Pak Yugen dan Bu Sri Widayati |
Nama lengkapnya Gaguk Yugentoro Santoso.
Pertama kali bertemu Pak Yugen - nama panggilannya, ketika aku diajak suamiku, si Akang, mengunjungi
ruangan kantornya di Jakarta. Pak Yugen mampir ke ruangan Akang. Dia memperkenalkan diri padaku, menyapa dengan senyum simpatiknya. Pria yang usianya sudah mendekati 60 tahun ini
masih gagah dan bugar, dengan rambut dan kumis yang “two tone” alias dwi warna.
Kami bertiga segera terlibat obrolan
santai. Dia memiliki hobi yang sama
dengan Akang, berpetualang di jalanan dengan kuda besi berukuran besar yang kerap disebut moge atau motor
gede. Tak keliru bila kusebut dia biker sejati. Kuda besinya bukan hanya
menemani acara touring antar kota antar propinsi dan antar negara, tapi lebih dari itu. Tak perduli
betapa ruwetnya jalanan di Jakarta, setiap hari dia berangkat ke kantor dengan
menunggang Harley Davidson type Road King atau dengan menunggang BMW GS 1200 adventure-nya.
Keterlibatannya dalam dunia motor
ditunjukkan dengan aktif selama 10 tahun menjadi ketua club motor Thunder 250
cc se Indonesia. Selain itu dia juga aktif dalam club Harley Davidson. Nama dan fotonya kerap terpampang dalam rubrik profil di majalah-majalah
komunitas motor besar.
Tak hanya itu, Pak Yugen juga sudah
memiliki jam terbang tinggi dalam dunia touring. Dia telah menjelajah berbagai
pelosok Indonesia dan juga luar negeri, di Eropa dan Asia dengan motor besar.
Mendengar kisah-kisah touringnya, aku jadi makin semangat sekaligus juga merasa
belum ada apa-apa dibanding beliau.
Ketika menceritakan pengalaman touring
di Eropa, Pak Yugen menunjukkan jaket yang dikenakannya.
“Saya beli satu lagi, oleh-oleh untuk
istri saya.” ujarnya.
“Ibu tidak ikut ya? “ tanyaku.
Sepintas ekspresi di wajahnya
berubah. Otot zygomatic-nya berkontraksi meningkatkan sudut mulutnya, dan otot
orbicularis oculi-nya menarik pipi dan sudut matanya ke atas. Kalau aku tak salah membaca raut wajahnya, perasaannya tengah
tersentuh oleh sesuatu .
“Istri saya baru beberapa bulan lalu
menjalani operasi cangkok ginjal. Perjuangannya untuk sembuh sangat luar biasa.”
ucapnya kemudian.
Lalu mengalirlah kisah yang meluncur dari bibir yang atasnya dihiasi kumis tebal itu. Bagaimana
dulu sang istri sering mengkonsumsi obat-obat pelangsing, mungkin juga kurang
banyak mengkonsumsi air putih hingga ginjalnya mengalami kerusakan.
“Saya tak tega melihat dia harus
rutin 2 minggu sekali cuci darah. Tapi
hebatnya dia tetap mendampingi saya saat touring. Disalah satu kegiatan touring menuju Sabang,
ketika tiba di Medan kami langsung ke sebuah rumah sakit besar di sana karena
sudah jadwalnya dia harus cuci darah.” Pak Yugen tersenyum lalu melanjutkan
bicaranya.
“Suster dan paramedis di sana tak
percaya kalau dia pasien. Soalnya dia pakai jaket, sepatu booth dan terlihat
segar. Apalagi ketika tahu dia di bonceng motor datang dari tempat yang jauh.
Hehehe..” Pak Yugen terkekeh mengingat ekspresi kaget paramedis di rumah sakit
itu, dan juga wajahku yang menatapnya terbengong-bengong.
“Wah! Hebat sekali! Terus bagaimana,
Pak? “ tanyaku antusias.
“Ya kami menghabiskan waktu 4 jam di
rumah sakit itu selama dia menjalani cuci darah. Saya menunggunya sambil
istirahat. Setelah itu, kami naik motor lagi melanjutkan perjalanan.”
Ceritanya membuatku takjub. Tak salah
lagi, mereka sungguh-sungguh pasangan biker sejati.
