Kegiatan menyenangkan yang menjadi
hobi aku dan si Akang, suamiku, adalah touring dengan motor ke tempat-tempat
yang indah. Kadang kami melakukannya bersama rombongan teman-teman, tapi lebih
sering kegiatan ini kami lakukan berdua saja.
Bulan Mei 2013, sepulang dari touring
ke Kuningan Jawa Barat, kami istirahat seharian di rumah. Sorenya kami packing
lagi, menyiapkan semua kebutuhan anak-anak selama ditinggal touring, dan besok paginya kembali meluncur menggilas aspal jalanan menuju Pantai Sawarna.
Untuk touring kali ini, kami memilih
menggunakan motor SYM, Joymax dengan kapasitas mesin 250 cc. Motor ini nyaman, dengan backrest atau sandaran yang empuk buat boncenger seperti aku.
Jok-nya yang lembut mampu menopang bokong dengan nyaman senyaman duduk di
mobil. Terdapat bagasi di bawah jok
motor yang lumayan luas, cukuplah untuk menampung barang-barang bawaan kami
untuk touring selama 2 hari. Riding
position-nya nyaman, dan akselerasi lumayan bagus. Begitulah pendapat si Akang
tentang motor ini.
Pantai Sawarna terletak di kecamatan
Bayah, kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
Dengan modal petunjuk GPS, kami menelusuri jalan dari Bogor melewati
Cicurug Sukabumi- Parung Kuda- Cikidang- Pelabuhan Ratu- Cisolok hingga
Sawarna.
Senang sekali melewati jalan-jalan di wilayah Jawa Barat
karena pemandangan hijau dan cantik sepanjang jalan yang kami
lalui.
Meskipun jalur yang dilalui motor tak
selalu mulus, tapi tetap nyaman. Tiba di
wilayah Pelabuhan Ratu, pemandangan berganti menjadi pantai-pantai yang cantik.
Ada pengalaman unik dan konyol yang kami alami saat melintasi
Jalan Raya Cisolok- Pelabuhan Ratu. Di
satu tempat, terlihat bangku-bangku kayu
di pinggir jalan di mana beberapa lelaki duduk -duduk, sementara motor-motor
mereka di parkir disisi jalan. Tampaknya mereka tukang ojeg yang menanti
pelanggan. Sebuah papan bertuliskan " Mak Erot" terpampang di batang
pohon yang menaungi bangku-bangku itu.
Saat kami melintas, para lelaki itu
kontan berdiri memberi isyarat menunjuk-nunjuk menawarkan jasa mereka. Aku
heran. Apaan sih? Kami kan sudah bawa kendaraan, buat apa lagi menawarkan ojeg. Begitu pikirku.
Sambil berlalu, aku berusaha
mengingat-ingat tentang Mak Erot. Kalau tidak salah aku pernah membaca berita
tentangnya. Menurut berita yang kubaca, dia
adalah wanita tua yang memiliki keahlian memperbesar (maaf) perkakas vital pria dengan
obat-obatan herbal dan mantra. Apa
maksud orang-orang tadi ya?
Kami terus melaju di atas motor. Tak
lama kemudian seorang laki-laki berbaju kaus putih dengan motor bebek berusaha menyusul.
“Om, mau ke Mak Erot ya? Saya antar
ya, Om. Ikuti saya ya.” Ujarnya sambil berusaha mensejajari motor bebeknya dengan motor kami.
“Oh, tidak. Kami tidak ke Mak Erot!”
Ujar si Akang.
Si Kaus putih pun berlalu.
Kami kontan tergelak-gelak. Wah, rupanya tukang-tukang ojeg tadi menawarkan
diri sebagai penunjuk jalan menuju tempat praktek Mak Erot.
“Tin! Tin!” Klakson motor menyalak di belakang kami.
Seorang lelaki berbaju hijau pupus berusaha mendekat.
“Mas, ayok saya antar ke Mak Erot.
Lewat sini, Mas. Ikuti ya!” Ujarnya.
Apa-apaan sih ? Kok langsung menuduh
kami mau ke Mak Erot. Ampun!
