleh sembarangan dipijat, apalagi
bila tukang pijatnya tidak mengerti anatomi tubuh. Dia menceritakan beberapa
kasus yang pernah ditanganinya. Ada seorang bapak yang makin parah nyeri-nya
setelah dipijat, bahkan ada salah satu pasiennya menjadi lumpuh setelah dipijat.
“Dok, apa saja faktor yang
menyebabkan terjadinya penyakit ini? Apakah kesukaan suami melakukan olahraga
angkat beban berpengaruh juga? “ tanyaku.
“Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya nyeri pinggang ini. Bisa karena perubahan degeneratif, penuaan,
mengangkat beban yang berat terus menerus, obesitas, duduk dalam jangka waktu
yang lama, stress dalam aktivitas pekerjaan, kebiasaan postur yang jelek dan
tipe tubuh. Saya tidak bisa memastikan dari semua itu, mana yang menyebabkan
timbulnya penyakit ini pada Pak Sutedja. “ jelas dokter Alvin.
“Kalau dibiarkan, apa yang terjadi,
Dok?” tanyaku.
“Akibatnya akan makin parah. Bisa
mengakibatkan nyeri yang mengganggu, keterbatasan gerak ke segala arah, spasme
otot, hingga gangguan fungsi seksual. “
Dokter Alvin terkekeh melihat
ekspresi ngeri di wajahku.
“Tidak apa-apa, kok. Kasus Pak
Sutedja ini tidak terlalu parah. Meskipun ini merupakan akumulasi selama
bertahun-tahun, tapi masih bisa dikembalikan posisi tulangnya dengan terapi
fisik. “ ucapnya menenangkan.
Setelah konsultasi, dokter menyusun
jadwal tindakan yang akan dilakukan. Hari itu Akang akan menjalani
fisiotheraphy dan sebuah paket rehabilitasi medik yang disebut “ West Wing IV
“.
Aku dan Akang kemudian istirahat di
ruang perawatan di lantai 4 rumah sakit. Tak lama datanglah seorang anak muda,
petugas fisiotheraphy yang membawa sebuah kursi roda.
“Mari, Pak. Kita ke ruang
fisiotheraphy. Silahkan duduk di sini. “ katanya sambil tersenyum.
“Tidak perlu, dik. Saya masih bisa
jalan. “ Si Akang tetap teguh dengan pendiriannya meski anak muda itu sedikit
memaksa. Akhirnya kursi roda itu tak jadi dipakai.
Sekitar satu setengah jam kemudian,
Akang kembali ke kamar. Jalannya masih terpincang-pincang.
“Rasanya bagaimana, Kang? “ tanyaku.
“Biasa saja. Lumayan enak dipijat.
Tapi sakitnya masih tetap. “Akang bersungut sambil mengunyah makan siangnya.
Hari beranjak petang, sekitar jam tiga sore
dokter Alvin muncul di pintu dengan seulas senyum lebar.
“Ayo kita mulai, Pak.“ katanya
setelah menanyakan keadaan Akang.
Akang diminta duduk di ranjang.
Dokter itu mengambil posisi dibelakang Akang. Tangannya memegang kepala dan
dagu Akang. Dia kemudian mengarahkan kepala Akang ke samping kiri dan kemudian
ke kanan dengan kekuatan terukur. Aku menatap mereka dengan sedikit ngeri.
Pikiranku melayang pada adegan film action dimana sang jagoan mematahkan leher
lawannya dengan gerakan serupa itu. Hiks...
“Wah, kalau dilakukan oleh orang yang
tidak punya ilmunya bisa fatal ya, dok.” tanyaku.
“Betul. Leher bisa patah.“ senyum dokter
Alvin terus mengembang.
Selanjutnya dia berfokus pada tulang
leher. Dengan menekan pundak dan menarik kepala Akang ke belakang, dia melakukan
dengan hati-hati dan kekuatan terukur. Beberapa saat kemudian, dia memintaku
mengambil foto kepala Akang dari samping.
Sebelum dilakukan tindakan, posisi kepala Akang seolah terjulur ke
depan, tapi sekarang sudah kembali tegak. Aku mulai terkesima.
Selanjutnya giliran kedua lengan
Akang. Dia menarik lengan ke belakang, kemudian kesamping seperti melakukan peregangan
otot, selanjutnya lengan dilipat dengan bertumpu pada kepala Akang. Setelah
beberapa menit dia meminta Akang
menautkan kedua jemari di punggungnya. Dengan posisi tangan kanan
diatas, kemudian bergantian tangan kiri yang di atas.
Akang berseru senang.
“Wah... Berhasil! “ wajah Akang
berseri-seri sementara aku melongok tak mengerti.
“ Apanya yang berhasil? “ tanyaku.
“Biasanya kalau Akang melakukan
peregangan menautkan jari seperti tadi, jari-jari Akang tak pernah bisa
bersentuhan. Sekarang kok tiba-tiba bisa!”
Aku menatap dokter Alvin dengan
takjub. Dokter itu tersenyum lebar.