“Ke Eropa, Ibu nggak ikut. Karena
kami belum tahu kondisi di sana. Harus ke rumah sakit mana kalau tiba jadwalnya
cuci darah. Setelah banyak berpikir dan mempertimbangkan, dia memutuskan tidak
ikut. Takut merepotkan saya.” Tatapan Pak Yugen menerawang seolah mengenang saat
itu sebagai kejadian yang menyedihkan.
“Tapi, saya belikan dia banyak
oleh-oleh. Jaket, sepatu booth, aksesories, apa saja yang saya pikir bagus
untuk dia. Biar dia senang meskipun tak bisa ikut.” Senyum di wajah Pak Yugen
mengembang lagi.
Sebentar saja berbincang dengan dia,
aku sudah sampai pada kesimpulan bahwa pria ini sungguh mencintai istrinya.
Saat touring tanpa di dampingi istri pun, dia tetap “membawa” sang istri bersamanya, mengingatnya di setiap tempat
yang dikunjungi. Dalam hati aku ingin tahu seperti apa istrinya. Tentu dia
wanita istimewa, karena Pak Yugen mencintainya dengan cara yang istimewa.
Keinginanku untuk mengenal istri pak
Yugen akhirnya tercapai. Ketika touring menuju Guci Tegal tanggal 27-28
September lalu, kami bertemu.
Akang, Pak Yugen, Pak Bambang dan
Andaru memang merencanakan touring bersama. Sengaja hanya dengan rombongan
kecil, supaya lebih nyaman dan akrab.
Bu Yugen bernama Sri Widayati.
Usianya hanya terpaut 6 bulan lebih muda dari suaminya. Kami berbincang sebentar ketika
berkumpul untuk sarapan pagi sebelum berangkat bersama-sama menuju Guci Tegal.
Ketika motor BMW GS 1200 Pak Yugen
mogok di Cibuntu- Cibitung, kami harus menunggu perbaikan motor selama 4
jam. Di sanalah kesempatanku berbagi
cerita dengan Bu Yugen.
“Baru tujuh bulan yang lalu saya
menjalani operasi cangkok ginjal. Ini touring pertama saya pasca operasi.” Bu
Yugen membuka kisahnya.
“Operasi cangkok ginjal itu
berlangsung selama 8 jam. Dan 3 bulan pasca operasi adalah masa kritis yang harus saya jalani. Sungguh
proses panjang yang melelahkan. Di mulai dari mencari donor ginjal. Itu tak
mudah. “ ucapnya.
“Ada 4 orang calon donor ginjal. Kami
harus sungguh-sungguh menseleksi mereka.
Semuanya diperiksa dengan berbagai test laboratorium. Akhirnya kami memutuskan
memilih donor yang termuda, usianya 30 tahun. Calon donor yang lain berusia 43
dan 42 tahun. Tapi kami pikir tentu yang usianya lebih muda kondisi ginjalnya
lebih baik, dan itu diperkuat hasil pemeriksaan laboratorium.”
“Wah, hebat. Ibu bisa dapat sekaligus
4 calon donor. Padahal orang lain untuk dapat satu saja calon donor ginjal
susah sekali, Bu.” Aku menatap Bu Yugen yang tersenyum.
“ Alhamdulillah. Itu kemudahan dari
Tuhan.” sahutnya.
“Saya ambil keputusan menjalani
cangkok ginjal dengan mengucap Bismillah.. Meskipun tau resikonya kehilangan nyawa. Salah seorang teman
saya meninggal setelah menjalani cangkok ginjal karena tubuhnya menolak ginjal
baru.” Tatapan Bu Yugen meredup mengenang sang teman.
“Saya tak tega pada Bapak. Saya tahu
dia sangat sedih setiap saya cuci darah. Dan
cuci darah itu tidak menyembuhkan saya. Hanya memperpanjang hidup beberapa saat
saja.” Bu Yugen menarik nafas panjang.
“Tiga bulan pasca operasi adalah
masa-masa sulit yang berat bagi kami berdua. Bayangkan, saya hanya tergolek di
tempat tidur, persis seperti bayi yang tak
bisa apa-apa. Seluruh hidup saya bergantung pada Bapak. “ Mata Bu Yugen
berkaca-kaca. Tentulah bayangan masa-masa sulit itu terlintas kembali dalam
benaknya.
