|
Venezia |
Travel mate atau
teman seperjalanan bisa membuat acara
traveling bersama jadi menyenangkan, membosankan atau menyebalkan. Kenapa? Ya karena sejatinya travel mate itu
adalah partner, orang terdekat yang selama traveling selalu bersama kita. Bisa
dibayangkan tidak enaknya bila travel mate susah diajak diskusi, selalu berbeda
pendapat, tidak bisa kompromi, atau
tidak jujur.
Dulu, saat masih
jadi ABG kinyis-kinyis, merencanakan traveling bareng teman itu rasanya asyik banget.
Pokoknya baru membayangkan saja sudah indah deh! Teman yang ikut bersamaku
sebenarnya bukan teman akrab. Kami hanya sesekali mengobrol. Saat mengobrol
itulah tercetus ide jalan-jalan bareng. Ketika itu aku masih tinggal di Palembang. Bukan
jalan-jalan ke luar negri, hanya antar
propinsi saja. Tapi buat aku yang saat itu masih ABG, bisa jalan-jalan dari
Palembang ke Bandung hanya dengan teman itu keren banget!
Rencana pun di
jalankan. Kami naik kereta, dari Palembang
ke Bandar Lampung. Di Bandar Lampung mampir dulu ke rumah tante-tanteku. Ada
udang di balik rempeyek sih... siapa tahu tante atau om-ku ada yang
mau nambahin ongkos. Hihihi... dasaar!
Tanteku
membekali aku nasehat ini itu.
Diantaranya harus hati-hati sama orang asing, tapi juga jangan jutek. Harus
bisa jaga diri, dan sebagainya.
Singkat cerita,
setelah menyebrang dengan kapal ferry, lalu naik bus, kami sampai di Bandung.
Mula-mula menyenangkan, kami menginap di rumah tanteku yang tinggal di Bandung.
Lalu mulai ada konflik, ketika teman seperjalananku memiliki standar kebersihan
yang berbeda. Kamar mandi kotor karena ulahnya, tapi ketika diberi tahu dia
tidak terima. Terpaksalah dengan hati mangkel aku membersihkan kamar mandi itu. Soalnya malu
sama tanteku kalau ketahuan kamar mandinya jadi jorok.
Selanjutnya saat
jalan-jalan bersama sepupuku, si teman perjalananku tiba-tiba bertemu dengan
seseorang yang baru beberapa menit di kenalnya, lalu dia minta izin memisahkan
diri jalan bareng orang itu. Sempat
ribut sedikit, aku merasa khawatir dia pergi bersama orang yang baru saja
dikenal. Apalagi aku merasa bertanggung jawab atas keselamatannya, karena
ibunya temanku itu menitipkan dia padaku. Tapi karena temanku tetap memaksa
pergi, ya apa boleh buat. Aku terpaksa membiarkan dia pergi.
Selanjutnya, aku
jalan-jalan bersama sepupuku saja. Sore hari kami pulang ke rumah tante. Temanku
itu belum pulang. Mulailah mood-ku rusak oleh rasa cemas. Aku benar-benar khawatir.
Waktu itu tidak ada handphone. Aku tak tau dia ada dimana, kalau harus mencari
pun tak tahu harus mencari kemana. Hari telah mendekat tengah malam ketika
akhirnya temanku itu pulang dengan wajah cengengesan tanpa rasa bersalah.
Sejak itu, acara
jalan-jalan yang tadinya menyenangkan jadi menyebalkan. Makin banyak konflik
dan perbedaan prinsip antara aku dan temanku.
Termasuk juga masalah keuangan. Temanku itu ternyata tak membawa uang
yang cukup, padahal sebelumnya aku sudah menghitung-hitung dan mengatakan
padanya berapa uang yang harus kami bawa
supaya bisa traveling dengan nyaman. Temanku itu rupanya tipe nekat. Jangankan ongkos pulang ke Palembang, untuk ongkos
transportasi naik angkot wara-wiri di Bandung saja dia minta dibayari. Lalu dia memaksa pinjam uangku, sehingga budgetku
untuk beli oleh-oleh terpaksa
berkurang. Puncaknya, kami tak lagi bisa akur. Kami tidak pulang
berbarengan, aku pulang ke Palembang duluan, sedangkan dia masih nekat
jalan-jalan ke Jakarta bersama teman barunya dan kembali seminggu kemudian.
Pengalaman itu
membekas dalam memoriku, sehingga aku berusaha hati-hati memilih travel mate.
Bila travel mate tepat, acara jalan-jalan menjadi sangat
menyenangkan, bahkan menjadi kenangan manis yang ingin diulang lagi.
Waktu aku
jalan-jalan ke Eropa tahun 2011 lalu, aku berangkat bersama sahabatku, Mariska.
Kami akrab sejak menjadi mahasiswi fakultas teknik di sebuah perguruan tinggi
di Palembang. Sejak zaman kuliah , aku sering bersamanya. Bahkan kadangkala 24
jam selalu bareng. Mulai dari kuliah , istirahat dirumahnya, keluyuran di toko beli alat-alat gambar, makan
martabak malabar di warung tenda, mengerjakan
tugas sambil bergadang sampai subuh, ketiduran, lalu lanjut kuliah lagi. Jadi aku
sudah benar-benar memahami dia dan
diapun demikian.
|
Brussel -Belgia |
|
Innsbruck- Austria |
|
Koln- Germany |
|
Luzerne- Swiss |
|
Paris-France |
|
Rome- Italy |
|
Swiss |
|
Mount Titlis |
|
Amsterdam |
Perjalanan ke
Eropa sangat mengesankan. Kami kompak dalam segala hal. Kami berbagi kamar di
hotel, belanja, berfoto-foto, ngobrol dan menikmati setiap momen di semua tempat
wisata yang kami kunjungi. Rasanya ingin
lagi jalan-jalan bareng Mariska.
