Siang itu ponselku berbunyi, ada sms masuk. Segera
aku baca, ternyata dari salah satu teman yang anaknya satu sekolah dengan
anakku. Sms-nya lumayan panjang, menjelaskan kalau dirinya tengah dalam
kesulitan dan butuh pinjaman uang. Selesai membaca sms-nya kepalaku kontan
“nyut-nyutan”. Apa ini gejala stress ya?
Belum sempat kubalas sms-nya, handphoneku berdering lagi.
Kali ini juga dari salah satu teman, teman baru. “ Keluargaku masuk rumah
sakit, jadi aku butuh pinjaman uang 3 juta saja. Bisa bantu gak?”
Begitu katanya. Setelah aku katakan bahwa aku harus tanya suami dulu, lalu
telepon dimatikan. Perutku mual.
Total dalam minggu ini ada 6 orang yang berniat meminjam uang
padaku. Dan semua itu membuat pusing kepalaku. Bukannya tanpa alasan aku merasa
begitu.
Berawal dari tahun-tahun sebelumnya. Ada belasan orang dari berbagai
kalangan dengan berbagai alasan datang pada aku dan suami. Mereka berhutang
dengan jumlah totalnya sampai 9 digit angkanya. Dan hampir seluruhnya
tidak atau belum mengembalikan uang itu.
Ada yang datang dengan derai air mata, lalu berjanji akan
segera mengembalikan uang pinjaman itu, lalu menghilang ditelan bumi. Ada
teman akrab bak saudara, meminjam uang, lalu pindah tanpa pamit dan memutuskan
silaturahmi. Ada teman sepermainan dari kecil, meminjam uang, lalu tak ada
kabar berita lagi. Ada yang kelihatannya sangat alim, asma Allah
senantiasa berloncatan dari tutur katanya, pergi haji sudah berkali-kali, tapi
ternyata kalau sudah berurusan dengan uang, sulit sekali mengembalikan hutang.
Pendek kata, dari yang kaya hingga yang miskin, dari yang alim hingga atheis,
dari teman lama hingga yang baru kenal, tak ada yang sukses mengembalikan
hutangnya pada kami.
Karena pengalaman buruk itulah, makanya tiap mendengar kata
“hutang” atau “pinjam uang” kepalaku jadi nyut-nyutan dan perut terasa mual. Sudah
tak sanggup lagi aku menambah jumlah uang yang dihutangkan. Jadi serba salah,
tak diberi hutangan silaturahmi jadi terganggu. Tapi diberi hutang dan tak
dibayarpun silaturahmi jadi rusak. Sungguh, hutang bisa merusak silaturahmi.
Akhirnya aku ambil jalan tengah. Bila ada teman yang mau
meminjam uang dengan alasan yang masuk akal, maka aku tawarkan sejumlah uang
yang akan aku beri dengan ikhlas sebagai sedekah, tentu saja tidak sebesar
jumlah uang yang akan dipinjamnya. Bila ia menerima, hal ini bisa jadi
ladang amal buatku dan suami.
Lalu, aku tak mau menyimpan uang dalam jumlah berlebih di
tabungan. Lebih baik uang itu di bayarkan ke premi asuransi, dibelikan properti,
atau didepositokan. Jadi bila ada yang mau berhutang, aku tidak perlu berbohong
dengan mengatakan “tak ada uang” karena memang kenyataannya tak ada uangnya.
Salah seorang teman mengusulkan, bila memberi hutang
sebaiknya harus ada jaminan berupa barang (misalnya mobil atau rumah) dan
dilengkapi dengan surat perjanjian. Usul itupun bagus sekali, menurutku. Tapi
untuk saat ini, aku masih trauma berat untuk memberikan hutang lagi kepada
orang lain.
Sayang sekali masih banyak orang yang menganggap tidak penting
membayar hutang mereka. Padahal hutang yang dibawa mati akan berat
pertanggung jawabannya di hari perhitungan nanti. Kewajiban membayar hutang disebutkan
dalam hadits berikut ini:
Dari Abi Hurairah r,a. Berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda,” Barangsiapa berbuat zhalim kepada saudaranya yang seiman dari
hartanya atau sebagian dari itu, maka hendaklah ia menyelesaikannya pada hari
ini ( di dunia) sebelum datang hari dimana dinar dan dirham tidak memberi
manfaat apa-apa. Bila ia mempunyai amal saleh maka amal tersebut diberikan
kepada saudaranya yang dizhaliminya. Namun jika ia tidak memiliki amal shaleh
maka dosa yang dizhaliminya, ditimpakan kepadanya.”
(H.R. Bukhari-Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud)
Jadi ingat kata salah seorang teman “ Harta tidak dibawa
mati, tapi ada orang yang mati membawa harta orang lain...” Ironis sekali.
Sungguh berbahagialah hidup anda karena diberi banyak kelebihan dari orang yg lain,ialah keluarga yg sakinah mawadah warohmah, harta yg berlebih,keluarga yg harmonis dll, saya saja ngiri...dengan hidup anda,tapi apa daya nasib dan takdir orang relatif berbeda. Lebih baik tangan diatas dari pada tangan dibawah,barangkali piutang anda yg tak dibayar akan menjadi pahala dan mengurangi dosa-dosa anda amiiinnn... ya Robbal'alamin...
BalasHapusAnonymous Anonymous said...
BalasHapusSungguh berbahagialah hidup anda karena diberi banyak kelebihan dari orang yg lain,ialah keluarga yg sakinah mawadah warohmah, harta yg berlebih,keluarga yg harmonis dll, saya saja ngiri...dengan hidup anda,tapi apa daya nasib dan takdir orang relatif berbeda. Lebih baik tangan diatas dari pada tangan dibawah,barangkali piutang anda yg tak dibayar akan menjadi pahala dan mengurangi dosa-dosa anda amiiinnn... ya Robbal'alamin...
Bila nasib mujur dan rezeki berlimpah berpihak pada kita banyak orang sering memanfaatkannya di tambah jiwa sosial kita miliki cukup tinggi sering di salah gunakan oleh orang yang tidak bertaggung jawab berbekal kedok kesulitan hidup mereka berusaha mencapai tujuannya memang benar kata orang " uang tidak ada saudaranya "
BalasHapusbenar bu.. saya sekarang sedang mengalaminya, walaupun tidak sebanyak kredit macetnya ibu... cuma 7 digit.. namun kemarin alhamdulillah sudah dilunasi..
BalasHapusmasalah silaturahim.. hemm.. saya berpikiran untuk berbuat adil saja bu...
(bersikap kepada orang lain, sebanding dengan sikap orang lain itu kepada saya)..
karena maaf.. saya belum bisa ikhsan...
trimakasih atas berbagi pengalamannya..
Aku juga begitu mbak.. Mending kita memberi sebagai sedekah. Meskipun enggak sebesar yang dia butuhkan. Tapi setidaknya kita enggak berharap harap uang kita kembali
BalasHapus@mbak Nunu : betul mbak. Tp pengalaman ada juga lho yg marah karna tak ku pinjami uang, diberi sedekah tetap diambil tapi sambil marah. hihihi... manusia....manusia... macem2 saja.
HapusBenar sekali ini mbak.
BalasHapusKalau masalah hutang, ada banyak alibi yang diluncurkan. Begitu mau dipinjamin takut ga dikembalikan. *pengalaman
Kalau ga dipinjamin malah berpengaruh sama jalinan tali silaturrahmi. Serba salah...