|
Museum Presiden Korea Selatan |
Begitu mendengar
agenda hari ini adalah berkunjung ke museum, kepalaku “nyut-nyutan”. Menurut
suamiku, si Akang, berwisata ke Korea Selatan
kurang lengkap bila tidak sekaligus mempelajari sejarah dan
peradabannya.
“Kenapa tidak ke
tempat lain saja sih? Apa enaknya berkunjung ke museum?” protesku.
Di kepalaku, museum
itu tak lebih sebuah gudang yang suram, bergaya jadul, tempat menyimpan
barang-barang kuno yang berhubungan dengan sejarah. Aku benci pelajaran sejarah.
Seingatku dulu waktu sekolah nilai sejarahku selalu pas. Enam saja.
Tak lebih, tak kurang. Bagiku pelajaran sejarah selalu membosankan. Terlalu banyak nama-nama dan tanggal yang
harus dihafal. Seandainya saja buku pelajaran sejarah dibuat seperti penulisan
novel, mungkin aku lebih tertarik. Kenyataannya buku pelajaran sejarah ditulis
dengan kaku, sehingga sukses membuat pusing kepalaku.
“Yaah... payah Neng ini. Ingat tidak kenapa
kita pilih jalan-jalan ke Korea Selatan? Katanya pengen tahu kenapa negara
ini bisa menjadi demikian populer
dan demikian pesat kemajuannya.
Memangnya kemajuan Korea saat ini bisa dipisahkan dari sejarah dan peradaban
masa lalunya? Menurut Neng bagaimana?” tanya Akang sengit.
Pertanyaan
retorisnya tentu tak perlu ku jawab. Aku tahu, Akang suka sejarah. Sebut saja tokoh-tokoh dalam sejarah
Indonesia terutama tokoh dari kerajaan-kerajaan di nusantara, misalnya Ken
Arok, Mpu Gandring, Hayam Wuruk, Patih
Gajah Mada, Raden Wijaya, dan masih banyak lagi. Akang hafal nama-nama dan alur
sejarahnya. Minat kami berbeda, tapi
alasannya untuk mengunjungi museum tak terbantahkan. Jadi jelaslah sudah, acara ke museum ini tak
dapat kuhindari.
Keheningan senja
terasa pecah oleh suara derap kaki-kaki bersepatu boot yang menghentak-hentak
trotoar jalan. Dengan napas ngos-ngosan,
aku dan Akang berlari-lari menuju ke
sebuah bangunan bergaya modern. Bangunan yang terletak persis di depan istana
Presiden Korea Selatan itu dirancang dengan sistem ramah lingkungan. Unsur kaca
banyak mendominasi bangunan untuk
memaksimalkan masuknya cahaya matahari.
Kami celingukan
mencari-cari rombongan tour yang sudah lebih dulu sampai, tapi tak kelihatan
juga. Inilah akibat terlalu narsis. Aku
dan Akang sibuk berfoto-ria sampai tidak sadar terpisah dari rombongan.
Untunglah akhirnya wajah Mr. Danny, tour leader kami, menyembul dari sebuah
pintu lebar. Wajah cemasnya segera berganti kelegaan ketika melihat kami.
“Maaf, Mr. Danny. Kami tadi tertinggal rombongan. Untung saja
ada yang membantu menunjukkan jalan ke sini.”
Ujarku sambil mengatur napas yang memburu.
“Ya, syukurlah.
Ayo kita masuk. Inilah museum Presiden Korea Selatan, Cheong Wa Dae Sarangchae.
Di sini kita bisa melihat sejarah Korea Selatan, kondisi negara saat ini dan
juga harapan di masa datang.”
Kami memasuki salah satu ruang museum. Lantai dasar museum dibagi
menjadi 2 ruangan. The Republic of Korea Hall. Begitulah judul ruangan ini. Pengunjung yang hadir di
dalam ruang itu tidak terlalu banyak, dan terdiri dari kelompok-kelompok kecil
dengan masing-masing pemandunya.
Ternyata museum ini sama sekali tidak seperti
gudang. Suasananya nyaman, modern, tidak bergaya jadul. Sejenak aku menikmati
suasana remang-remang dengan pencahayaan
terfokus pada layar-layar di dinding yang menampilkan gambar-gambar tokoh
Korea.
