Hendro Darsono adalah salah satu temanku dari SMA3 Palembang yang cerdas dan tekun. Meskipun cuma sempat 1 tahun sekelas dengan dia, di kelas 1, tapi aku mengenalnya sebagai anak yang baik, pendiam, cerdas dan berprestasi. Tidak banyak yang aku ketahui tentang dia, karena dia sangat tertutup. Ada beberapa teman wanita yang menaruh hati pada Hendro, tapi kelihatannya Hendro tak menanggapi. Tak pernah aku melihat letupan emosi dari Hendro, dia selalu tampak tenang dan kalem.
Waktu itu, dia tidak pernah ikut pelajaran praktek olahraga. Aku yang tidak tau kondisinya, sempat juga “iri” karena disaat kami semua harus lari keliling lapangan, berpanas-panas, capek dan berkeringat,dia cuma duduk saja di kelas.Dari teman-teman yang lain aku cuma tau bahwa dia kurang sehat, ada masalah dengan tulangnya sehingga dia tidak boleh melakukan aktivitas yang berat.
Pada saat kami duduk di kelas 3, aku dan Hendro di utus sekolah untuk ikut pemilihan murid teladan tingkat SMA. Jujur saja, saat itu aku merasa tak pantas, berbeda dengan Hendro yang menurutku memang cocok jadi murid teladan. Tapi karena desakan guruku waktu itu, akhirnya aku bersedia. Aku masih ngat bagaimana kami bersama-sama datang ke tempat test dan wawancara di sekolah lain. Dia kelihatan sehat dan siap, meskipun akhirnya kami berdua gagal menjadi siswa teladan, tapi aku tahu Hendro memperoleh nilai yang cukup tinggi sebagai kandidat siwa teladan.
Setelah tamat SMA, aku tahu Hendro diterima tanpa test di Universitas Sriwijaya, fakultas Ekonomi. Tapi kemudian dia mengundurkan diri, karena tubuhnya tak kuat bila harus menjalani masa perkuliahan yang melelahkan.
Bertahun-tahun kemudian, aku dapat kabar lagi bahwa dia ternyata sudah menyelesaikan pendidikan S1 Ekonomi lewat jalur Universitas Terbuka.
Akhir tahun 2007, aku dapat kabar bahwa Hendro sudah menerbitkan beberapa buku. Aku langsung tertarik untuk menghubungi Hendro, karena ingin menimba ilmu dari dia. Maka setelah dapat nomor ponselnya, aku coba hubungi dia.
Suara di seberang sana masih seperti dulu, tenang, hati-hati dan terkontrol. Dia masih Hendro yang dulu. Dia cerita bahwa meskipun dia hanya di rumah saja, tapi banyak sekali kegiatan yang dilakukannya. Dia mengajar anak-anak SMP, SMA, bahkan tamatan S1 dan S2 juga banyak yang belajar darinya. Hendro yang cerdas dan tekun, itulah dia. Selain itu dia bertanya tentang kegiatanku. Dengan malu-malu aku bilang bahwa aku ibu rumah tangga. “Wah, gak kreatif dong. Mau gak aku ajari bikin blog? Bisa buat cari dollar lho... cocok buat ibu rumah tangga sepertimu, gak perlu meninggalkan rumah, tapi bisa juga menghasilkan uang.” Begitu katanya. Lalu dia menjelaskan bagaimana blog bisa dipakai buat mengais dollar. “ Dewi kan sudah bisa bahasa Inggris, dan bisa menulis. Artinya sudah ada modalnya, kalo mau datang saja ke rumahku.”
Hari selanjutnya aku bertemu Prima Maya Sari, sahabatku di SMA. Ketika aku ceritakan tawaran Hendro itu, Prima langsung semangat, dia juga mengajak Indrawati, teman kami juga untuk ikut bergabung belajar bersama Hendro.
Di awal tahun 2008, Aku, Prima dan Indrawati rajin menyambangi rumah Hendro. Ada 10 kali pertemuan untuk belajar berbagai hal tentang internet dan terutama blog. Setiap petunjuknya aku ikuti sampai aku bisa membuat blog dan bahkan bisa juga mengikuti jejaknya mengais dollar, meskipun belum sebanyak yang dihasilkannya tapi aku sudah membuktikan bahwa hal ini bisa aku lakukan.