“Tidak! Tidak !” Seru Akang.
Cuzzz! Akang langsung tancap gas
meninggalkan si Baju Hijau yang kecewa.
“Kasihan deh, masak Akang dikira mau
berobat ke Mak Erot. Penghinaan itu. Hahaha!” Godaku.
Si Akang menggerutu kesal. Perjalanan terus berlanjut.
“Wow...! “ Teriakku sambil menunjuk
pantai cantik di sisi kiri jalan.
Akang memperlambat laju motornya,
kemudian berhenti di tepi jalan memberi kesempatan aku mengambil foto
pemandangan pantai cantik itu.
Tapi, lagi-lagi seseorang bermotor bebek kembali mendekati
kami. Kali ini laki-laki berbaju coklat dengan senyum lebar di wajahnya.
Saat menjajari kami dia berkata “
Mas, mau...”
Sebelum kali-laki itu sempat bicara lebih jauh, sudah kusemprot
duluan.
“Apa?! Mau menawari ke Mak Erot? Eh,
dengar ya. Kami tidak berminat ke Mak Erot. Suamiku baik-baik saja, tak perlu
ke Mak Erot. Bilang ya sama kawan-kawannya, jangan menawar-nawari lagi. Capek
deh! Sudah dikejar-kejar 3 orang. Kami mau ke pantai Sawarna, tauk?! “Teriakku
sengit.
Si baju coklat cengengesan merasa tak
enak hati. Ciut juga nyalinya melihat aku mengganas bagaikan singa betina . Tanpa
banyak bicara dia berbalik arah, terbirit-birit menginjak pedal gas dan melesat
menjauhi kami.
“Nah, bagus! Pulang sana!” Teriakku.
Akang terpingkal-pingkal. Ketika
tawanya reda dia menggodaku .” Jadi Neng yakin nih, Akang tak perlu ke Mak
Erot?”
Sebagai jawaban, aku mendaratkan
cubitan kecil di pinggangnya.
“ Ayo jalan!” Seruku.
Kami akhirnya menuju ke sebuah ruas
jalan yang kondisi aspalnya mulai rusak.
Jalan agak menanjak dan aku menangkap keanehan pada alat GPS. Alat itu sepertinya tidak meng-update
petunjuk jalan.
Kami berhenti di sebuah
pertigaan. Akang kembali men-setting
GPS. Benar saja, kami salah jalan. Akang memutar motor, bermaksud berbalik arah memasuki jalan yang
lebih kecil. Tapi sebuah lubang tak terlihat olehnya. Motor tiba-tiba oleng
hampir rebah ke jalan. Secara refleks aku meloncat, terjatuh ke tepi jalan
dengan tangan menahan berat tubuhku. Aku
bersyukur memakai sarung tangan hingga telapak tanganku terlindung dari kerikil jalan. Aku langsung berdiri, sementara
Akang memandangku cemas.
“ Luka nggak, Neng? “ Tanyanya.
“Enggak. Untung saja refleks Neng bagus. Hehehe..” Aku tertawa lirih berusaha menepis rasa cemas Akang.
Perjalanan berlanjut. Sepi sekali
sepanjang jalan itu. Hanya sesekali ada motor yang lewat.
“ Lapar ya, Neng? “ Tanya Akang.
“ Iya sih. Tapi mau makan dimana? “ Sahutku.
Sebuah warung kecil tampak di sisi
kiri jalan seolah merupakan jawaban atas pertanyaanku. Warung itu berbentuk
gubuk yang disangga tiang-tiang kayu dan berdiri diatas tebing.
Akang memarkir motor. Kami pun masuk
ke warung itu.
“ Jangan berharap bisa makan enak di sini
ya, Neng. Paling-paling menunya cuma ada
mie instan.” Bisik Akang.
“ Iya. Neng mengerti kok. Yang
penting kita istirahat dulu.”