“Itu tandanya posisi tulang sudah
simetris.” jelasnya.
Sekarang Akang berbaring tengkurap.
Dokter kemudian berfokus pada tulang pinggang Akang. Adegan selanjutnya, Dokter
Alvin menekan, menekuk, mendorong, menarik, pinggul dan pinggang bahkan
“melipat-lipat” kaki Akang. Akibatnya heboh,
Akang berteriak-teriak kesakitan.
Aku memandang mereka dengan ngeri
sekaligus geli. Hatiku berdebar-debar
menanti hasil dari rangkaian adegan menyakitkan itu sambil memotret.
Lalu selesai sudah. Dokter Alvin
meminta Akang berdiri.
“Masih nyeri?” Tanyanya.
“Tidak lagi, dok.” Sahut Akang.
Wajahnya tampak bengong setengah tak percaya.
“Coba jalan. “ pinta Dokter itu.
“Wah, nggak pincang lagi!” Kali ini
aku berseru. Akang tersenyum-senyum senang, lalu dia melakukan gerakan rukuk.
“Bisaa!” Serunya senang bercampur
takjub.
“ Alhamdulillah....”
Dua puluh menit saja. Ya, tak lebih
dari dua puluh menit adegan seram tekuk menekuk itu dijalani Akang, kini dia
sumringah. Seperti sulap saja.
Alhamdulillah... Memang Tuhan sudah
menciptakan manusia dengan keahliannya masing-masing, dan Dokter Alvin
merupakan jalan yang dipilihkan Allah SWT untuk kesembuhan Akang.
“Jadi, saya sudah sembuh, dok?”Akang
bertanya seolah tak percaya.
Dokter Alvin terkekeh-kekeh memandang
kami berdua.
“Ya. Dengan kuasa Tuhan.“ ucapnya
bijak.
“Nanti malam boleh jalan-jalan ya, dok? “ Akang bertanya di tengah tawa girangnya.
“Ya, boleh. Jalan saja sana. Kan
sudah sehat. Makan malam di Ciwalk sambil belanja. Hehehe... “ lanjutnya kemudian.
Kami mengucapkan terimakasih pada
dokter ramah itu.
“Tidak perlu lama-lama disini. Besok
sekali lagi terapi dengan saya, lalu ada dua sesi fisiotherapi. Kemudia hari
jumat sekali lagi fisioterapi setelah itu boleh pulang. “ ujar dokter Alvin
menutup pertemuan hari itu.
Malamnya aku dan Akang seolah
merayakan kebahagiaan. Suster-suster rumah sakit bengong melihat kami berdua
melenggang melewati mereka.
“Lho, pada mau kemana ini? “ Seru
salah satu suster. Suster yang lain bengong melihat pasiennya jalan-jalan.
“Kami jalan-jalan dulu ya... sudah
dapat izin dokter. “ seruku riang sebelum pintu lift tertutup.
Esok harinya, setelah menjalani satu
sesi fisiotherapi, dokter Alvin datang lagi. Dia menanyakan kondisi Akang.
“Sudah enak, Dok. Meski masih ada
sedikit ngilu di pinggul.”
“Ya, itu sisa peradangan, bisa
diatasi dengan obat. “ ujar dokter Alvin.
Lalu dokter Alvin melakukan lagi terapi
fisik yang berfokus pada kaki Akang. Dia melakukan semacam gerakan peregangan.
“Gerakan ini boleh dilakukan sendiri
ya, untuk menjaga kelenturan. “
“Dokter, apa pantangan yang tak boleh
dilakukan supaya nyeri tak terulang lagi
?” tanyaku.
“Ya, untuk sementara jangan dulu
mengangkat beban yang berat-berat. Istirahat dulu beberapa saat. “
“Itu saja, dok?”
“Iya.”
“Berarti boleh touring lagi, dok?” tanya Akang antusias.
“Hahaha....” Dokter Alvin tertawa
sambil mengangguk-angguk “Setelah istirahat beberapa minggu ya.” sambungnya.
Kami berulang kali mengucapkan
terimakasih pada dokter Alvin. Aku menatap pria ramah bertubuh tinggi dan langsing itu. Sungguh apa
yang dilakukannya membutuhkan kondisi fisik yang prima. Dalam hati aku berharap
dia selalu dalam kondisi sehat dan kuat sehingga lebih banyak lagi pasien yang
terbantu mencapai kesembuhan dengan keahliannya.
Malam itu, kami kembali jalan-jalan
menikmati suasana di Bandung, kali ini kawasan Paris Van Java menjadi pilihan. Rasanya senang sekali berjalan
kaki bersisian, dan bergandengan tangan .
Romantis itu sederhana. Hehehe...
“Kesehatan itu baru terasa sangat
berharga disaat-saat seperti ini ya, Neng. Nikmat Allah begitu besar. Kita selama ini tak menyadari
bahwa kemampuan berjalan kaki dengan normal seperti ini, hal remeh yang biasa
kita lakukan, ternyata merupakan nikmat
yang tak terhingga. Kalau tak pernah mengalami berjalan pincang dan merasakan
nyeri, kita tak pernah sadar untuk terus bersyukur.” ucap Akang.