“Dia yang mengurus saya. Dibatalkannya
seluruh jadwal touring selama 3 bulan itu untuk mengurusi saya. Dia memperhatikan
makanan saya, bahkan memasak sendiri untuk
saya karena tak percaya pada asisten rumah tangga kami. Takut salah, katanya. Dia
memberi saya obat yang harus diminum tepat waktu setiap hari. Kalau tidak akibatnya
bisa fatal. Tubuh saya bisa bereaksi buruk terhadap ginjal baru ini.” Kisah bu
Yugen mengaduk-aduk emosiku. Aku hanya menunduk menekuri lantai kala mencerna
kisahnya.
“Saya harus memakai diapers, karna
tak mampu turun dari tempat tidur untuk ke kamar mandi. Dan dia juga yang membersihkan...”
Kali ini aku terpaksa
mengerjap-ngerjapkan mata supaya butiran bening yang menggenang tak menetes. Lucu sekali kan, kalau aku sampai
menangis. Repot memang kalau punya sifat cengeng, mudah tersentuh, mudah meneteskan
air mata. Aku merutuki diri sendiri, berusaha menetralkan suasana hati. Kulemparkan
pandangan ke arah jalan raya yang terbakar terik matahari, dan dipenuhi
berbagai kendaraan.
Laki-laki yang masih gagah dan mapan secara financial seperti Pak Yugen,
tentu punya banyak pilihan dalam hidup. Bukan perkara sulit baginya menemukan
perempuan muda cantik semlohai yang mau mendampinginya. Tapi, dia memilih
merawat cintanya. Dia menjaga istrinya, mendampingi dan melayaninya selama tiga
bulan masa krisis hingga harus kehilangan 8 kg berat badannya. Sudah dapat
kubayangkan, betapa beratnya masa itu. Seluruh perhatian, tenaga dan emosi terkuras demi sang istri.
“Lepas dari masa 3 bulan itu, ketika
dia harus ke kantor, makanan saya dia pesan ke sebuah catering langganan. Setiap hari dia telpon catering itu memesan
menu untuk saya. “ Bu Yugen tersenyum.
Sementara itu, Pak Yugen mengawasi motor yang sedang diperbaiki.
Sesekali dia ikut juga mengutak-atik motornya. Tak lama dia membuka tutup
bagasi motor, tangannya menggenggam sebuah botol biru berisi air beroksigen.
Dia menghampiri istrinya dan mengulurkan botol itu.
“Minum.” Seyumnya mengembang, lalu
tangannya menjawil pipi istrinya dengan sayang.
Sang istri tersipu, menerima botol
minuman itu dan meneguk isinya.
Aku diam-diam memperhatikan mereka. Hatiku
dijalari perasaan hangat. Sungguh jelas di mataku. Mereka pasangan yang saling
mencintai. Aku melihat cara Pak Yugen menatap istrinya, dan juga sebaliknya. Bahasa tubuh mereka menterjemahkan cinta.
Lalu Bu Yugen menunjukkan botol
minuman itu padaku.
“Saya disuruh Bapak minum ini, air
oksigen. Katanya bagus sekali untuk kesehatan. Bapak membelikan saya berkardus-kardus minuman ini. Biar cepat sehat katanya. “
Aku mengangguk-angguk.
“Waktu bapak ke Eropa, saya tidak
ikut. Dulu saya masih harus rutin cuci darah. Tapi, dia membawakan saya banyak
sekali oleh-oleh. Jaket-jaket, sepatu-sepatu boot, dan masih banyak lagi. Padahal
saya sudah punya banyak. “ Bu Yugen tergelak sambil menggelengkan kepalanya.
Wah... kisahnya sama seperti kisah
yang dituturkan pak Yugen.
“Bu, kata Bapak waktu Ibu masih rutin
cuci darah, Ibu tetap ikut touring ke Sabang?” Tanyaku.
“ Oh. Iya betul.” Senyum lebar Bu
Yugen mengembang. “ Saya mampir di Medan untuk cuci darah, lalu lanjut jalan
lagi.”
“ Kenapa Ibu masih tetap memaksakan
diri touring. Kondisi kesehatan orang yang kerap cuci darah kan suka lemas, Bu?
