Sejak kecil suamiku sudah terobsesi dengan motor besar. Waktu dia kecil, di dinding kamarnya dipajang poster motor besar yang sering dipandanginya sambil berkhayal suatu saat nanti bisa memilikinya. Begitulah kisah masa lalu yang diceritakan ibu mertuaku.
Keinginan itu mulai terwujud sejak tahun 2005 saat kami tinggal di Bintaro. Mula-mula cuma beli motor besar satu saja, lalu dia mulai mengoleksi motor besar atau yang sering disebut moge (motor gede) hingga pernah jumlahnya mencapai 8 motor . Meskipun sudah 8 motor,tapi obsesinya akan moge masih terus berkembang. Pada saat kami pindah kembali ke Palembang , motor- motor itu dibawa dengan truk. Tapi sayangnya, di Palembang sulit mencari montir motor besar yang handal. Jadi agak repot, kalau ada motor yang harus diperbaiki, harus memanggil montir dari Jakarta, atau Bandung, sehingga biaya perawatan motor-motor itupun membengkak. Selain itu, di Palembang minim tempat untuk touring, sehingga motor-motor itupun lebih banyak di parkir saja di garasi.
Sebelum kami pindah ke Bogor, beberapa motornya dijual, hingga jumlahnya tinggal 4 saja. Hal ini bukan berarti kesukaannya akan motor besar surut. Dari sekian banyak merk motor besar, dan dari hasil analisanya dalam dunia “per-motor-besaran”, akhirnya ada satu motor yang dirasanya bisa memenuhi hasratnya akan kenikmatan mengendarai motor besar. Motor itu adalah Honda Goldwing.
Saat pindah ke Bogor, suamiku yang bagaikan musafir kehausan ditengah padang pasir seolahmenemukan oase dengan air yang sejuk dan berlimpah. Dia menemukan komunitas motor besar yang kegiatannya aktif dan anggotanya kompak. Tak lagi ada kesulitan merawat mogenya. Dari kawan-kawannya di Motor Besar Club (MBC) Bogor dia dapat informasi tentang montir yang handal, tempat mencari spare part, dan aksesoris motor dan juga info tentang perawatan moge. Setelah sekitar 4 bulan mencari-cari Goldwing yang cocok, akhirnya suamiku menemukan “jodohnya”. Sebuah Honda Goldwing biru dengan kapasitas mesin 1500 CC. Sejak kehadiran si Biru itu, kegiatannya ikut touring dengan kawan-kawan di MBC makin gencar dilakukan.
Tadinya aku tak terlalu perduli dengan kegiatannya. Kadangkala aku heran, apanya sih yang menarik dari naik motor besar lalu menempuh perjalanan jauh kesana kemari. Terbayang naik motor ditengah panas terik matahari, lalu diterpa hujan deras. “Apa enaknya? Bisa rusak kecantikan.” Begitu fikirku.
Saat dia mulai rajin ikut touring, yang tak jarang sampai menginap karena jauhnya jarak yang ditempuh, aku hanya menunggu di rumah saja. Pada saat pulang, suamiku bercerita tentang berbagai hal yang dijumpainya saat touring. Mulai dari performa motornya, motor-motor teman-temannya, hambatan di jalan, route yang ditempuh, keindahan pemandangan sepanjang jalan, ke-khas-an tempat yang dituju, dan berbagai hal unik lainnya. Lama-lama aku jadi penasaran juga, ingin mencoba apa yang dirasakannya.
Suatu hari suami mengajakku ikut touring. Karena ini cuma touring satu hari tanpa menginap, jadi aku setuju untuk ikut. Kalau harus menginap, aku tak tega pada anak-anak, terutama Rafif si bungsu yang masih harus tidur dipelukku.
Setelah merundingkan rencana toring dengan teman-temannya lewat BB Messenger, disepakati touring akan menuju daerah Banten Selatan, tepatnya Malingping, dimana terdapat pantai Bagedur.
