-->
Senang juga aku sudah dapet banyak teman-teman baru di Bogor. Mereka adalah Ibu-ibu yang anaknya satu sekolah dengan Rafif di TK Islam ibnu Hajar.
Rata-rata mereka ramah, seperti layaknya orang Sunda. Meski ada juga beberapa orang yang kurang bersahabat. Tapi biasalah, bagiku dimana-mana sama saja, seperti juga di Palembang, ada yang baik, ada yang kurang baik. Yang penting aku sudah mulai menikmati bergaul dan berteman, karena banyak hal bisa didapatkan dari teman. Bisa berbagi informasi, curhat dan juga saling membantu.
Tanggal 18 Agustus yang lalu, untuk menambah kuatnya tali silaturahmi antar orang tua murid, sekalian juga untuk merayakan hari merdeka dan datangnya bulan Ramadhan, orang tua murid TK Ibnu Hajar mengadakan tradisi “Cucurak” atau makan bersama. Uniknya acara ini adalah “berbagi dalam kebersamaan”. Jadi setiap orang diharapkan membawa nasi atau makanan pokok untuk dirinya sendiri, dan juga membawa lauk dalam jumlah lebih banyak untuk di bagi kepada teman-teman.
Sehari sebelumnya aku sudah memikirkan akan membawa lauk apa. Beberapa ibu menyarankan aku membawa masakan khas Palembang. Tapi aku ragu, karena tidak semua orang bisa menerima masakan Palembang seperti Tempoyak atau brengkes. Ketika aku jelaskan apa itu tempoyak ( durian yang difermentasi sehingga rasanya asam, dan biasanya dicampurkan ke sambal atau dipakai sebagai salah satu bumbu pepesan), aku bisa melihat ekspresi keheranan dari wajah mereka. “Rasanya bagaimana?” tanya mereka. Aku cuma tertawa. Masalah rasa itu subjektif. Tentu saja rasanya lezat menurut mereka yang suka, tapi bisa jadi rasanya aneh buat yang tidak terbiasa memakannya.
Aku memutuskan masak makanan yang bisa dimakan siapapun juga.Akhirnya jadilah aku membawa orak-arik teri kacang dan tempe.
Hari itu cukup meriah. Ibu-ibu sejak pagi sudah sibuk memperbincangkan menu yang mereka bawa. Ada yang saling intip bawaan masing-masing. Ada yang sibuk menanyakan resep masakan, ada pula yang sibuk bertanya-tanya mau beli lauk dimana, karena tak sempat masak.
Jam 10, Ibu-ibu semua berkumpul di halaman dalam sekolah. Ada 3 saung atau gazebo, tapi hanya 2 yang bisa dipakai karena sudah dilapisi dengan karpet. Aku dan beberapa ibu-ibu langsung mengambil tempat di salah satu saung dan mulai menggelar makanan. Beberapa ibu duduk disaung yang lain, dan selebihnya menggelar tikar.
Melihat masakan yang di bawa, terlihat beraneka ragam dan sungguh mengundang selera. Ada yang bawa tumis cumi asin dan cabai, sayur asem, orak arik oncom, pepes tahu, mie schotel, semur jengkol, sambel, lalapan, tempe goreng, dan lain-lain. Sebenarnya tidak terlalu istimewa, tetapi karena makannya di tempat yang sejuk dan terbuka dan juga dilakukan beramai-ramai jadi terasa lebih asyik dan nikmat.
Aku senang melihat teman-teman makan dengan lahapnya, sambil bercanda dan bercerita. Riuh rendah suara tawa dan desis kepedasan dari mulut mereka terasa menambah seru acara ini. Kalau saja aku tidak sedang diet, pasti aku makan lebih banyak lagi, seperti salah satu ibu yang sedang hamil. Melihat dia makan rasanya nikmaaat sekali.
Aku tertawa geli, waktu aku bertanya pada salah seorang ibu apa resepnya membuat orak-arik oncom yang sedap itu, si ibu cuma cengengesan. Akhirnya setelah beberapa saat, dia mengaku kalau itu bukan masakannya, tapi masakan mertuanya. Yaaah.... gak jadi dapet resepnya dong..
Hari itu aku dapat pengalaman baru, yang unik dan mengasyikkan. Selain nikmat, acara ini membuat keakraban dan persaudaraan lebih terjalin.
Kalu dilajuke masak tempoyak mungkin jadi kenangan terindah ibuk-ibuk itu. Apo lagi kalu tempoyaknyo di masak samo ikan.. :)
BalasHapusehhm, tempoyak is the best
BalasHapus