Aku sering juga berkomunikasi lewat telepon, e-mail dan sms, menanyakan berbagai hal. Dia juga sering mengirimiku tips-tips tentang blog dan menjaring job dan juga software yang mendukung blog.
Hingga suatu hari, setelah beberapa lama tidak ada kabarnya, dia mengirimi aku sms. “ I’m somewhere, waiting for a miracle..” begitu bunyi sms-nya. Aku langsung merasa tak enak, aku langsung mencoba menghubungi ponselnya, tapi tak ada jawaban. Berkali-kali tak diangkatnya. Akhirnya aku kesal juga. Aku kirimi dia sms bernada marah. Barulah dia jawab, bahwa dia dalam kesulitan besar. Tak lama kemudian, ponselku berdering, dari Hendro. “ Hallo, ...” lalu diam. Aku segera merasakan gelombang kesedihan yang dahsyat di seberang sana. Terbata-bata dia bercerita bahwa dia baru saja menjalani operasi besar yang menghabiskan tabungannya, dengan harapan setelah ini dia akan bisa berjalan lagi, tapi... hasilnya malah sangat menyakitkan dan dia saat ini lumpuh total, dari pinggang ke bawah, dia tak dapat merasakan sentuhan, dan tak dapat mengontrol buang air besar maupun kecil. Dunia bagaikan runtuh bagi Hendro.. Air mataku mengalir, tapi aku tak ingin dia tau aku menangis. Aku berusaha menguatkannya, memberikan harapan bahwa Tuhan bisa menyembuhkan semua penyakit. Aku ingatkan dia agar tak berhenti berusaha mencari jalan kesembuhan.
Keesokan harinya aku datangi dia di rumah sakit. Dia terbaring, pucat, sedih dan lesu. Tak banyak yan dibicarakannya, aku ajak ibunya keluar ruangan dan kami bertangis-tangisan. Ya Allah... betapa berat cobaan hidup Hendro Darsono.
Hari-hari berlalu, dukungan dan bantuan teman-teman mengalir. Ada yang memberikan dana ada juga yang memberikan obat alternatif dan supplemen kesehatan. Beberapa kali aku main ke rumahnya,emosinya up and down. Terkadang dia terlihat bersemangat dan ingin terus menjalani theraphy, tapi kadangkala dia terlihat lesu dan banyak diam.
Pada kesempatan aku dan suami berangkat menunaikan ibadah haji di akhir tahun 2008, aku berdoa buat kesembuhannya, di depan Ka’bah, juga di tempat-tempat lain di tanah suci. Aku mohon kesembuhan dan secercah kebahagiaan buat sahabatku Hendro.
Sehari menjelang kepindahanku ke Bogor, aku sempatkan mengunjungi dia, dan memberi sovenir untuk kenang-kenangan. Aku yang di temani Prima, dan seorang teman SD-ku bisa melihat dengan jelas betapa pucat dan lesunya sahabatku itu. Dia bilang sudah dua minggu tidak aktif mengurus blog-blognya. Lalu dia banyak diam. Aku dan Prima hanya ngobrol dengan ibunda Hendro yang menjelaskan bahwa Hendro demam lagi. Hanya sebentar aku bertemu dengannya, karena masih banyak hal lain yang harus aku urus untuk kepindahan ke Bogor. Itulah saat terakhir aku bertemu Hendro.
Pagi ini, 30 Juni 2009, ponselku berdering. Nama Hendro Darsono terlihat dilayar ponselku. Aku sempat senang, karena mengira dia yang menelepon, ternyata suara isak ibundanya yang mengabarkan Hendro Darsono sudah berpulang ke Rahmatullah. Tak dapat kutahan derai air mataku, sempat terbersit kenapa Tuhan tak mengabulkan doaku dan memberi kesembuhan bagi Hendro... Tapi aku tersadar bahwa Tuhan tau apa yang terbaik buat hambaNya. Selamat jalan, sahabatku. Semoga ilmu yang telah kau ajarkan pada aku dan murid-muridmu yang lain akan menjadi amal jariah dan pahala yang tak terputus buatmu. Semoga Allah Swt mengampuni dosamu dan memberimu tempat yang lapang di surga. Amiin....
