Menjadi ibu
rumah tangga yang tidak bekerja pada
awalnya bukanlah hal yang membanggakan bagiku. Terlebih lagi bila bertemu
orang-orang yang masih memandang rendah
profesi ibu rumah tangga. Beberapa orang yang kutemui mengganggap ibu rumah
tangga adalah orang-orang yang kurang wawasan, tak tahu perkembangan teknologi,
tidak produktif, suka ngerumpi, kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang suami,
dan sederet pendapat negatif lainnya.
Beberapa tahun yang lalu saat aku masih ikut
kursus bahasa Inggris, seorang teman bertanya dengan heran waktu aku bilang
kalau aku adalah ibu rumah tangga. “ Lho, ibu rumah tangga kok disini? Apa
pentingnya belajar bahasa Inggris buat ibu rumah tangga?”
Astaga...pertanyaannya kok sadis begitu.
Di lain waktu
aku bertemu dengan salah seorang kawan kuliahku. Dengan sifatnya yang
ceplas-ceplos dia berkata. “ Maaf ya, aku dulu mengenal kamu itu orang yang
berpotensi, banyak bisanya. Tapi aku kaget lho kalau ternyata sekarang kamu
hanya jadi ibu rumah tangga, jauh dari apa yang aku bayangkan. “ Jleeb!!. Kebayang kan tertohoknya perasaanku?
Menjadi ibu
rumah tangga adalah suatu pilihan. Meskipun bukan pilihan yang populer. Kalau
anak-anak kecil ditanya mau jadi apa mereka kelak kalau dewasa, jawabannya
beragam. Dari jadi dokter, arsitek, artis, pramugari, pilot, dan berbagai
profesi lainnya. Sangat jarang ada anak yang menjawab ingin jadi ibu rumah
tangga. Padahal tidak dapat disangkal, ibu rumah tangga adalah profesi yang
mulia. Seorang ibu rumah tangga bertanggung jawab mengurusi suami dan
anak-anaknya. Memberikan dukungan terhadap karier suami, mengurus keperluannya,
memberikan rasa nyaman dan mendoakan suami adalah hal-hal yang dilakukan ibu
rumah tangga dalam perannya sebagai istri.
Sebagai ibu ,
dia harus mendampingi anak-anak dalam proses pertumbuhan,perkembangan dan
pendidikan akhlak. Profesi Ibu rumah
tangga itu multitasking. Dia dituntut untuk mampu menjadi manager keuangan
dalam keluarganya, menjadi guru privat yang mendampingi anak-anaknya belajar,
menjadi koki keluarga, konsultan tempat curhat bagi suami dan anak-anak, dan
bahkan jadi sopir pribadi yang wara-wiri mengantar jemput anak-anak sekolah dan
les.
Pergaulanku
dengan beragam komunitas dan pertemuan
dengan teman-teman lamaku membuatku kini merasa bersyukur menjadi ibu rumah
tangga. Beberapa temanku yang berprofesi sebagai wanita karier mengeluh karena
mereka merasa memiliki beban ganda, sudah bekerja tapi harus juga melaksanakan
kewajiban sebagai istri dan ibu. Kadangkala mereka iri karena melihat aku bisa
punya “me time” yang lebih banyak. Bisa ke salon, jalan-jalan, santai sambil
baca buku, nge-gym, main musik,dll.
Padahal dulu aku yang merasa iri pada teman-teman yang berkarier.
Sebenarnya harus disadari kalau semua pilihan itu ada konsekwensinya.
Sekarang ini
tinggal menjalani saja apapun yang menjadi pilihan kita dengan sebaik-baiknya.
Kalau memilih menjadi ibu rumah tangga pun bukan berarti tak ada hal lain yang
dapat dilakukan. Ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih fleksible dibanding
wanita yang bekerja. Banyak kesempatan menggali potensi diri untuk menjadikan
diri lebih berkualitas. Setiap orang pasti punya potensi yang dapat
dikembangkan.Misalnya dengan menekuni hobi memasak, membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, main musik, menulis, dan lain-lain. Selain itu ibu rumah tangga pun
bisa menambah pengetahuan dengan banyak membaca, bergabung dalam komunitas
tertentu sesuai minatnya, misalnya komunitas memasak, komunitas menulis,
majelis taklim atau pengajian, dll.
Aku sendiri
merasa bersyukur. Justru pada saat menjadi ibu rumah tangga inilah aku punya
waktu untuk mengembangkan hobby bermain musik. Seminggu sekali aku ikut les
piano di sebuah studio musik. Bukan piano klasik, tapi aku ambil kelas hobby
yang “fun”. Artinya aku bisa minta belajar musik apapun yang aku mau, bisa pop,
jazz, bahkan dangdut. Tujuannnya memang untuk kesenangan pribadi saja. Aku main
piano dirumah buat suami dan anak-anakku. Sekali-sekali bila berkumpul dengan
teman-teman aku juga bisa mengiringi mereka menyanyi.
Selain itu aku
ikut komunitas pengajian yang anggotanya ibu-ibu rumah tangga dengan keistimewaan
masing-masing. Ada yang pebisnis, ada yang penulis dan penyair, ada yang pandai
berorganisasi, ada yang luas pengetahuannya, ada yang fashion stylist, ada yang
sudah menjalani kehidupan yang berliku sehingga banyak memberikan
nasehat-nasehat berdasarkan pengalaman hidupnya. Sungguh menarik bisa menjalin
silaturrahmi dengan mereka, bisa menambah saudara, dan menambah ilmu pengetahuan. Selain mengadakan
pengajian, komunitas inipun kerap kali mengadakan kegiatan sosial bagi
masyarakat di lingkungan sekitar.
Sejak berkenalan
dengan salah seorang ibu rumah tangga yang hobby menulis di komunitas
pengajian, aku kembali menekuni dunia tulis menulis yang sempat bertahun-tahun
vakum. Dengan menulis, aku bisa menyampaikan apa yang ada dalam fikiranku dan
membaginya melalui media sosial, blog maupun media cetak.
Singkat kata,
banyak hal postitif yang bisa dilakukan seorang ibu rumah tangga selain
rutinitas mengurus suami dan anak-anak. Hal-hal positif inilah yang bisa
menepis anggapan orang-orang yang menganggap rendah profesi
ibu rumah.
Menjadi ibu rumah
tangga meskipun pada awalnya karena permintaan suami, tapi kini aku jalani
dengan ikhlas dan rasa syukur. Sekarang tinggal berusaha menjadi ibu rumah
tangga yang lebih berkualitas, supaya lebih banyak manfaat yang bisa aku berikan kepada orang-orang terdekatku dan
masyarakat yang lebih luas.
aku jadi ibu rumah tangga sebulan sebelum menikah mbak :)
BalasHapus@Lidya Mama- Cal-Vin: beda tipis sama aku. Aku sebelum punya anak :)
Hapus