“ Rasa ingin tahuku tak terbendung.
“ Saya tak tega melihat Bapak pergi
sendiri. Touring itu menempuh jarak yang jauh. Kasihan dia..”
Oh.. Cinta.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil
putih berhenti di pinggir jalan. Seorang pria dan wanita turun. Sang Pria
langsung menyalami Pak Yugen dan ikut mengutak-utik motornya. Sang wanita menyapa
Bu Yugen, lalu mereka berbincang akrab.
“Ini Pipit. Dia dan suaminya juga
senang touring. Kami sering touring bersama. “ Ujar Bu Yugen memperkenalkan
temannnya.
Aku dan Mbak Pipit kemudian terlibat
obrolan asyik. Bu Yugen tampak berbicara dengan suaminya ketika obrolan aku dan
Mbak Pipit mengulas kisah touringnya ke
Nias. Pembicaraan makin melebar, mbak Pipit menceritakan berbagai touring yang dilakukan berbarengan dengan Pak Yugen.
"Waktu Bu Yugen sakit, beberapa kali dia tak ikut touring. " Ujar Mbak Pipit.
"Waktu Bu Yugen sakit, beberapa kali dia tak ikut touring. " Ujar Mbak Pipit.
Sebuah pikiran terlintas. Aku mendekatkan
wajahku ke telinga Mbak Pipit.
“Bagaimana Pak Yugen kalau berangkat touring tanpa istrinya?” Bisikku.
“Wah, dia laki-laki hebat. Shalat tak
pernah tinggal. Biar dia tak touring bersama istrinya, dia tak pernah
macam-macam. Kalau sampai di tempat tujuan touring, mana pernah dia keluyuran. Cuma
di kamar saja, istirahat. Lalu besoknya dia “ngintili” aku dan suamiku. Dia biasa
minta aku memilihkan oleh-oleh. Kalau
dia memilih sendiri, selalu minta pendapatku apakah kira-kira barang itu cocok
untuk istrinya. “ Mbak Pipit ikut-ikutan mengecilkan volume suaranya. Kami berdua bicara berbisik-bisik persis sepasang ibu-ibu
rumpi..hihihi...
Kekagumanku pada pasangan suami istri
itu makin menebal. Ketika perjalanan berlanjut, berkali-kali hatiku terhantam
haru melihat bahasa cinta mereka.
Emosiku teraduk-aduk melihat Pak Yugen dengan sabar
membantu mengancingkan jaket dan memasangkan safety lock pada helm istrinya.
Ekspresi wajahnya penuh kesabaran.
Di sebuah rumah makan di Sukamandi
Subang, kami istirahat makan siang.
Rasanya tak karuan. Lelah dan kepanasan setelah melewati berkilo-kilo meter kemacetan
parah di tengah sengat matahari yang garang.
Saat aku beranjak ke toilet, mataku
menatap adegan paling romantis dari sepasang suami istri berusia menjelang
senja ini. Laki-laki itu membungkukkan badan di hadapan istrinya yang duduk di
kursi. Tangan Pak Yugen terjulur, melepaskan resleting sepatu. Lalu perlahan dia melepas sepasang sepatu itu dari kaki sang istri.
Aku tertegun. Duuh... pemandangan itu
benar-benar membuatku tersentuh. Mereka berdua seolah mengajari bagaimana
mencintai, dan bagaimana merawat cinta itu hingga terus membara sepanjang usia.
Ketika kubertanya pada Bu Yugen kenapa
sepatu bootnya dibukakan suami, dia menjawab,” Bapak tak tega. Jahitan di perut
saya terasaperih kalau saya membungkuk atau mengangkat kaki untuk melepas
sepatu. “
Masa lalu pasangan ini penuh dengan
perjuangan. Mereka dulu kenyang menelan
susah.
“Bapak dulu sopir. “ Ucap Bu Yugen.
“Kami dulu orang tak punya. Tapi kami
selalu bersemangat menjalani berbagai usaha. Kami pernah berjualan cumi. “ Bu
Yugen menatap wajahku yang melongok tak percaya.
“Benar lho. Lalu Bapak juga pernah
jadi sopir bajaj. Usahanya terus berkembang sampai kami bisa punya bajaj 12
buah. “
“Bapak bekerja di perusahaan minyak
juga merangkak dari bawah. Perjalanan panjang. Alhamdulillah bisa seperti
sekarang. “ Pak Yugen yang duduk di sebelah istrinya tersenyum-senyum.
