sumber foto : www. kaskus.co.id
Keamanan
di suatu negara merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan saat akan
berwisata. Umumnya orang tidak akan menjatuhkan pilihan berwisata ke suatu
tempat bila keamanan di tempat tersebut tidak terjamin. Karena itulah, sebelum memutuskan mengunjungi Korea
Selatan di bulan November 2013 lalu, aku dan suami sempat mencari-cari
informasi tentang kondisi keamanan di
negara itu. Berita-berita yang beredar
mengenai hubungan Korea Selatan dan Korea Utara, sempat menimbulkan
kekhawatiran. Kedua negara itu memang telah sepakat mengakhiri perang Korea
tahun 1950-1953. Namun, hingga saat ini, secara teknis kedua negara itu berada
dalam kondisi perang. Sejak itu hingga 2013, Korea Utara seringkali melontarkan
ancaman dengan pernyataan-pernyataan provokatif
misalnya pernyataan bahwa Korea Utara sedang
memasuki “masa perang” dengan Korea Selatan, serta ancaman untuk menutup
zona industri dengan Korea Selatan. Namun
sejauh ini pemerintah Korea Selatan tidak menggubris ancaman tersebut
karena yakin Korea Utara beresiko kalah bila nekat
berperang. Selain pemberitaan mengenai panasnya hubungan Korea Selatan dan
Korea Utara, banyak juga beredar berita yang menyebutkan bahwa Korea Selatan
aman dikunjungi turis asing.
Kenapa
memilih Korea Selatan? Demam Korea yang
melanda dunia adalah alasan yang mendorong kami berkunjung ke negara ini. Kami begitu
penasaran, ingin mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan
Korea Selatan hingga bisa demikian populernya. Dengan budaya K-Pop, serial drama, film, fashion,
kuliner, keindahan alam, inovasi bidang teknologi dan industri, serta segala
elemen yang dimilikinya, Korea Selatan sukses menyalip negara-negara Asia dalam
mencapai kemajuan di bidang perekonomian. Kemampuan negara ini untuk
mensinergikan semua potensi yang dimilikinya sungguh mengagumkan. Tanpa
disangka, bahkan dalam hal mempromosikan
keamanan dan kenyamanan di negaranya, pemerintah Korea Selatan bisa demikian
kreatif. Lalu bagaimanakah kiat pemerintah Korea Selatan dalam menjaga keamanan
dan kenyamanan para turis yang membuat kami terkagum-kagum itu?
Hari
telah beranjak senja, matahari di langit Seoul
menebarkan cahaya kemerahan yang memanjakan mata berkat keindahannya.
Angin dingin musim gugur berhembus membelai daun merah, coklat dan
kuning yang menghias batang-batang pohon di sepanjang jalan. Dingin yang 1 derajat celcius menerjang
wajah dan merayap ke sela-sela
mantel tebalku, untunglah jurus 3 lapis pakaian ini cukup manjur melawan
gigitan dingin. Guguran daun warna-warni
sebagian telah menghias trotoar bagaikan permadani cantik yang terbentang
menyambut jejak langkah kami. Aku dan suamiku, Akang, begitulah panggilan
kesayangannya, mengayun langkah menyusuri trotoar menuju sebuah museum di
Seoul. Aku menoleh memperhatikan
iring-iringan rombongan tour dibelakang kami. Jarak mereka masih cukup jauh
sebelum menjajari langkah kami.
Akang
memasang tripod, mensetting kameranya,
memilih angle yang tepat, lalu mulai menjepret lukisan alam Seoul berhiaskan
langit kemerahan. Tas ransel berisi lensa-lensa yang tidak digunakan
diletakkannya di bawah pohon di pinggir jalan. Kami berdua kemudian terlena,
bergerak kesana kemari membidik segala sesuatu yang menarik. Kadangkala kamera mengarah ke jalan raya yang
tidak terlalu ramai, menyorot anak-anak
muda bergaya modis yang lalu lalang, kemudian beralih ke deretan bangunan di
pinggir jalan. Kamera Akang dengan lincahnya
terarah kian kemari mencari objek foto yang unik. Seringkali jepretan kameranya
diwarnai kehadiran seorang wanita berjilbab dan bermantel putih tebal,
tersenyum narsis dengan berbagai gaya, dari gaya anggun sampai norak. Wanita
itu aku, tentu saja. Hehe..