Satu hal yang aku pelajari selama
touring bersama Akang adalah sangat penting untuk bersikap fleksibel, pengertian,
menerima kondisi yang ada sepanjang perjalanan. Tidak merepotkan, tidak manja,
bawel atau banyak menuntut. Seorang
boncenger sekaligus partner dalam perjalanan touring harus mampu menjadi teman
yang menyenangkan bagi sang rider. Aku selalu berusaha menjaga mood Akang tak
terganggu oleh tingkahku.
Seperti saat ini misalnya, mana boleh
aku menuntut harus istirahat di resto yang keren, yang makanannya enak. Mana
ada tempat seperti itu di pelosok jalanan sepi begini. Tak ubahnya resep dalam menjalani kehidupan, kunci
dari nikmatnya melakukan touring adalah “
being flexible and grateful for everything “.
Semangkuk mie instan panas mengepul dan
secangkir white coffee, dinikmati berdua di sebuah gubuk sederhana berlatar jurang hijau dengan hembusan angin sepoi-sepoi. Tak ada kata yang
pantas diucapkan selain “ Alhamdulillah.
...”
Kami merasa segar kembali setelah
beristirahat sebentar di gubuk itu. Aku menyempatkan berbincang-bincang dengan
ibu pemilik warung, menanyakan jalan menuju pantai Sawarna.
“Jalannya jelek, Neng. Masih sekitar
satu jam lagi dari sini.” Ujar si ibu
warung.
Apa yang dikatakan ibu tadi benar
adanya. Jalan menuju pantai Sawarna bertabur batu-batu yang terkelupas dari
aspal yang rusak. Kami bersyukur telah memilih motor yang tepat untuk touring
kali ini. Seandainya memakai motor dengan kapasitas mesin lebih besar, misalnya
1500 cc dengan ukuran ban yang lebih lebar, sudah dapat dipastikan kami tak
akan bisa melewati jalan ini.
Perjalanan menempuh jalan bertabur
batu itu terasa lama, tapi akhirnya kami tiba di sebuah tempat yang menjadi
jalan masuk menuju pantai Sawarna.
Tak kukira kami harus menghadapi jalur
yang mendebarkan hati. Untuk mencapai pantai Sawarna, motor harus melewati jembatan gantung yang berdiri melintang di
atas sungai berair keruh.
Melintasi Jembatan Kalpanax |
Konstruksi jembatan dengan kabel
gantung vertikal terpasang pada kabel suspensi utama yang membentang membentuk
kurva membuat jembatan bergoyang-goyang
bila dilewati.
Titian atau dek jembatan terbuat dari kayu yang lebarnya hanya cukup
dilalui satu motor saja. Sekali lagi kami bersyukur memakai motor Joymax.
Seandainya memakai motor yang lebih besar, pasti tak akan muat melewati
jembatan ini.
Akang dengan motornya menanti di
pangkal jembatan. Pelan-pelan aku berjalan meniti dek kayu itu. Goyangan
jembatan membuat ngeri merayapi hatiku.
Aku terus berjalan hingga mencapai ujung jembatan, lalu menarik nafas lega.
Masih dengan berdebar-debar aku
menanti Akang di ujung jembatan. Perlahan Akang mengendarai motornya, berusaha
tenang menjaga keseimbangan diterpa goyangan jembatan. Syukurlah, meski
ngeri-ngeri sedap, motor bisa lewat dengan selamat. Fiuuh...
Mau tahu apa nama jembatan gantung
itu? Namanya jembatan Kalpanax. Aku tergelak-gelak mendengar penjelasan tukang parkir
di sana. Entah kenapa jembatan itu diberi nama
serupa merk obat panu.
Akhirnya... kami tiba di tempat
tujuan.
Akang memarkir motornya di dekat
sebuah warung di tepi pantai. Kami
memasuki warung itu.
Seorang bapak setengah baya tersenyum menyambut kami. Dia mempersilahkan kami duduk dan beristirahat di atas bale-bale.
“ Mau pesan makanan, Pak? “ Tanyanya.
“ Ada ikan segar. Baru saja dapat dari nelayan . Kalau Bapak dan Ibu mau bisa kami masakkan untuk makan siang. “
Kata-kata bapak itu seketika membuat
kami terlonjak girang.