“Kalau kita berusaha terus, tidak
menyerah, pasti Tuhan membukakan jalan. Saya dulu sudah susah, masih dibebani tanggung jawab membiayai saudara-saudara,
baik dari pihak istri maupun dari pihak saya. Saya membiayai adik-adik ipar dan
adik-adik kandung saya sekolah. Sekarang mereka sudah berhasil. Tapi Tuhan maha
adil, makin banyak saya memberi, makin banyak yang saya peroleh.” ujar Pak
Yugen.
Alhamdulillah. Makin banyak yang aku
pelajari dari pasangan suami istri ini.
Pagi itu, di Guci Tegal, Aku, Akang
dan Bu Yugen bersiap sarapan. Pak Yugen masih berendam air panas alami di kolam
renang. Istrinya membawakan nasi goreng dan lauk pauk sarapan ke tepi kolam
itu. Tapi tak lama Pak Yugen bergabung, ikut sarapan bersama kami.
Selesai sarapan, aku dan Bu Yugen
berjalan ke luar area hotel untuk membeli oleh-oleh.
“Saya beruntung, punya suami yang
baik.” ucap Bu Yugen.
“Bapak juga beruntung, punya istri
seperti Ibu. Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, Bu.” sahutku.
Bu Yugen tersenyum mendengar
perkataanku.
“Jadi istri harus sabar, harus selalu
memberi semangat suami. Apalagi di masa-masa sulit. Istrilah yang harus memberi
kekuatan pada suami hingga dia bangkit dari kesulitan. “
Aku dan Bu Yugen |
Ungkapan seperti itu sudah sering aku dengar, tapi kalimat
yang keluar dari mulut Bu Yugen terasa berbeda. Kata-katanya seolah “berjiwa”. Tentu karena
keindahan hatinya Pak Yugen membalas dengan hal yang sama. Mereka berdua merasa
tentram dan bahagia bila berdekatan. Di kala berjauhan, hati mereka pun tetap
bersama.
Ketika istirahat terakhir sebelum
berpisah menuju rumah masing-masing,
kami mampir di sebuah POM bensin di kota industri antara Purwakarta dan
Cikampek. Selepas melaksanakan shalat maghrib aku duduk santai di teras. Pak Yugen
yang juga duduk di sebelahku terseyum-senyum menatap istrinya yang tengah
berjalan memasuki toilet.
“Ibu itu...” ujarnya dengan seulas
senyum.” Kalau sudah capek jadi rewel. Hehehe...” Tawa kecil itu membuatku menelusuri
raut wajahnya. Tak kujumpai setitik pun ekspresi yang menunjukkan kekesalan,
atau kemarahan. Dia begitu sabar, malah menganggap kerewelan istrinya sebagai
sesuatu yang lucu, sesuatu yang patut dimaklumi.
Seperti yang pernah kutuliskan,
selalu ada hikmah di setiap touring yang kujalani bersama Akang. Touring kali
ini membuatku makin menyelami sebuah kisah hidup yang dilakoni Pak Yugen dan istrinya.
Sebuah kisah yang patut diteladani pasangan suami istri lain. Kisah yang
mengajarkan makna mencintai, dicintai, dan merawat cinta hingga teruji dan
tetap tumbuh sepanjang usia.
Semoga Pak Yugen dan Ibu Sri Widayati
selalu sehat dan penuh semangat. Semoga akan ada kesempatan lain touring
bersama lagi. Berharap Pak Yugen dan istri bisa tetap mengajari kami, cara mencintai.
Note : Kisah ini menjadi kenangan manis bersama istri Pak Yugen, Ibu Sri Widayati. Beliau telah meninggal dunia tanggal 27 Oktober 2015. Innalilahi wa inna ilaihi rojiun... Semoga Ibu Sri Widayati khusnul hotimah, diampuni semua dosa dan diberi tempat yang indah di sisi Allah SWT. Aamiin..
ya Allah... mata saya jg berkaca2 bacanya... iri banget sama pasangan suami istri itu :)
BalasHapusSo sweet, teladan buat saya Mba. Terharu membacanya.