Beberapa hari sebelum berangkat, suamiku membelikan peralatan touring untukku. Jaket, pelindung siku dan pelindung lutut dibelinya lewat internet. Tapi ternyata jaketnya malah kegede-an! Jaket touring memang harus pas di badan pemakainya, karena ini menyangkut keselamatan. Sayang, jaketnya tak bisa ditukar. Untung aku masih punya jaket kulit. Lalu dia membelikan helm dengan safety yang lebih baik ( tapi lebih berat dari helm biasa), dan juga jas hujan serta sepatu bot untuk touring. Tak lupa dia juga membeli alat untuk komunikasi, semacam earphone yang dilengkapi dengan microphone, sehingga bila kami berada di atas moge yang melaju kencang, kami bisa mengobrol, berkomunikasi dengan alat itu, tanpa harus bicara keras-keras.
Sebenarnya malas juga membayangkan harus pakai helm yang berat dan peralatan lainnya, tapi aku sadar betul, keselamatan adalah yang utama. Mengingat perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, jadi peralatan keselamatan harus lengkap.
Tibalah hari yang di tunggu. Hari Minggu tanggal 16 Januari 2011, pagi-pagi kami sudah bersiap2.Kotak P3K, minuman, roti gandum, jas hujan, handuk kecil,pakaian dan jilbab ganti untukku, mukena, camera,sendal jepit dan yang penting... beautycase-ku yang isinya skin care seperti pembersih,penyegar, pelembab, tabir surya,dll. Ha..ha.. Dilarang mengabaikan kecantikan dalam keadaan apapun. (# motto lebay sok kecantikan#)
Sekitar jam 6 pagi, kami sudah berkumpul di McDonald jalan Padjajaran Bogor. Tempat ini memang biasa di pakai untuk kumpul-kumpul komunitas moge Bogor, karena letaknya di jalan utama sehingga gampang dicapai.
Satu persatu biker datang,dengan tunggangannya masing-masing. Ada Honda Goldwing 1500 dan 1800 CC, CBR 1100 CC, YZF 1100 CC, Honda Steed 400 CC, BMW 1100 CC, Kawasaki, dan lain-lain. Ada sekitar 20 motor besar yang ikut touring kali ini.
Selain aku, ada satu orang wanita yang juga ikut suaminya dalam touring ini. Ha..ha... ternyata cewek adalah “makhluk langka” dalam urusan touring.
Setelah briefing, ketua rombongan memimpin doa bersama memohon keselamatan. Lalu rombongan bergerak. Dalam setiap touring, ada satu orang front leader yang bertugas memimpin didepan, dan satu orang lagi sebagai back rider, alias penutup rombongan. Sang front leader dan back rider melengkapi diri dengan radio untuk berkomunikasi. Hal ini penting untuk mengetahui bila ada sesuatu yang terjadi dengan anggota rombongan. Misalnya saja bila ada salah satu anggota rombongan yang mengalami gangguan pada motornya, atau bila ada anggota yang kelelahan, ingin buang air, atau ingin mengisi bahan bakar kendaraan, sehinggga rombongan harus berhenti untuk menunggu. Disinilah letak kerjasama dan kekompakan komunitas ini. Bila ada satu saja anggotanya yang mengalami kesulitan, semua akan menunggu dan membantu. Biasanya dalam satu rombongan touring ada mekanik atau montir yang ikut serta, untuk mengatasi bila ada kerusakan pada motor.
Mulailah touring pertamaku. Mula-mula helm yang kupakai terasa berat, tapi lama-lama tidak lagi. Dengan helm ini aku merasa sangat terbantu. Laju moge yang kencang membuat angin dari depan dengan keras menerpa wajah. Tapi dengan full-face-helm ini, terpaan angin, debu dan hujan tidak mengganguku.
Jalur yang diambil rombongan ini adalah ke arah Dramaga, Leuwiliang, lalu terus... seingatku aku melalui pasar Cigajruk, Cileles, lalu masuk ke wilayah provinsi Banten.