Inalilahi Wainal Lilahi Rojiun, Do'aku semoga Jiwa Mas Hendro Selalu dalam rahmat dan kasih-sayang Allah SWT ,selamanya.
BalasHapusMas Hendro adalah sahabat online terbaiku, kami sering sahring dalam berbagai hal kehidupan, baik masalah online maupun offline , tapi sejak hampir setahun ini, terhitung sejak dia operasi di Jogja itu, kami tak ada kontak lagi. di karenakan saya sejak itu sedang ada masalah kehidupan yang serius (terutama maslah keluarga tapi alhamdulillah saat ini sudah lumayan lebih baik),saya ada perasaan nggak enak dan bersalah juga karena tak melakukan kontek-kontek lagi seperti biasanya , saya akui itulah sifat jelek saya, saya orangnya kelewat serius dan skeptis terhadap masalah yg sedang di hadapi, jika sedang tak enak hati sangat malas melakukan komunikasi kepada siapapun termasuk kepada keluarga saya sendiri, bahkan sampai sekarang ibu saya sendiri bingung tak ada kabar dari saya, biasanya minimal sebulan sekali datang kasih kabar dan silaturahmi, tapi ini dah setahun lebih tak ada kabar...saya tak ada permasalahan dengan ibu saya apalagi dengan mas hendro, sekali lagi itulah jeleknya saya jika sedang menghadapi masalah yg bikin pikiran kesal , jadi malas melakukan komunikasi dengan siapapun, dan sebgai pelampiasan saya malah lebih kreatip menulis apa saja dengan ngeblog..
Thanks atas di kabarinya akan kepergian mas hendro ini Juliana ,semoga ini juga meng-ingatkan kita bahwa suatu saat kita semua pun akan berpulang kepada-Nya, sehingga bisa memotivasi diri kita untuk menjadi lebih baik hari demi-hari...
ohya..gimana kabar kamu sekarang, masih di palembang atau malah ada di pulau jawa, karena kubaca di blogmu terakhir kamu mau pindah ke jakarta ?
wasalam.
Iwan Rachmanto
Semoga Bang Henson diterima di sisi Allah Yang Maha Kuasa. Hiks... Merinding aku baca tulisan mbak... :(( Aku juga dulu sempat rutin kunjung2an blog dengan almarhum. Tapi sayang beberapa bulan kebelakang, kami seperti ga ada komunikasi. Rupaya beliau selama ini sakit :(
BalasHapusSelamat jalan Kawan... Seandainya sudah lama aku mengenal dan tau prfil hidupmu, aku pasti rutin menyambangi blogmu. Hiks... :((
Thanks buat infonya mbak...
Aslmkm mbk, slm kenal. Saya slah satu murid sir, sir jg sering crtain mbk ke kmi biar km smgt bwt terus update blog.. Saya dan smua murid sir sgt dan amat sgt kehlangn guru besar, tmpt curhat dan tmpt berbgi pgalman
BalasHapusMbk ria br tau keadaan sir hbs operasi stlh baca ctatn mbak. Ria kira keadaan sir tdk seburuk i2. Slma ria chating atw sms sir slalu bilang dia hnya dmam. Ria amat sgt kehlangn sir mbk, krn dia lah yg mbwt ria slalu ingn blajar b.inggris dan nyemangtin ria.. Andai mukjizat i2 ad untk sir, tp Allah lebh menyaygi sir drpd kt. Sir km yakin kau bhgia disna, lbh bhgia drpd didunia ini
BalasHapusSatu kekurangn sir tertutupi oleh seratus kelebihan sir. Trmksh bwt kepercyaany untk crita sm ria tntg msa lalu sir. Walaupun sampai saat ini ria msh menympn satu pertanyaan yg tkut ria tanyakan. Oh ya ad satu cerita tntg asmara sir yg menurt aq, menyedihkan dan trut di ancungin jempol bwt bidadari yg setia menunggu kata dr sir, 'ya' i2 kata yg ditgu bidadari i2, mbk mita salut bwt mbk ;-)
BalasHapusInnalillaahi wa inna ilayhi raaji'uun. Mudah-mudahan Allah terima semua 'amalnya ibadahnya dan gantikan segala kesalahan dan dosanya dengan ampunan dan kebaikan yang banyak.
BalasHapusKangen Canda nya Sir Hendro :D
BalasHapus