“ Mau! Ikannya bisa dibakar kan? “
tanyaku antusias.
“Bisa, Bu. Ini silahkan dipilih, mau ikan yang mana.” Si
Bapak menyodorkan sebuah wadah berisi ikan-ikan segar bermacam jenis.
Kami memilih ikan yang besar-besar. Atas rekomendasi si
Bapak, pilihan kami jatuh pada ikan serepet dan ikan selayang, karena menurutnya
kedua jenis ikan itu yang paling lezat.
“ Tunggu ya, Bu. Kami siapkan dulu.”
Si Bapak menyerahkan dua ikann besar itu kepada istrinya.
Aku dan Akang berbaring santai di
bale-bale menikmati hembusan angin laut. Kami sempat tertidur sebentar ketika
akhirnya si Bapak pelan-pelan membangunkan kami.
“ Makanannya sudah siap, Bu.” Ujarnya.
Ikan Selayang dan Ikan Serepet Bakar |
Di atas meja sudah terhidang ikan
serepet dan ikan selayang bakar, nasi panas, lalapan dan sambal.
Aku dan Akang makan dengan lahap.
Duh, nikmatnya... Alhamdulillah. Benar apa yang dikatakan si Bapak. Dua jenis
ikan itu sangat lezat rasanya. Daging ikan yang masih segar itu terasa gurih,
kenyal tapi empuk dengan bumbu yang pas. Tak menunggu lama, ikan-ikan lezat itu habis
kami santap.
Waktu si Bapak menyebutkan harga yang
harus dibayar, rasanya kami tak percaya. Dua ikan besar-besar berikut nasi,
lalapan dan sambal yang nikmat tiada tara itu hanya seharga Rp. 80.000,-. Kalau dibandingkan
dengan makan di resto pinggir laut yang berada di kawasan Pelabuhan Ratu, harga
yang kami bayar ini jauh lebih murah. Di
Pelabuhan Ratu dengan menu yang sama bisa-bisa kami harus membayar
sejumlah Rp. 150.000- Rp.200.000,-.
Kami lalu melaksanakan shalat zuhur dan ashar di jamak di musholla tak jauh dari warung makan. Musholla itu kecil, sehingga kami bergantian melaksanakan shalat. Rasanya lega sekali setelah bersujud mensyukuri segala nikmatNya.
Kami lalu melaksanakan shalat zuhur dan ashar di jamak di musholla tak jauh dari warung makan. Musholla itu kecil, sehingga kami bergantian melaksanakan shalat. Rasanya lega sekali setelah bersujud mensyukuri segala nikmatNya.
Hari beranjak sore. Kami menikmati
pantai Sawarna yang cantik. Seperti
biasa aku yang narsis berat memaksa Akang tak henti-henti mengambil fotoku
berlatar pantai yang indah.
Kawasan wisata pantai Sawarna berada
di desa pesisir, laksana perhiasan cantik yang menghadap Samudera Hindia. Panjang pantai
mencapai 65 km dihiasi batu-batu karang artistik. Pantai-pantai dalam kawasan
Sawarna terdiri dari pantai Pasir Putih,
Laguna Pari, Karang Taraje dan Tanjung Layar. Selain wisata pantai, ada juga Goa
Lalay atau Goa Kelelawar yang terbentuk dari retakan batu gamping, dimana di dalam Goa ini terdapat sungai bawah tanah. Sayangnya kami tak punya cukup waktu untuk
menjelajahi semua tempat itu.
Rasanya nyaman, duduk berdua di bawah
rindangnya pohon besar sambil memandang lepas ke lautan. Pantai Sawarna bersih dan sepi. Kami serasa berada di pantai
milik sendiri. Laut yang tengah surut
menyisakan air laut bening terperangkap di antara karang. Ikan-ikan kecil
tampak jelas berenang-renang di cerukan air bening itu.
Nun jauh disana, pasir putih tampak mengkilap
memantulkan cahaya matahari. Vegetasi hijau alami tumbuh meliuk-liuk menyusuri pinggang pantai.