BalasHapusMantaaaaab kisahnya. Saya kenal pak Yugen dikenalin teman saya Firman biker dari Pulsarian. Katanya bosnya mau beli lampu buat motornya. Akhirnya kami bertemu. Dan kami berbicara dan saya mendengarkan kisah yg sama spt saya baca sekarang saya sangat terharu. Saat itu ibu Yugen mau operasi cangkok ginjal dan alhamdulillah setelah operasi ibu berjalan lancar. Semoga ibu dan bapak diberikan kesehatan selalu. Kapan2 kita touring bareng ya Pak dan mudah2an saya bertemu dg jodoh yg sebaik bapak amiiiiin.
BalasHapusSungguh bahagia dianugerahi cinta seperti mereka, semoga semua orang boleh merasakan bahagianya mencintai dan dicintai
BalasHapussebuah kisah yang mengharu biru, membuat mata saya berkaca2, berharap suatu saat nanti saya menemukan sosok seperti Pak Yugen, saling mencintai didalam kondisi apapun,, aamiin yah robbal'alamin :)
BalasHapusبِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. Sy ingin mengomentari kisah ini dari sudutpandang kacamata alqur'an , krn Alqur'an merupakan pedoman serta petunjuk hidup dan kehidupan bg org2 beriman. CINTA KASIH SAYANG itu adalah Allah pemilikNya,Cinta kasinh sayang itu bersumber dari Allah SWT," dan DIA lah yg mempersatukan qolbu org2 beriman. Refrensi ! QS. AL-Anfal,8:63. Iman adalah cahaya,cahaya kekuatan Allah ( rahmad)yg diturunkan Allah kedlm jiwa, jiwa yg berada didlm qolbu! Yaitu Qolbu org2 beriman yg sllu mengingat Allah dlm keadaan berdiri, duduk , berbaring !. " Allah lah yg mmprsatukan qolbu mereka, walaupun kalian membeli dg smua kekayaan yg berada dimuka bumi ini niscaya kalian tdk akan mampu mempersatukan qolbu mereka ! @>--Sebuah Contoh ayat qouniyahnya (ayat2 Allah yg tersirat/kejadian2 dimuka bumi ini). : Prsiapan prnikahn selebritis yg menelan beaya M tetapi umurny cm 3 bln..bahkan mngkin lebih pendek dr itu Itu Artinya kasih syg itu tdk bs dbeli(diganti) dg uang ! Nah bagaimana harusnya kita ini mempunyai rasa Kasih Sayang ?? Jawabanya ada di. QS, 49 Al-Hujurot :7. , yaitu adanya perasaan INDAH didalam qolbu....
BalasHapusYa Allah tidak terasa air mata ini mengalir... begitu terharu membacanya. Sudah lama saya tidak bertemu bapak Yugen dan ibu. Pasangan yang sungguh luar biasa. Dan sore ini saya di kejutkan dengan berita duka. Ibu Yugen telah berpulang ke rahmatullah. Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Semoga Allah menerima semua amal ibadah, mengampuni segala kesalahannya dan memberikan tempat terbaik disisiNya. Selamat jalan ibu...
BalasHapusBunda......semoga almh ditempatkan yang terbaik oleh Allah, semoga bpk.yugen diberin kesabaran yang lebih lg ,aminnnn..kisahny mengharu biru T_T
BalasHapusInnalilahiwainnailaihirojiun ... telah berpulang ke Rahmatullah ibu Sri Widayati selasa 27 Oktober 2015 lalu, istri Bp. Yugentoro, kisah cinta bapak dan ibu memberikan arti bagi kami semua, semoga semua amal ibadah Almarhumah di perberat dan diterima di sisi-Nya .. Amin
BalasHapusBaru baca kisahnya. Smoga bisa menjadi pelajaran buat kita yaa
BalasHapusAh cintanya indah, laki-laki itu hebat sekali 👍
BalasHapusAh cintanya indah, laki-laki itu hebat sekali 👍
BalasHapusbaca dari atas kyknya seru bngt kehidupannya pasangan suami istri ini, pas baca Note dibawah lngsung merinding, semangat terus Bapak,
BalasHapusIni tetangga saya di ampera, suami dan almarhum istri dua dua nya royal dengan tetangga, sering membantu siapa saja
BalasHapus