Saat jam makan siang, kami mampir ke restaurant masakan Sunda. Meja-meja disusun sehingga seluruh anggota rombongan bisa makan bersama. Saat menungggu makanan dihidangkan, sebuah motor Kawasaki 250 CC masuk ke areal parkir. Ketika melepas jaket dan helm-nya, sang pengendara yang ternyata sudah kakek-kakek disambut meriah oleh rombongan. Wow... hebat juga kakek ini! Dengan motor yang berkapasitas paling kecil diantara rombongan dia bisa “mengejar” kami. Si Kakek ternyata memang biker sejati. Dia bercerita kalau dirinya sudah lama sekali berkecimpung di dunia per-motoran. Saking senangnya naik motor, si kakek tak kuat lagi naik mobil. Sambil tertawa-tawa dia cerita kalau naik mobil suka muntah, mabuk darat, meskipun jarak tempuhnya dekat saja. Ha..ha...
Setelah makan dan shalat zuhur, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Sesekali kami berhenti untuk isi bahan bakar atau buang air kecil.
Sepanjang jalan yang kami lalui, banyak pemandangan cantik di kiri kanan jalan. Alam Jawa Barat memang indah. Pepohonan hijau, areal persawahan, bukit-bukit, gunung, lembah, sungai dengan bebatuan, jurang, langit biru, semuanya cantik, membangkitkan rasa kagum akan kebesaran Tuhan yang menciptakan semuanya.
Saat itulah aku mulai merasakan sensasi yang tak terkatakan. Saat melaju diatas motor besar, diterpa angin, dibelai terik matahari, udara segar, pemandangan indah, saat melewati tikungan dimana tubuh mengikuti sudut kemiringan motor yang menikung...swiiiing...., di jalan yang menanjak, di jalan menurun. Semua terasa lepas, bebas. Suatu perasaan nyaman melegakan mengisi hati. Mungkin saja kalau pikiran sedang sumpek, kesumpekan itu akan hilang dengan merasakan sensasi ini.
Seketika aku jadi mengerti, apa yang dirasakan suamiku. Kenapa dia mau menempuh jarak yang jauh dengan mengendarai motor bersama rombongan kawan-kawannya. Kenapa dia rela bercapek-capek mengendarai motor. Kenapa dia rela mengurangi waktunya bersama anak-anak di rumah. Kenapa dia suka ikut touring...
Setelah sempat salah jalan, dan bertanya pada penduduk setempat, pukul 15.00 kami sampai ke pantai Bagedur,Malingping, Banten Selatan. Pantai itu landai, dengan pasir putihnya. Saat kami tiba, laut sedang surut, sehingga garis pantai menjauh ke arah laut. Banyak juga orang-orang berjalan-jalan menyusuri pantai. Beberapa anak kecil bertelanjang bulat berkejaran di pantai. Beberapa yang lain main air di muara sungai kecil. Serombongan sapi tak mau kalah, mereka berjalan beriringan di pinggir pantai bagaikan rombongan touring.
Motor-motor di parkir di pinggir pantai. Setelah berfoto-foto, kami duduk-duduk melepas lelah di warung pinggir pantai. Memandang ke arah laut, rasanya lega sekali. Para biker ada yang minum kopi, minum teh, makan mie instan, dan makan bakso. Ada yang tidur-tiduran meluruskan punggung yang pegal. Sambil mengobrol dan bercanda, para biker bertukar cerita dan pengalaman. Aku memilih ke kamar mandi untuk cuci muka, memakai pelembab dan tabir surya.Setelah shalat Ashar, kamipun harus cepat-cepat pulang lagi.
Atas nasihat seorang bapak penduduk lokal, kami disarankan untuk menempuh jalur yang berbeda dengan jalur berangkat. “ Kalau malam lewat disana, agak rawan. Disana kan sepi. Jadi sebaiknya bapak-bapak ambil jalur pulang lewat Pelabuhan Ratu saja.” Begitu saran si Bapak.
Setelah berdiskusi, kami sepakat segera pulang. Jalur yang diambil sesuai dengan petunjuk bapak penduduk lokal itu, yaitu melalui Pelabuhan Ratu. Meskipun jarak yang ditempuh lebih jauh dari jalur waktu berangkat, tapi demi keamanan dan keselamatan, terpaksa kami tempuh.