Beberapa
saat berlalu, tanpa kami sadari cahaya kemerahan di langit telah hampir padam,
menyisakan sedikit saja semburat merah seperti
nyala lilin di tengah gelap.
Aku berseru kaget. “ Kang, kita ketinggalan
rombongan! Aduh..kemana ya mereka?”.
Kami
celingukan mencari-cari rombongan yang tadi berjalan beriringan, tapi tak
tampak rupa mereka. Akang buru-buru
melipat tripod dan menyerahkannya padaku. Agak panik dia menghampiri pohon chesnut tempat kami
meletakkan ransel hitam berisi lensa-lensanya . Hatiku cemas. Aduh! Bagaimana
kalau ransel itu hilang diambil orang? Tapi kecemasan itu sirna, ransel itu masih berada di tempat semula,
terduduk manis di bawah batang pohon chestnut. Aaahh.....Seoul ternyata aman .
Terbayang kalau kami meninggalkan ransel
berisi lensa itu di pinggir jalan di Jakarta, pasti sebentar saja sudah lenyap
disambar orang. Akang segera memasukkan
kamera ke ransel hitam itu lalu menyandangnya di punggung.
Setengah
berlari kami kembali menyusuri trotoar. Lampu-lampu jalan telah menyala
mengusir gelap yang mulai menggantung di
langit Seoul.
“ Coba ingat-ingat lagi, tadi tujuan kita mau
ke museum apa ya? “ Tanya Akang.
“Waduh...
apa ya.” Sahutku bingung. “ Namanya pakai bahasa Korea, Cheong-cheong apa gitu. Kalau tidak salah
kata Mr. Danny letaknya di seberang Blue House. Lha...Blue House-nya di mana
ya?”
Kami
berdua terus bergerak sambil mengawasi kiri kanan jalan berharap
melihat rombongan tour ataupun Mr. Danny, tour leader kami. Inilah akibatnya
kalau kelewat narsis, terlalu asyik berfoto-foto hingga terpisah dari
rombongan. Beberapa saat kemudian langkah kami terhenti, aku sibuk mengatur
napas sambil celingukan.
Seorang
pemuda berkulit putih berpostur tinggi-langsing atletis dengan setelan jas
rapi, dan topi baret hitam berjalan mendekat. Dia memakai kacamata hitam
bertengger indah disangga tulang hidungnya yang bangir. Tak dilepasnya kacamata
hitam itu meski langit sudah agak gelap.
Mau tidak mau penampilannya yang keren itu membuatku bertanya-tanya,
apakah dia salah satu bintang film drama Korea ya? Siapa tahu aku begitu
beruntung bisa bertemu bintang film Korea di sini. Tapi kok dia sendirian,
harusnya bintang film itukan ditemani bodyguardnya?
“Can
I help you, Ma’am?” Tanyanya saat dia berdiri tepat di depan hidungku. Aiih... Si Keren ini bicara padaku. Pakai
bahasa Inggris, bukan Korea! Aku bengong, memandang suamiku yang sama
bengongnya.
“Oh..eh...Can
you show us the way to the Blue House? Kami terpisah dari rombongan. Tour leader kami
tadi mengajak kami ke sebuah museum, tapi aku lupa nama museum itu. Yang aku
tahu, letaknya di depan Blue House." Ucapku dalam bahasa Inggris.
“Oh,
itu pasti museum Presiden Korea, Cheongwadae Sarangchae. Mari saya tunjukkan. Ikuti
saya ya.” Si Keren itu berjalan mendahului kami. Beberapa saat kemudian dia mengangsurkan
tangan kirinya, mempersilahkan kami masuk ke sebuah areal gedung megah berwarna
putih. “ Inilah museum Presiden Korea. Dan ...” Tangan kanan si Keren dengan
gaya menunjuk ke sebuah bangunan beratap biru di seberang jalan “Yang itu
adalah Blue House.”