Betah rasanya berlama-lama memandangi
panorama pantai Sawarna. Rasanya ingin tetap duduk di sana menanti matahari
tenggelam. Sayang sekali, hari mulai mendung, kami harus segera pergi mencari penginapan.
Ada banyak penginapan sederhana di
sekitar pantai. Tak ada aliran listrik di sana. Listrik hanya dinyalakan saat
malam dengan tenaga genset. Kami melihat-lihat kamar di beberapa penginapan. Kondisinya
sederhana, tanpa ranjang. Kasur diletakkan di lantai, tanpa AC, hanya ada kipas
angin.
Ada yang agak lumayan kondisi
kamarnya, tapi Akang memutuskan tak jadi menyewa kamar itu. Penginapan itu
penuh anak-anak ABG yang berisik,
tertawa-tawa dan bermain gitar.
“Mana bisa istirahat dengan nyaman
kalau begini, Neng. Akang yakin, nanti malam anak-anak muda ini akan semakin
berisik, nyanyi-nyanyi sampai pagi.” Bisik Akang.
Aku nyengir. Kami akhirnya memutuskan
tidak bermalam di kawasan pantai Sawarna. Kami harus cepat-cepat kembali ke
arah Pelabuhan Ratu karena di sana banyak hotel yang lebih layak kondisinya.
“Kita sudah capek seharian naik motor.
Sudah sewajarnya kita mencari tempat istirahat yang nyaman, supaya tubuh
kembali segar untuk perjalanan pulang besok.“ Ujar Akang .
Hari beranjak sore ketika kami meninggalkan kawasan pantai Sawarna. Meskipun
rasanya belum puas, awan mendung yang
menggulung dari arah samudra Hindia memaksa kami segera pergi. Suatu hari nanti
rasanya ingin kembali ke kawasan pantai ini untuk menuntaskan rasa penasaranku.
Sepertinya asyik, menjelajah Goa Lalay
yang eksotis itu. Semoga ada kesempatan...
Eh kabarnya sekarang Mak Erot sudah meninggal ya mbak?
BalasHapusqiqiqiqi...lucu banget mak ceritanya dikira mau ke mak Erot.
BalasHapus@Lina W. Sasmita: uya betul beliau sudah meninggal sehingga pengobatan itu dilanjutkan oleh anaknya. Tapi merk dagang " Mak Erot" tetap dipertahankan. Sudah ngetop sih katanya...hehehe
BalasHapus@Nuning Yuni iya, Mak... bikin sebel. heheheh
BalasHapusasik bangeeeeeetttt! jalan2 berdua, naik motor pula. kerasa anginnya, mau berhenti2 juga gak ribet ya.
BalasHapus@Nurul Wachdiyyah iya asyiik...tiap ada pemandangan bagus berhenti dulu buat foto2. hehehe...
Hapusserasa membaca fiksi ini.. kocak mendebarkan romantis... ending yang keren.. udahlaaah.. kirim mbak ke majalah!!!
BalasHapus@Tanti Amelia: aiiih... senangnya kalo ada yg suka tulisanku. Terimakasih sudah mampir ke sini ya
HapusMenariiikkkkk ...
BalasHapus@Bang Gaper: thank you...
BalasHapusMaaaaaaaak.....
BalasHapuslah kok Mak Erot hihihihihi :p
dWi :hihihi...Mak Erot ngetop banget ternyata...
HapusWah cerita touringnya seru banget.
BalasHapusAku baru ini tau ternyata berseni banget ya touring itu, makanya yang pada suka touring suka kangen touring sampe jauh-jauh banget jaraknya. Padahal kalau dipikir2, kan mereka mobil ada, kenapa sih milihnya naik motor bikin susah haha. Ternyata emang seru dan berseni sekali ya, pantes pada nagih :)
Ceritanya seru.. kata temen aku jangan menginap di pantai itu, katanya masih banyak yg suka nyuri gitu, semoga aja ga bener ya..
BalasHapus