Di bagian ini terdapat tokoh-tokoh yang paling terkenal dan berperan dalam sejarah Korea. Salah
satunya adalah raja ke empat kerajaan
Joseon, Sejong yang Agung, yang hidup tahun 1397-1450. Sejong adalah putera ke-3 Raja Taejong. Sejak kecil Sejong unggul dalam
banyak hal melebihi kedua kakaknya. Pada tahun 1418 Sejong naik takhta
menggantikan ayahnya. Di masa pemerintahannya, Sejong mendorong rakyatnya
berprilaku sesuai ajaran Konfusianisme, sehingga ajaran itu berkembang menjadi
norma sosial. Di masa pemerintahannya Sejong juga melaksanakan
kebijakan-kebijakan luar negri yang menguntungkan negaranya, mendorong
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk juga teknologi militer,
sastra dan sistem abjad fonetik asli untuk bahasa Korea. Dalam 32 tahun masa
pemerintahannya, Sejong telah menyumbangkan banyak hal yang menjadi asal mula
berkembangnya Korea Selatan.
|
Di depan gambar King Sejong The Great |
Sambil menjepretkan
kameranya mengabadikan gayaku di dekat gambar King Sejong the Great, Akang
mulai menceramahiku.
“ Neng, belajar
sejarah itu penting. Mempelajari sejarah itu sama dengan mempelajari pengalaman
masyarakat di masa lalu. Keberhasilan di masa lalu bisa memberi pengetahuan
bagi kita untuk mencapai keberhasilan yang lebih baik lagi. Sebaliknya,
kegagalan di masa lampau dapat menjadi pelajaran berharga yang harus
diwaspadai. Jadi dengan mempelajari sejarah kita dapat berbuat bijaksana dalam menghadapi masa depan.”
“ Iya... tapi
Akang sajalah yang belajar sejarah ya.
Jadi kalo Neng butuh informasi tentang sejarah, tinggal tanya sama Akang . Setuju?” Ujarku
sambil berlalu.
Dari sudut mata
kulihat Akang menggeleng-gelengkan kepala. Hehehe... mana bisa membuatku suka
sejarah meskipun dengan cara membawaku ke museum se-keren ini.
Di ruangan kedua
yaitu “ Hi Seoul Hall” terpajang segala sesuatu yang menarik dari Seoul sebagai
ibu kota negara. Mulai dari
tempat-tempat bersejarah dan juga
tempat-tempat menarik di Seoul yang
layak dikunjungi oleh wisatawan misalnya Gwanghwamun Square, Insadong Street, N
Seoul Tower, Namdaemun Market, dan lain-lain. Ada layar sentuh yang dapat
digunakan pengunjung untuk memperoleh informasi secara rinci mengenai
istana-istana yang terdapat di Seoul, kuil, galeri seni, gedung pertunjukan
hingga restauran.
Dari
tempat-tempat itu, sepertinya Namdaemun sangat menarik. Terutama bagi aku dan
teman-teman serombongan. Kabarnya di
sana banyak di jual berbagai barang , dari yang biasa sampai bermerk, hingga
souvenir yang lebih murah dibandingkan
di tempat lain. Mr. Danny tersenyum-senyum waktu ibu-ibu mendesaknya membawa rombongan ke sana.
“Sabar. Besok
ada acara shopping ke Namdaemun.” Janjinya.
“Mestinya hari
ini saja, kita tidak usah ke museum.” Ujar mbak Rani. Bibirnya manyun,
matanya menyapu dinding ruangan yang penuh foto-foto berbagai
lokasi wisata di Korea Selatan tanpa minat.
Dia terlihat bosan.
|
Indahnya pemandangan di Korea Selatan |
Aku nyengir
sambil melirik Akang.” Tuh kan! Ternyata bukan cuma Neng yang tidak suka ke
museum.”
Wajah Akang kontan cemberut. “Payah, perempuan
di mana-mana sama saja. Pengennya shopping. Padahal museum ini gunanya untuk
menambah isi otak. Sedangkan shopping itu hanya menghabiskan isi dompet.”
Bisiknya di telingaku.
Tawaku pecah. “
Ya nggak apa-apa, sekarang isilah otak Akang sebanyak-banyaknya. Besok giliran
Neng menghabiskan isi dompet. Sebanyak-banyaknya juga ya...hahaha.”
Di lantai 2
terdapat Presidential Center. Di sinilah ruang utama museum ini. Aku melihat foto-foto yang menampilkan adegan-adegan sejarah Korea dipajang di
dinding. Foto-foto hitam putih yang menampilkan peristiwa besar dan saat-saat
bersejarah bagi Korea Selatan itu seolah berbicara. Diam-diam aku merasakan apresiasi mendalam ketika melihat
bangsa Korea tumbuh secara
dramatis.