Aku meresapi kata-katanya sambil
menelusuri suasana malam melewati deretan caffe-caffe cantik dan pertokoan
gemerlap berhias lampu-lampu indah.
Aku tersenyum, lalu menggamit lengan Akang. Rasanya nyaman sekali
melihat dia bisa beraktivitas tanpa meringis-ringis lagi menahan rasa nyerinya. Aku bersyukur untuk
jalan kesembuhan yang telah dibukakanNya. Alhamdulillah....
28 komentar:
aduh jadi ngilu liatnya, tapi enak ya ke badan kalo bener penangannannya.
wah sakit pinggang atau keseleo jangan dianggap remeh ya, bisa fatal kalo tidak tertangani dengan baik
Wah.. bisa jadi rekomendasi nih mba dokter ini. Tapi antrinya panjang ya. Semoga semakin membaik ya mba suaminya.
informasinya bermanfaat, mbak. Salam sehat untuk keluarga ^_^
Buk.. Tolong kirimkan No Hp Dokternya...
Saya juga mengalami sakit pinggang, sudah 1 tahun lebih belum juga sembuh2.
Tolong bantuannya Buk... Terima kasih.
Boleh saya minta alamat dan nomer telepon /handphone dokternya? saya mengalami sakit punggung yang sudah bertahun tahun, terima kasih sebelumnya. Email saya arieprastyo@gmail.com
waahhh... referensi bagus mba... cuma antri yaa... saya suka sakit pinggang juga gara-gara pernah jatuh duduk 3 x
Dokter Alvin sangat saya rekomendasikan. Awalnya sy sakit syaraf kejepit, pijit sana sini krng lbh 3tahun. Dpt info dr saudara yg di amerika, utk berobat ke RS. ADVENT Bandung. Waiting list nya bs smp 4 -5bulan. Singkat cerita, akgirnya sy di handle Dr. Alvin. 2 tulang blakang saya remuk, otot2 spasme. Ga bs jalan. Ga bs napas. Ga bs ngomog. Stlh di "tekak tekuk" Dokter, 2 hari berturut2, sy bisa jalan sendiri. Dan skrng tinggal recovery tulang yg remuk nya. Terimakasih Dr. ALVIN RANTUNG.
Bisa minta alamat/ no telfon dr alfin mbak? Trims e mail. rdgoni94@yahoo.com
Bisa minta alamat/ no telfon dr alfin mbak? Trims e mail. rdgoni94@yahoo.com
Bs minta alamat n no telpon dr alvin mbak? Tlg diemail ke yovita.sutanto@gmail.com
Trm ksh
Minta tolong, bisa minta nomor telepon dr Alvin-nya ibu. Sebelumya saya haturkan terimakasih. No teleponnya dikirim ke: oloannainggolan2@gmail.com
Minta tolong utk no telpon dr alvin nya mbak....
Sy sdh 3 tahun sakit di bagian kaki se habis bulutangkis,sampe skrg masih sakit
Email ardhiestfx76@gmail.com
Terima kasih mbak..
Terima Kasih mbak, cerita yang menyemangati saya untuk berobat dengan sabar. Saya jatuh dan terbentur, hasil rontgent memperlihatnya tulang pinggang sedikit bergeser. Minggu depan dapat jadwal ketemu dokter rehabilitasi medik. Berharap bisa seperti akang, kembali pulih seperti sediakala. Mohon doanya.
Saya di jakarta tidak bisa ke bandung yg di jakarta ada ngga ya
Mba saya doni punya masalh yang sama dengan suwami mba tolong minta no telvon dokternya mba
Boleh minta info dimana ya alamatnya Dr. ALVIN
Tolong mba minta alamatnya dokter ALVIN kirim ke 5rafi.nugrohoS@gmail.com atau WA 085 283 739 438 semoga menjadi amal yang baik bagi mbak
mba mohon infonya soal dr Alvin karna hasil rontgen saya spondilosis vertebrae lumbalis, semoga dengan dr Alvin bisa disembuhkan
Dr Alvin Rantung hanya berpraktek di RS Advent Bandung makanya antriannya cukup panjang,jl cihampelas no 161. Untuk jadwal praktek Dan janjiannya bisa ke nomor CS RS Advent Bandung: 082316057773 (at 8-15) atau 022 2034386 ext 100. Tapi diwaktu2 tertentu bila ada pergeseran jadwal, kita bisa dihubungi. Saya Dan keluarga jg sudah Mencoba keahlian beliau.
0877-1616-1637
0877-1616-1637
0877-1616-1637
Rehabilitasi Medik RS Advent Bandung. 0877-1616-1637
0877-1616-1637
0877-1616-1637
Dg doktr siapa mb
Duh ya Alloh, saya ga sembuh sama beliau, ga jodoh kali ya. Tiga tahun nahan nyeri pinggang....duh astagfirullah...
Posting Komentar