Rombongan pun bergerak. Hari semakin sore, matahari mulai tenggelam. Tapi pemandangan cantik di sepanjang jalan semakin mempesona. Aku baru sadar, ternyata pantai-pantai yang kami lewati bahkan lebih indah dari pantai Bagedur itu sendiri. Ketika matahari hampir tenggelam, kami melewati suatu tempat yang disebut Bayah. Disana, bagaikan klimaksnya, aku terpana oleh pemandangan indah menakjubkan. Jalan yang kami lalui berbatasan dengan jurang, tapi jurang itu bertaut dengan lembah hijau cantik yang kemudian memeluk pantai berpasir putih dengan buih-buih ombak menari-nari, berkilau dibelai redup cahaya matahari yang hampir tenggelam.Dari atas tempat kami lewat, perahu-perahu kecil yang bertebaran tampak bagaikan manik-manik menghias biru laut. Lalu laut itu diapit oleh gunung biru dan bukit. Suasana senja yang romantis hampir saja membuat aku berteriak memohon rombongan untuk berhenti. Aku ingin berfoto disana! Hu..hu..hu... sayang sekali rombongan terus melaju sehingga pemandangan cantik tak terlupakan itu hanya terekam di otakku. Suatu hari nanti ingin sekali aku ke sana lagi, menuntaskan keinginan untuk mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan itu.
Malam beranjak datang. Sang front leader memberi aba-aba untuk berhenti di sebuah swalayan. Rupanya ada masalah dengan motornya, harus ganti busi. Maka sang montirpun turun tangan.Sementara motor diperbaiki, anggota rombongan istirahat. Ada yang membeli makanan kecil dan minuman di swalayan.
Kemudian perjalanan di lanjutkan lagi. Sampai di pantai Pelabuhan Ratu, front leader kembali memberi aba-aba memasuki sebuah area yang terdapat rumah peristirahatan. Rupanya tempat itu milik Pak Lubis, salah satu anggota rombongan. Bapak itu kemudian mempersilakan rombongan istirahat dulu. Ada gazebo-gazebo di pinggir pantai yang bisa dipakai untuk tiduran dan ngobrol.
Pantai Pelabuhan Ratu ombaknya besar. Meskipun hari telah malam, tapi masih bisa terlihat jelas deru ombak yang besar berkejaran menuju pantai dengan buihnya yang putih.
Pak Lubis rupanya meminta koki di penginapan itu memasak ikan bakar yang banyak untuk makan malam kami. Jadilah malam itu kami makan ikan bakar yang sangat lezat dengan sayur tumis kangkung dan sambal. Enak sekali!!
Saat meninggalkan penginapan Pak Lubis, jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Pak Lubis menyarankan kami menginap saja, tapi semua anggota rombongan menolak. Tentu saja akan sulit bila harus menginap, sedangkan keesokan harinya adalah hari Senin. Hari dimana aktivitas kerja, sekolah atau lainnya harus dilakukan. Apalagi kami, tak mungkin menginap karena esok pagi-pagi harus mengantar anak-anak ke sekolah. Jadi tak bisa tidak, perjalanan harus dilanjutkan.
Hari makin larut. Rombongan bergerak kembali membelah malam. Berjalan beriringan, sesekali memperlambat laju bahkan berhenti untuk menunggu anggota rombongan yang tertinggal.
Akhirnya kami memasuki kota Bogor saat lewat tengah malam. Rombongan berhenti dulu sebentar untuk saling bersalaman, dan kemudia berpisah ke arah kediaman masing-masing. Kami tiba dirumah pukul 00.30 dini hari. Memang lelah, tapi semua itu sebanding dengan pengalaman menyenangkan yang kami dapatkan. Alhamdulillah....
3 komentar:
wah...kayanya baru ngerasain pergi jauh dengan motor besar bagaimana rasanya ? ketagihan ya...
Apalagi touringnya bareng suami tercinta...yang penggila motor gede tambah mantapsss kudu di dukung tuh mba hobi suaminya yang penggila motor gede dari kecil
menurut saya sih yang sering touring juga ( bukan moge...hehehe )kenikmatan touring itu terletak saat sedang dalam perjalanan sebab selain bisa melihat pemandangan di sisi jalan soul seorang bikers merasa tambah macho saat konvoi bersama di jalan raya...
Di tunggu kunjungan baliknya sobat
jangan lupa komentarnya...terimakasih
Mantap kisahnya ma suami tercinta
Bagedur deket kampungku ��
Posting Komentar