Di Presidential
Center ini, terpampang foto semua presiden Korea. Dari presiden pertama, Rhee Syng-man, hingga
presiden ke -18 yang sekarang, lengkap dengan transkrip pidato pelantikan serta
berbagai kebijakan yang diambil para presiden untuk menggambarkan gaya
kepemimpinan mereka. Presiden ke-18 yaitu Park Geun-hye adalah seorang
wanita.
|
Foto virtual dengan Presiden Korea Selatan |
Uniknya,
pengunjung bisa berfoto secara virtual dengan sang Presiden. Di sebuah ruang, terdapat layar berwarna
hijau terang. Aku berdiri di depan layar hijau tersebut. Posisi kaki
kuletakkan pas di atas gambar telapak
kaki yang tercetak di lantai. Lalu di
layar TV terlihatlah diriku sedang berdiri berdampingan dengan Presiden Geun-hye
di depan istananya. Waah.... keren juga, serasa berdekatan dengan orang nomor
satu di Korea Selatan.
Ketika berjalan
menyusuri ruang pameran, mataku menyapu sebuah sudut ruangan. Di sana ada
sebuah meja yang menyerupai meja kerja presiden Korea, lengkap dengan bendera
Korea sebagai latar belakangnya. Wuiih... buru-buru aku duduk di kursi
itu, berpose ala presiden. Duduk tegak dengan dagu terangkat anggun seperti layaknya first lady.
“Dasar, first
lady katrok! “ seru Akang setelah menjepret gayaku. Garis bibirnya membentuk
senyum mengejek.
Aku meleletkan
lidah, membalas ejekannya. “ Kasihan ya, yang punya istri katrok. Biar katrok
yang penting eksis!”. Aku tak perduli ejekan Akang, yang penting adalah dia
selalu mau menjepretkan kameranya
mengabadikan gayaku. Tampaknya aku telah terjangkiti penyakit narsis tingkat
kronis.
Di lantai dua
ini juga terdapat ruangan yang menampilkan posisi Korea Selatan di dunia internasional. Sebuah tiruan
ruangan KTT G-20 sengaja dibuat untuk
menjelaskan bahwa Korea Selatan adalah salah satu negara anggotanya.
Fasilitas
lainnya yang tak kalah menarik dari museum ini terdapat di lobby lantai 2. Ada ruang pamer khusus yang menampilkan hasil
karya anak-anak. Terdapat area yang cukup luas dengan kursi dan meja untuk
pengunjung duduk bersantai. Lalu di dinding terdapat beberapa komputer dengan
akses internet gratis yang bisa digunakan oleh pengunjung museum.
Aku dan akang
sempat duduk-duduk sebentar, sambil menikmati suasana nyaman diruangan itu.
Melalui jendela kaca kami melihat gunung Bugaksan di luar sana tengah
memamerkan kecantikannya. Wah, ternyata duduk sambil memandang kecantikan gunung
Bugaksan melalui jendela museum bisa juga membangkitkan romantisme.
Setelah melihat
semua ruang museum, aku dan akang menyempatkan melihat souvenir yang dijual di
sebuah toko di lobby museum. Di sini dijual berbagai barang tradisional Korea
yang dibuat dengan sentuhan modern. Ada juga
kartu pos dan buku-buku berisi informasi seputar Seoul dan Korea
Selatan.
|
Di depan toko souvenir museum Presiden Korea Selatan |
Museum ini juga
dilengkapi juga dengan sebuah restoran kecil. Pengunjung bisa menikmati minuman
hangat dan makanan untuk mengusir
dinginnya suhu udara.
Secara
keseluruhan, museum ini cukup menarik. Tampilannya modern dan nyaman. Semua
point penting tentang Korea Selatan telah tersaji dengan lengkap, menarik, didukung
dengan teknologi dan sistem pencahayaan yang tepat.
Aku ingat kata-kata Bung Karno, menurutnya bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai sejarahnya. Sayang sekali aku belum bisa seperti Akang,
menyukai dan senang mempelajari sejarah, meskipun aku tahu bahwa sejarah itu
penting dan tak dapat dipisahkan dari pencapaian yang diperoleh saat ini. Seperti Korea Selatan, yang tak terlepas dari
perjalanan sejarahnya kini telah menjelma menjadi negara yang patut
diperhitungkan.