|
Bangkok-Thailand |
|
Pattaya Beach- Thailand |
|
Ho Chi Minh City- Vietnam |
Lalu waktu aku
traveling ke Bangkok dan Vietnam, aku berangkat bersama teman-teman SMA-ku,
Doly, Nida, dan Eyik. Pengalaman itu juga sangat menyenangkan. Kami ber-empat
rukun, meskipun tak selalu bersama karena untuk urusan belanja dan wisata kuliner minat dan selera kami berbeda-beda. Tak pernah ada
konflik yang membuat bete. Kami malah makin akrab. Traveling bareng merekatkan
hubungan kami yang sempat terpisah puluhan tahun sejak tamat SMA.
|
KL Gallery |
|
Kuala Lumpur |
|
Kuala Lumpur |
|
KLCC-Kuala Lumpur |
Awal tahun 2014,
aku ke Kuala Lumpur lalu bergabung dengan teman-teman baru, Novi dan Indari
dari komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis. Sebelum
merencanakan ke Kuala Lumpur, kami hanya pernah bertemu sekali saja selama
beberapa jam, di acara kopi darat Ibu-Ibu Doyan Nulis di Bogor. Di Kuala Lumpur
aku juga mendapat teman baru, Harti, seorang gadis
muda yang jago dibidang advertisement. Meskipun mereka baru saja kukenal, tapi
ternyata mereka travel mates yang sangat
menyenangkan. Kami langsung cocok satu sama lain. Senang sekali berbagi ilmu,
pengalaman dan cerita bersama. Kami jalan-jalan, berfoto ria, mengadakan event
pelatihan menulis dan bisnis, masak bareng di apartemen Novi, makan bersama dan
berdiskusi tentang banyak hal. Traveling ke Kuala Lumpur juga meninggalkan
kesan yang sangat dalam buatku, karena travel mates yang sangat keren!
Hehehe....
Mencari travel mate yang tepat itu sebenarnya
gampang-gampang susah. Tapi sebagai ancang-ancang tips berikut ini mungkin bisa dijadikan bahan
pertimbangan :
- 1.
Kenali “calon “ travel mate-mu. Kalau dia memang sahabat dekat, yang sudah
benar-benar saling memahami sifat dan prilaku termasuk juga kebiasaan sehari-hari, tentu tidak
masalah. Tapi ingat, belum tentu teman
kerja yang setiap hari bertemu di kantor , atau teman sekolah cocok menjadi
travel mate. Tapi belum tentu juga teman
yang baru dikenal tidak cocok jadi travel mate. Jadi kuncinya, kenali dia lebih
dalam. Ajak ngobrol, berdiskusi dan mulailah membuat penilaian apakah dia orang
yang mudah diajak kompromi, memiliki toleransi, kejujuran, dan kesabaran dalam menghadapi masalah.
- 2.
Sejak awal bicarakan rencana traveling pada
calon travel mate, apakah akan sharing biaya, bagaimana itinerary-nya, kalau perlu sampai hal yang sekecil-kecilnya,
misalnya siapa yang nanti mandi duluan di kamar hotel, bagaimana standar
kerapian dan kebersihan saat berbagi kamar di hotel, dan lain-lain. Kalau
kelihatannya cocok, maka mudah-mudahan dia travel mate yang tepat.
- 3.
Pilih travel mate yang easy going, artinya tidak
ribet dan tidak merepotkan. Kebayang kan kalau travel mate sangat hobi belanja,
sehingga kita terpaksa harus ikut membantu mengangkat-angkat barang
belanjaannya yang segudang ? Atau ternyata travel mate adalah orang yang
gampang ngambek atau sangat perasa, atau sangat manja dan suka mengeluh. Bete
kaan... Jangan sampai lah yaaaww...
- 4.
Cari travel mate yang selalu berpikiran positif.
Ini sangat membantu membuat acara traveling menjadi menyenangkan.
- 5.
Pilih travel mate yang sehat. Lho kenapa? Ya
iyalah... kalau travel mate gampang sakit kan jadinya repot juga. Kita harus
merawatnya, mijitin, kerokin, menemani dan sebagainya. Bisa-bisa acara
traveling gagal total, rencana mau jadi traveler malah berubah jadi suster
karna harus merawat teman seperjalanan. Nggak asyik kaan?
Happy Traveling!
11 komentar:
Bener banget mbak. Travel mate menentukan nasib traveling kita ya. Kudu cocok satu sana lain
@Mbak Nunu : travel mate harusnya jadi soul mate selama traveling ya...hehehe
Sepakat banget dengan kelima tipsnya, Mba. Memang harus selektif dan hati2 dalam memilih travel mate agar jalan2 kita pun aman, nyaman dan happy. :)
terika kasih tips memilih travel matenya mbak
Kebayang kalau travelling gak ada temennya .. mau motret aja harus nyari bantuan orang atau kepeptnya supir taksi yang disuruh motret ... hehhehhehehe
wow, luar biasa, jadi kepengeen, kapan yaa, giliranku :)
@Alaika : siip... terimakasih sudah mampir kesini yaa
@Lidya Mama Cal-Vin :Sama-sama...
@Astri Damayanti : Kalau aku biarpun bersama teman tapi tetap kudu bawa tripod untuk urusan motret. Soalnya kadangkala susah cari orang uyang mau motretin karena mereka juga pada sibuk pengen dipotret. hihihi..
@Bunda Shidqi Lia: pasti nanti dirimu juga bisa..
Mau mba jadi travelmate-nyaaaa :)
Salam kenal yaaa
Posting Komentar