Aku
dan Akang terseyum lega, dan mengucapkan terimakasih lalu melesat berlari ke
arah gedung museum. Ketika aku menoleh, si Keren masih berdiri di tempatnya,
tersenyum dan melambaikan tangan . Aku baru tersadar, aduuh... kenapa tadi
tidak minta foto bareng si Keren itu ya? Lumayan kan buat kenang-kenangan.
Di
pintu masuk gedung Mr. Danny berdiri memandang kami dengan wajah lega.
Tampaknya dia agak cemas karena mengira
kami tersesat. Setelah meminta maaf, aku menjelaskan bahwa kami dibantu seorang pemuda keren yang menunjukkan jalan.
“Oh
ya. Dia itu polisi wisatawan. Polisi Gangnam Style, begitulah sebutannya.”
Keterangan
Mr. Danny itu kontan membuat aku takjub. “Gangnam Style itu kan lagu yang dipopulerkan rapper Psy via YouTube dan
sempat menjadi hits di segala penjuru dunia. Lalu Polisi Gangnam Style itu maksudnya apa?” Tanyaku.
“
Itu salah satu cara unik Korea Selatan dalam mempromosikan keamanan bagi turis
asing yang berkunjung ke sini. Jadi,
rapper Psy diberi kehormatan oleh pemerintah untuk merancang busana bagi polisi
wisatawan. Hasilnya seperti yang terlihat tadi, polisi wisatawan berseragam jas
biru dengan kemeja abu-abu, celana berwarna gelap, baret hitam dan kacamata
hitam. Karena itulah satuan polisi itu dijuluki polisi Gangnam Style. Tugas
mereka adalah membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi wisatawan asing bila menemui kesulitan di
tempat-tempat wisata. Misalnya, bila ada turis yang merasa ditipu sopir taksi
atau penjual makanan di pinggir jalan.
Atau seperti kalian tadi, bingung ketika akan menuju suatu tempat. Mereka telah dipersiapkan mampu
berbahasa Inggris, Mandarin dan Jepang sehingga mudah berinteraksi dengan
wisatawan.” Jelas Mr. Danny.
“
Lalu apa bedanya dengan polisi yang lain?” Tanya Akang.
“Polisi
Gangnam Style ini hanya menyelesaikan masalah para wisatawan saja. Mereka tidak
diperlengkapi dengan senjata. Kalau masalahnya sudah melebar ke kasus
kriminalitas seperti pencurian, perampokan dan sebagainya maka itu menjadi
wewenang polisi biasa.” Mr. Danny mengakhiri penjelasannya dengan mempersilakan
kami masuk ke ruang museum.
Hari
itu, aku mencatat satu hal lagi tentang keistimewaan Korea Selatan dibanding
negara lain, terutama Indonesia. Sebenarnya kebudayaan Korea Selatan tidaklah
terlalu istimewa dibanding budaya Indonesia yang menurutku lebih beragam dan
unik. Hanya saja, Korea Selatan sangat
pandai memberi kemasan menarik pada setiap potensi yang mereka miliki.
Pemerintahnya demikian jeli mempromosikan keamanan dan kenyamanan Seoul dengan
cara memanfaatkan Gangnam Style yang
hits beberapa waktu lalu sebagai kemasan yang menarik. Kapan ya Indonesia bisa
cerdas mempromosikan potensi wisatanya seperti Korea Selatan?
Korea...oh Korea. Jadi kangen drama Korea
BalasHapusMbak@Tatit gterimakasih sudah berkunjung... hayuk nonton drama Korea. hehe
BalasHapusNgebayangin di sini sudah jadi incaran digoadain cewek2 tuh polisi hehehhe
BalasHapusMbak Nunu, kalau di Indonesia, si polisi bisa jadi bintang sinetron kayaknya...heheheh
BalasHapus